Zainuddin Lamari

Zainuddin lahir dari Ibu Apida dan Ayah Lamari di Pinrang Sulawesi Selatan, 16-11-1974. Pendidikan S1 Jurusan Ilmu Sejarah Fak. Sastra Univ. Hasanuddin. Pendidi...

Selengkapnya
Navigasi Web

Berdamai dengan Masa Lalu (10)

Perjalanan Salika menempuh pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) tidak saja menghadapi tantangan dalam menempuh rute jalan bolak-balik ke kampung halaman. Tetapi, juga harus bersosialisasi dengan siswa-siswa lain yang semuanya merupakan teman baru baginya. Tak satu pun teman sekelas di bangku sekolah dasar turut dengannya bersekolah di SLTP pilihan Salika.

Masuk di kelas 1 D bersama 29 siswa lainnya. Salika tampak gugup dan kebingungan dengan gaya bahasa siswa-siswa lainnya. Meskipun mereka satu suku, Bugis dan bahasa yang sama bahasa Bugis, namun dialek yang digunakan ada perbedaan. Beruntung, Salika tidak sendirian mengalami kondisi tersebut. Beberapa siswa teman sekelasnya pun baru pertama kali datang ke kampung itu, ketika mereka diterima bersekolah.

Sekolah yang berlokasi di wilayah kampung dengan sumber penghasilan utama dari bertani menjadikan siswa-siswa yang ada memiliki kondisi ekonomi yang tidak jauh berbeda. Walau ada segelintir yang memiliki ekonomi lebih baik, mereka biasanya yang bertempat tinggal jauh dari sekolah. Dukungan ekonomi yang lebih baik menjadikannya tetap bisa sekolah, meski jarak sekolah ke rumahnya cukup jauh. Umumnya, orang tua mereka memiliki kendaraan yang dapat digunakan untuk antar jemput ke dan dari sekolah.

Kondisi ekonomi yang merata menjadikan Salika cepat dapat beradaptasi dengan lingkungan barunya. Kegiatan sekolah pada pagi hingga siang hari dilanjutkan dengan membantu keluarga di sawah. Salika bersama beberapa orang teman sekelasnya memiliki kebiasaan untuk saling membantu ketika keluarga mereka menanam padi. Orang tua mereka mengupayakan agar waktu menanam dilaksanakan pada hari libur sekolah. Salika dan beberapa teman sekelasnya harus menginap di rumah temannya yang akan menanam padi. Ketika itu, sistem tanam padi di daerahnya memang dilakukan dengan cara gotong royong. Salika dan teman-temannya, meskipun belum begitu mahir menanam padi, namun mereka dapat membatu mengantar bibit ketika proses penanaman padi berlangsung. Kadang-kadang anak-anak sekolah yang harusnya belajar di sekolah, namun karena tenaga mereka dibutuhkan untuk membantu proses tanam padi, maka keluarga harus minta izin ke pihak sekolah.

Musim tanam telah berlalu, pekerjaan anak-anak di sawah biasanya sudah mulai berkurang. Sesekali saja mereka diajak oleh keluarga untuk menyiangi padi yang telah tumbuh.

Kerjasama pihak sekolah dengan petani memang sangat diharapkan, utamanya untuk memastikan anak-anak mereka tetap bersekolah. Ketika musim padi mulai berbuah dan tiba-tiba wabah tikus menyerang, anak-anak sekolah sering dilibatkan untuk turut berburu tikus. Waktu berburu tikus dibutuhkan keterlibatan orang banyak, sehingga jam pelajaran pun dikorbankan demi membantu petani. Yah..menyelamatkan padi petani dapat berarti juga menyelamatkan sekolah anak-anak mereka.

Rumahku, 22 Agustus 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ceritanya makin asyik, pak. Lanjutt...

22 Aug
Balas

Siaaap...

22 Aug

mantul pak zai..next

23 Aug
Balas



search

New Post