Neng, aku masih berpikir,

Belum mati!

Aku masih menatap wajah kotamu:

Tembok-tembok terkunci

Tanganku tak punya ketuk

Tak juga sebait sajak

Hanya sebutir arang

Neng, aku masih berpikir

Belum mati!

Aku berlari bersama anjing hitam

Dalam tong sampah dan selokan basah

Mendaki menara gadingmu

Mencelupkan kanvasku ke kancah kotamu

Membingkai lukisan kita

Neng, aku masih berpikir

Belum mati!

Maafkan kalau aku ambil hijau dedaunan

Arangku telah habis, sedang aku

Harus melukis wajah negri, ranah

Tempat hujan membasuh luka penjajah,

Juga melembabkan tropismu

Neng, aku masih berpikir

Belum mati!

Walau semua telah habis, yang tertinggal

Hanya getar nadi dan sebilah sembilu

Itu cukup untuk tintaku

Mengetuk kehidupan dan percintaan kita

Pada bayang tembok-tembok

Belum mati rasa!

Jombang, Juli 1996

Malamku berhenti pada tepian sabun-sabun

Tikus-tikus berenang mengasah taring

Malam itu, pesta bawah tanah

Malamku mandi dengan busa-busa kewanitaan

Tikus-tikus membuat liang keadilan

Malam itu, giginya berdarah

Burung-burung berterbangan

Sangkarnya kota sabun

Temannya tikus-tikus

Malam itu, busanya banyak sekali

Jombang, Juli 1996

Napas malam kuhirup dalam plastik-plastik

Dalam butiran pil dan gumpalan asap

Kasih, malam telah bosan membungkus hatimu

Dalam kecupan lampu-lampu dan musik plastik

Uh, panjangnya malam telah melukai tidurku

Menyelimuti kesaksian plastik

Yang kau rengut dalam ciuman sepi

Malam ini

Malamku

Malammu,

Malam plastik-plastik

Melapisi pemberhentian mati

Menghabisi hidup tahjud!

Jombang, Juli 1996