KUCARI CINTA YANG HILANG
ARINI
Dengan berjalan agak mengendap-endap, Arini menaruh surat undangan yang berwarna merah ati itu di atas meja kerja Fatah. Lega rasanya hati Arini ketika masuk tempat kerjanya tak ada yang tahu. Hatinya tak lagi degdegan seperti awal masuk. “Hmm... yes! Sukses!” sambil mengepalkan tangan kanannya gumamnya. Padahal Arini hampir setiap hari bertemu dengan Fatah ketika Arini mengajar di Paud yang ada di lingkungan pesantren yang dimilki orang tua Fatah.
Dalam hati Arini sebenarnya masih tersisa luka menganga ketika Fatah menikah dengan kakaknya sendiri. Yang ketika itu dengan rela demi kesembuhan kakaknya melepaskan Fatah. Arini pandai menyimpan rasa itu. Untuk menyelimutinya Arini masih mau menerima tawaran orangtua Fatah untuk mengajar paud yang ada di pesantrennya. Demi menutupi semuanya dan demi memanjangkan tali persaudaraan antara kedua keluarga itu.
Dibukanya surat undangan itu, betapa kagetnya Fatah. Sambil meninju tembok kamar tempat kerjanya lalu melemparkan surat undangan ke atas para. “Pandai sekali kau menutupi rencanamu! Sampai aku tak tahu kalau kamu akan menikah!” “Mengapa kau tak pernah bercerita!” dipungutnya kembali surat undangan itu tertera nama laki-laki yang tak asing lagi baginya. Laki-laki itu Hanafi tetangga satu kampung yang ditinggal istrinya setahun yang lalu dan sudah mempunyai seorang anak berumur lima tahun. Aisyah Putri murid paud di pesantrennya.
Sepulang mengantarkan surat undangan dimatikan hapenya, hanya seskali saja dibukanya. Karena Arini kali ini ingin tak ada yang mengganggunya. Ingin fokus pada persiapan pernikahannya yang hanya tinggal satu minggu lagi. Persiapan itu sudah hampir sembilan puluh persen.
Sepuluh kali panggilan tak terjawab dari nama yang sama. Fatah. Diacuhkannya panggilan itu. Arini tak berani menjawab walau hanya lewat WA atau SMS. Itu hanya menambah pemikiran rumit saja. Karena setiap kali Fatah bertanya tentang rasa cinta yang ingin tersambung kembal, Arini hanya diam seribu bahasa tak pernah dijawab dengan sempurna. Hanya senyum, nanti dan nati saja. “Maafkan saya. Bukan ingin membalas sakit hati, tapi aku tak mampu menghapus semua kengan itu.” Arini melempar hapenya ke atas ranjang tidurnya.
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga Arini dapat memilih yang terbaik baginya...Diantos..terasanna..
Semoga Arini bahagia dengan lelaki pilihannya. Ceritanya masih lanjut, kan, Bun?
Masih ada, inyaalloh!
Jadi penasaran..sabar ya Arini...salam literasi
Arini...dg kisah cintanya yg rumit
Hehe...