Jangan Menangis, Nak!
Pesawat itu masih tampak di atas sana. Terbang tinggi bersama awan dan burung-burung di langit. Baru kemarin rasanya menikmati kebersamaan itu, sungguh begitu singkat. Karena semua tahu, tak ada yang bisa melawan laju sang waktu. Terus berputar hingga berganti dari menit, jam, hari, bulan, hingga tahun.
Seiring laju pesawat yang mulai menjauh, doa pengharapan terus mengalir dari kedua bibir manusia yang tengah berusaha menguatkan diri mereka masing-masing. Kedua manusia itu percaya bahwa ini adalah hal yang terbaik.
Gadis berhijab merah muda itupun berbalik, memantapkan hati dan dirinya siap melewati harinya ke depan. Tak ada air mata, harapan menjadi manusia kuat mengiringi disetiap langkahnya.
***
“Jangan melihat dari covernya” Mungkin kalimat itu yang pantas untuknya. Terlihat baik-baik saja namun tak ada yang tahu realita hidup yang dijalaninya. Menjalani hari bersama tawa bahagia orang di sekitarnya. Membunuh rasa kesendirian yang bersemayam di hati dan rasa yang sangat aneh menggerogoti jiwanya. Semua ini bukan tentang percintaan, namun masalah beban yang harus dijalaninya.
Bintang di langit dan gelapnya malam menemani kesendirian seorang anak manusia yang sedang duduk merenungi hidupnya saat ini, mengenang kembali kebersamaan singkat itu. Bukannya tidak mengikhlaskan, sanggup tidak sanggup ia harus menjalani semuanya.
***
Berusaha ia menahan agar tak ada air mata. Namun hari itu, tak dapat dia tahan tangisannya. Tangisan yang terdengar memilukan, sungguh menyayat hati orang yang mendengarnya. Ia tidak ingin menyalahkan siapapun dan tentang apapun. Sungguh saat ini yang dibutuhkannya hanyalah ingin didengarkan.
“Mama... maafkan anakmu ini, maafkan karena belum mampu menjadi anak yang kuat. Mama... hari ini air mataku kembali jatuh. Sungguh anakmu ini berusaha menjadi anak kuat. Tapi mama, hari ini aku merasa sangat lelah. Sungguh aku sangat lelah. Aku butuh didengarkan. Bukannya aku tidak bersyukur akan Allah yang senantiasa tempatku mencurahkan isi hatiku. Namun aku butuh seseorang yang bisa mendengarku. Mendengar curahan hatiku”
“Mama... aku tidak suka melihat tatapan orang disekitarku. Tatapan kasihan karena ketidakhadiranmu disisiku dan adikku. Sungguh aku tidak suka. Aku tidak ingin dikasihani, aku tidak ingin mama dianggap negatif oleh mereka. Mama.... ini hidup kita kan?mama mengertikan maksud aku yang tidak ingin dikasihani?”
“Mama... di rumah aku benar-benar merasa sendiri. Aku tidak mempermasalahkan semua pekerjaan rumah yang harus kukerjakan. Juga tidak masalah menggantikan posisimu di rumah. Karena bebanmu menjadi kepala keluarga jauh lebih berat. Tapi entah mengapa aku takut mama... sangat takut... Dan hari ini aku benar-benar merindukanmu”
***
Kenangan itu terus berputar bagai film yang sedang ditontonnya. Air mata yang terus menetes seakan tak akan pernah habis. Gadis itu terus berusaha menguatkan diri. Melapalkan bahwa ia tidak boleh cengeng. Namun tak tahu mengapa hari itu ia sangat-sangat merasa lelah.
“Sayang... besok mama akan berangkat. Jaga dirimu baik-baik sayang. Mama pergi bukan bermaksud meninggalkanmu bersama beban yang mama tahu sedang kamu rasakan sayang. Mama pergi untuk bekerja. Mama pergi untuk cita-citamu. Cukup dengan kau belajar giat, selalu mendoakan mama ini, menjaga adikmu, mama bahagia sayang. Raihlah cita-citamu nak, belajarlah dengan sungguh-sungguh. Mama percaya bahwa kau adalah anak yang kuat dan tabah”
“Mama tahu apa yang kamu rasakan. Bebanmu nak, mama tahu. Menggantikan posisi ibu di rumah. Menjadi ibu rumah tangga pengganti untuk dirimu dan adikmu. Maafkan mama sayang. Mama hanya ingin mengajarkan bahwa hidup itu berjuang. Meskipun harus dengan meninggalkanmu. Jadikanlah pelajaran hidup yang kau jalani sayang. Berbahagialah, karena itu membuat mama juga bahagia”
“Mama sungguh meminta maaf padamu. Keadaan ini harus kita jalani nak. Jangan dengarkan hal negatif orang tentang kita. Karena hanya kita dan sang Pencipta yang tahu bahwa yang kita jalani ini adalah hal baik. Sabarlah anakku, semua akan indah pada waktunya. Sukseslah dalam pendidikanmu. Dan jangan lupa senantiasa berdoa, meminta kepada Yang Maha Kuasa menjadikanmu manusia yang senantiasa iklhas, sabar dan kuat”
***
Gadis itu berdiri. Ia memantapkan hatinya. Tak ada gunanya ia seperti ini. Namun, apakah menangis salah? Ia hanya merindukan mamanya. Masih terasa setiap elusan, belaian lembut tangan mamanya di rambut kepangnya. Setiap elusan itu ada mantranya. Mantra ajaib yang membuat hatinya selalu tenang.
“Mama sangat-sangat menyayangimu. Sangat mencintaimu. Jangan menangis sayang. Percayalah semua akan baik-baik saja. Don’t cry my sweety :)”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kadang menangis merupakan luapan kebahagiaan. Joss!.. maju terus.
maju terus pantang mundur! Semangat^