Efek menulis di ujung waktu tentu saja banyak kendalanya. Selain sinyal yang kadang tidak bisa diajak kompromi, server kadang 404 not found, atau ide-ide yang seabrek di memori meronta-ronta ingin dikeluarkan semua. Akhirnya bingung dan tidak memilih satu pun dari ide-ide itu. Blas!

Membuka semua portal berita atau informasi lainnya merupakan salah satu solusi, dan itu pula yang saya lakukan. Berselancar selama berjam-jam di sosial media Instagram demi mencari ide tulisan sungguh membuat mata perih. Namun, lebih perih lagi melihat kemacetan dimana-mana (hampir di seantero nusantara).

Libur lebaran tahun ini bagai liburan balas dendam setelah dua tahun pemudik tidak bisa kemana-mana. Jangankan di kota-kota besar, kota kecil atau kampung pun ikut macet karena rerata pemudik pulang kampung menggunakan kendaraan pribadi.

Di pulau Bintan ada penyeberangan roro ke pulau Batam. Kendaraan yang mau ke Batam mengular hingga keluar dari pelabuhan hingga nyaris dua kilometer. Salah seorang rekan mengatakan antri dari pukul dua siang, baru dapat giliran menyebrang pada pukul delapan malam. Sungguh uji nyali yang tidak main-main. Jika penyebrang membawa bayi atau anak kecil, sudah bisa diprediksi bagaimana ujian kesabaran orang tuanya menenangkan anak-anaknya.

Semua kebijakan tentu saja ada plus dan minusnya. Dengan diizinkannya perantau melakukan mudik tahun ini tentu saja disambut gembira oleh mereka yang rindu berkumpul orang tua dan sanak saudara. Imbasnya tentu kemacetan yang tidak terelakkan seperi tahun-tahun sebelum pandemi melanda negeri ini. Yang penting, semua pengguna jalan agar tetap menjaga stamina. Beristirahat jika lelah karena keselamatan lebih utama.