Zul Andris

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Jadi Anak Pontren (Bagian 3)

Jadi Anak Pontren (Bagian 3)

Langkah kaki remaja kecil itu berubah menjadi sedikit lunglai. Teguran pemuda tadi menjatuhkan semangat membaranya. Ia sangat tak percaya akan mendapati kata-kata itu. Rasa kecewa mulai menyelimuti hatinya. Ia merasa seakan baru terjatuh dari pohon rambutan yang tinggi. Badannya serasa remuk dengan tulang-tulang yang patah. Ia kuatkan hatinya untuk terus berjalan.

Kata-kata ustadz Ilyas beberapa hari yang lalu kembali muncul dalam bayangannya. "Anak-anak ku sekalian, menjadi pejuang agama akan banyak menghadapi tantangan. Terkadang engkau akan di hina dengan berbagai ocehan dari orang lain. Bahkan tidak sedikit juga orang yang akan memandang rendah dengan pendidikan dan jalan dakwah yg kalian tempuh. Butuh kesabaran yang kuat untuk menghadapi itu semua. Ingatlah! betapa Rasul-Rasul Allah terdahulu mengalami berbagai cobaan dalam menyampaikan risalah agama tauhid. Jika kelak kalian menghadapi tantangan tetaplah bersabar. Dan jadilah orang yang kuat. Keberhasilan kalian tidak boleh gagal hanya gara-gara ocehan orang."

Bayangan kata-kata ustadz Ilyas kembali membangkitkan semangat Zikra. Badannya yang lemah kembali menjadi segar. Ia seperti mendapatkan suntikan vitamin penambah tenaga. Bak pelari yang sudah mau menyerah di hampir garis finis. Semangatnya muncul mengalahkan pesimisnya. Bangkit dan berlari sekuat tenaga. Sampai de garis finis memenangkan perlombaan itu.

Zikra berjalan dengan mantap. Ia bertekad tidak akan memperdulikan kata-kata orang. Ia berjalan dengan percaya diri menuju pagar masjid. Terus menyelinap masuk keruangan berwudhuk. Di dalam tempat berwudhuk belum ada orang kecuali Ia sendiri. Perlahan Ia ambil air timba yang terletak di atas bak penampung air.

Masjid kampung itu memang belum terlalu bagus seperti masjid di perkotaan. Tempat berwudhuknya tidak memliki kran air. Dibagian atas dinding bak penampungan air dilengkapi dengan pipa-pipa kecil untuk mengalirkan air. Jika air yang masuk ke dalam bak penampungan mengalir dengan lancar, maka pipa-pipa tadi akan menjadi pincuran kecil buat berwudhuk. Jika tidak, maka jemaah akan berwudhuk dengan menggunakan timba yang sudah disediakan.

Air Wudhuk yang membasahi muka dan anggota wudhuk telah menyegarkan Zikra. Wajah kecilnya terlihat bersih dan berseri. Selesai berwudhuk tidak lupa ia berdo'a.

Waktu sudah menunjukkan jam 18.14 Wib. Dua menit lagi waktu magrib masuk. Garim masjid yang biasa di panggil nyiak badaik telah berada dalam masjid. Orang tua itu sudah sedari tadi dalam masjid. Biasanya 30 menit sebelum waktu masuk Ia sudah ada di masjid. Tampaknya beliau sudah sedari tadi dalam masjid, pikir Zikra. "Ehh... Bilo pulang, batambah tinggi waang sajak di pesantren yo!" (Kapan pulang, bertambah tinggi kau sejak di pesantren ya). Tegur lelaki tua tadi. "Tadi nyiak, Alhamdulillah." (Tadi kek, Alhamdulillah) jawab Zikra.

"Oh ya,.. nanti kau azan magrib ya! Keluarkan suara terbaik. Biar orang-orang pada tahu, kalau di kampung ini ada anak pesantren yang bakalan menjadi ustadz. Mudah-mudahan mereka pada datang untuk menunaikan sholat berjemaah...."

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Cerita bersambung pak Jon. Mantap pak Jon, selamat bergabung di Gurusiana.

23 Jan
Balas

Mantap Pak KUA Pernah bacaritoan ka ambo go....

23 Jan
Balas



search

New Post