Yunik Ekowati

Si sulung dari empat bersaudara cewek semua. Lahir di Sragen di bulan Juni, suka mencoba hal baru dan suka tantangan. Menggembala kambing sambil membaca buku ad...

Selengkapnya
Navigasi Web
SESAJEN
SESAJEN

SESAJEN

SESAJEN

Tantangan Hari ke-11#TantanganGurusiana

 

Tradisi nenek moyang sudah mendarah daging dan sangat sulit untuk dihilangkan, tetapi secara perlahan dan pasti akan mengalami perubahan dan pergeseran, baik melalui bentuk, makna dan fungsinya. Budaya dan ajaran Hindu Budha kuno sangat lekat dengan masyarakat Jawa khususnya, terbukti dengan karya arsitekstur yang megah mendunia yaitu candi Borobudhur, candi termegah di seluruh dunia termasuk aset yang dilindungi UNESCO. Ditambah lagi posisi strategis bangsa Indonesia yang berada di negara kepulauan, sehingga sangat mempermudah terjadinya perdagangan antar Negara. Banyak sekali orang asing yang hilir mudik, singgah bahkan ada yang sampai menetap mempunyai keluarga di Indonesia.

Percampuran atau datang dan pergi sebuah aliran kebudayaan dan kepercayaan sempat mewarnai negeri Nusantara ini. Ajaran agama Hindu dan Budha dipercayai sangat mudah berkembang, karena ada kesamaan kepercayaan yaitu sama-sama menganut aliran animisme (roh nenek moyang, benda-benda yang dipercayai bertuah) dan dinamisme (segala sesuatu yang mempunyai kekuatan gaib). Periode Hindu-Budha masuk ke Nusantara diperkirakan pada abad ke-3 dimana masyarakat saat itu belum mengenal agama, masih menganut kepercayaan animism dan dinamisme.

Salah satunya tradisi yang berkaitan dengan ajaran Hindu-Budha adalah dengan mengadakan “Sesajen atau sesaji”. Menurut filsafat sunda Sajen asal kata dari sesaji yang mengandung makna Sa-Aji-an atau kalimah yang disimbolkan dengan bahasa rupa bukan bahasa sastra, dimana didalamnya mengandung mantra atau kekuatan metafsik atau supranatural.

Kata Sajen berasal dari kata Sa dan ajian, Sa bermakna Tunggal, Aji bermakna Ajaran, Sa bermakna Seuneu, bara atau Api (Aura-energi)

Bermakna Sa Ajian atau ajaran yang Tunggal atau menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa. Sesajen mengisyaratkan bahwa keganasan atau kedinamisan alam, dapat diatasi atau ditangani dengan upaya menyatukan diri dengan alam atau beserta alam, bukan dengan cara merusak atau menguasai alam. Ritual ini merupakan bentuk metafora atau Siloka penyatuan manusia dengan alam. Kata Sa-ajian secara keseluruhan bermakna menyatukan keinginan (kahayang-kahyang) dengan keinginan alam atau beserta alam (menyatu dengan alam).

Adapun sesajen bisa bermacam-macam bentuk dan jenisnya, tergantung dari maksud dan kegunaannya. Juga tergantung dari kepercayaan dari masyarakat setempat. Di masa millenia ini, meski jarang tetapi masih ada prosesi Sesajen, terutama di daerah-daerah pedesaan yang masyarakatnya mayoritas bermata pencaharian petani. Mulai dari peristiwa manusia lahir, bertumbuh menjadi anak-anak, dewasa, menikah, mencari pekerjaan atau menjalani matapencaharian, saat manusia meninggal, dan bahkan setelah meninggal ada acara seratus hari, pendak’an dan sebagainya. Sehingga jika dituruti, seolah tidak akan ada habisnya dalam memperingati suatu peristiwa yang dianggab sangat bersejarah bagi mereka.

Contohnya seperti pemberian sesajen pada saat hari Raya Idul Fitri, masyarakat Jawa menyebutnya Riyadi atau Riyoyo. Persiapan membuat makanan, nasi, lauk-pauk, lengkap dengan srundeng dari kelapa, krupuk warna-warni, rengginang, buah-buahan, minuman teh, kembang setaman, aneka buah. Menurut keyakinan masyarakat Jawa, pemberian sesajen pada saat Riyoyo biasnya di tujukan untuk roh leluhur atau anggota keluarga yang sudah meninggal. Jenis makanan dan minuman yang disajikan juga sesuai kesenangan mereka, dahulu pada saat masih hidup. Dipercaya dengan menyajikan makanan dan minuman kesukaan mereka akan tenang dialam baka, tidak mendatangi atau mengganggu para ahli waris atau saudaranya yang masih hidup.

Setelah selesai memasak dan mempersiapkan berbagai ubo-rampe sesajen, menjelang maghrib sesajen tersebut segera di beri do’a-do’a pasrah diperuntukan bagi sang Hyang tunggal. Terlepas dari penganut kepercayaan tersebut, sebagai manusia yang bijaksana alangkah lebih baiknya tetap menghargai tradisi nenek moyang tersebut. Menyikapi hal tersebut sebaiknya dengan menganggab bahwa, prosesi itu adalah sebuah kebudayaan, wujud untuk menghormati nenek moyang dan untuk bersedekah makanan. Setelah selesai acara pasrah atau memberi do’a-do’a ubo-rampe sesajen untuk arwah nenek moyang, maka makanan dan minuman boleh langsung dimakan oleh anggota keluarga.

Dahulu ketika saya masih usia sekitar enam tahun, sesajen tidak boleh diambil makanan atau minumannya sebelum menjelang subuh. Bunga setaman harus dibuang di jalan depan rumah, harus ada kemenyan yang dibakar. Seiring perkembangan zaman, meskipun bentuk prosesi sesajen itu hingga sekarnag masih ada tetapi tidak sepakem dahulu. Terbukti dengan bahan sesajen disesuaikan dengan bahan atau yang ada, waktu pemberian sesajen tidak harus menjelang pagi makanan dan minuman sudah boleh dimakan, do’a-do’a yang dibaca sudah menggunakan surat-surat Alqur’an, meskipun masih ada mantra-mantra kuno yang dilafalkan.

Masyarakat kuno dengan masyarakat modern, tentunya mempunyai perspektif yang berbeda. Pemaksaan dan dakwah aliran keras tentunya akan mengalami kendala dalam pengenalan suatu ajaran baru. Sehingga pendekatan secara kekeluargaan, metode penyisipan dan komunikasi dari hati ke hati sangat dibutuhkan. Munculah akulturasi budaya, yang sekarang ada di Nusantara sebagai wujud dari persatuan dari berbagai aliran atau agama. Semangat persatuan dan kesatuan negera lebih diutamakan.

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Dulu waktu saya kecil pernah lihat sajen tetangga saya bu tapi skrg dah ndak ada lagi.

06 Jun
Balas

Di daerah Sragen pedalaman masih ada bu

13 Jun

Bagus tulisannya lengkap sbg informasi budaya...keren. Salam

07 Jun
Balas

Alkhamdulillah...saling memberi informasi, semoga ada manfaatnya bun.

13 Jun



search

New Post