Berdamai dengan Masa Lalu (11)
Perjalanan menempuh pendidikan di sekolah lanjutan pertama dengan bolak balik menyeberangi sungai setiap pekan dilalui Salika selama tiga tahun. Beberapa perubahan yang berarti di kampung yang dilalui selama kurung waktu tersebut yakni jalanan yang telah ditimbun menggunakan batu sehingga tidak lagi menyebabkan kendaraan (mobil) tertanam di tengah jalan, teknologi pertanian telah berubah dimana petani tidak lagi menggunakan tenaga hewan untuk membajak sawahnya melainkan menggunakan traktor.
Perubahan yang lebih besar terjadi ketika musim panen. Dikenalnya mekanisasi pertanian dalam proses memotong padi membutuhkan tenaga kerja, sehingga banyak warga dari daerah lain yang datang untuk ikut sebagai buruh harian. Banyaknya warga pendatang memberikan berkah tersendiri bagi petani karena dengan kehadiran mereka. Proses pemotongan padi dapat lebih cepat selesai. Banyaknya warga pendatang pun memberikan pendapatan tambahan bagi warga kampung. Para pendatang musiman itu dapat bertempat tinggal di kampung selama kurang lebih sebulan. Guna memenuhi kebutuhan sehari-harinya, mereka berbelanja di warung-warung warga kampung. Perekonomian desa jadi lebih hidup.
Musim panen jadi waktu dimana anak-anak usia SLTP seperti Salika berkesempatan untuk mencari uang jajan tambahan. Mereka dapat turut serta jadi buruh harian memotong padi, dengan demikian mereka dapat memiliki uang jajan yang lebih banyak. Sayang, dibalik sisi positif kehadiran para pendatang musiman itu, juga membawa dampak negatif bagi anak-anak muda. Uang yang mudah didapat mendorong timbulnya budaya negatif di kampung. Anak-anak muda mulai mengenal rokok dan judi kecil-kecilan. Malam hari dimana para buruh istirahat, dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menawarkan permainan yang didalamnya memiliki unsur perjudian. Meski sifatnya sementara, kehidupan yang demikian terus berulang setiap tahunnya ketika musim panen tiba.
Salika pun tidak lepas dari pengaruh negative itu. Ia mulai ikut-ikutan keluar malam bersama teman-temannya, meskipun belum sampai turut serta dalam permainan judi. Beberapa kali Salika meminta izin untuk menginap di tempat mereka kumpul. Ketika itu, mereka memiliki semacam basecamp di bawah kolong rumah salah seorang teman dekatnya. Beberapa temannya mulai terpapar kebiasaan merokok. Bibinya yang melihat gelagat kurang baik, mengambil tindakan tegas. Salika tidak lagi diizinkan untuk keluar malam. Ia hanya diberi kesempatan bermain atau bertemu teman-temannya pada sore hari.
Salika patut bersyukur karena memiliki keluarga (bibi) yang memiliki perhatian lebih kepadanya layaknya perhatian orang tua yang melahirkannya.
Rumahku, 23 Agustus 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Sukses selalu. Salam literasi
Terima kasih pak. Salam literasi
Mantap , sudah saya follow follow balik ya
Siaap...
bersyukur masih memeiliki orang-orang yang baik disekitar kita
Betul bu. Semoga anak-anak bangsa selalu dapat perhatian orang-orang baik di sekitarnya
Keren ceritanya pak
Terima kasih bu
Lanjuttt,pak
Terima kasih bu..jadi semangat
kereen salika ya..mantul
Terima kasih pak.