Yunik Ekowati

Si sulung dari empat bersaudara cewek semua. Lahir di Sragen di bulan Juni, suka mencoba hal baru dan suka tantangan. Menggembala kambing sambil membaca buku ad...

Selengkapnya
Navigasi Web
SENI TAYUB YANG FENOMENAL
SENI TAYUB YANG FENOMENAL

SENI TAYUB YANG FENOMENAL

SENI TAYUB YANG FENOMENAL

Tantangan Hari ke-42#TantanganGurusiana

Menari, identik dengan figur seorang wanita yang cantik rupawan, seksi penuh pesona dan menimbulkan rasa penasaran. Pertunjukan yang sangat menjadi favorit dimasa feodalisme, masa yang belum pernah mengenal adanya kecanggihan ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti sekarang ini. Sebuah kesenian tradisional kerakyatan yang muncul pada masa kerajaan Singosari atau Singhasari, yang berada di daerah Jawa Timur didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222, lokasi sekarang berada di daerah Malang. Kesenian tersebut adalah Tayub, hingga sekarang masih sering kita jumpai meskipun hanya didaerah-daerah tertentu, khususnya di daerah pedesaan. Seperti daerah Jawa Timur, daerah Pati, Blora,Sragen terlihat masih ada pertunjukan Tayub saat acara pernikahan.

Kesenian Tayub merupakan suatu kesenian yang tumbuh dan berkembang dilingkungan masyarakat pedesaan. Di dalamnya terdapat beberapa unsur atau komponen yang sangat terkait satu dengan yang lainnya, antara lain: pengrawit atau nayogo, waranggono/ penyanyi sekaligus penari wanita atau Tledek, dan penari laki-laki dari penonton. Tayub juga sering di sebut tandhak, mempunyi bentuk penyajian yang unik, yaitu sang penari Tayub atau tledek saat ditengah-tengah menari sambil bernyanyi, mengajak penari laki-laki diantara para penonton, dengan cara mengalungkan selendang atau sampurnya ke leher penari laki-laki. Kemudian si penari laki-laki mengikuti gerakan sesuai iringan gamelan.

Menari saling berhadapan antar tledek dengan penari laki-laki, setelah selesai menari biasanya penari laki-laki memberi uang sebagai saweran kepada penari Tayub. Setelah penari Tayub merasa sudah cukup dalam membawakan tarian dan lagu atau tembang, maka dengan sangat sopan sang tledek memberi tanda berakhir dengan membungkung hormat kepada penari laki-laki, dan sampur yang digunakan sebagai property menari, diberikan kembali kepada tledek dan berpamitan turun dari panggung. Kemudian bergantian secara berurutan saling memberi kesempatan untuk bias menari dengan sang penari Tayub. Tetapi juga tidak jarang terjadi keributan karena saling berebut untuk bias menari dengan idolanya.

Ada nilai-nilai positif yang terkandung di dalam pertunjukan sebuah tari Tayub. Dilihat dari teknik penyajiannya, Tayub terdiri dari beberapa unsur atau elemen yaitu: gamelan, nayogo/pengrawit, penari wanita/tledek, penari laki-laki. Dari beberapa unsur tersebut harus disinergikan atau di mainkan sesuai dengan komposisi dan tugasnya masing-masing. Mereka mempunyai tugas dan fungsinya masing-masing, ada yang sebagai tokon sentra yaitu tledek, pengiring music atau yogo yang sangat berpengaruh dengan kesuksesan penampilan tledek, penari laki-laki yang mengimbangi keseruan saat berjalannya pertunjukan.

Adapun kata “Tayub” berasal dari kata dalam bahasa Jawa jarwodhosok “ditata kareben guyub” (diatur agar tercipta kerukunan). Mendengar kata Tayub, sangat melekat dengan kalangan masyarakat menengah ke bawah. Tayub merupakan perpaduan antara mitos tradisi masyarakat yang melambangkan kesuburan atau tarian untuk pergaulan dan mengasah kreatifitas atau kemampuan baik dari pengrawitnya, maupun penarinya. Sehingga dalam sebuah pertunjukkan Tayub akan mempunyai bagian-bagian yang memang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu unsur dalam Tayub tidak berjalan maksimal, maka akan mempengaruhi semua unsur dan jalannya pementasan.

Fungsi kesenian Tayub merupakan untuk menyambut tamu, ucapan syukur yang di tujukan kepada Tuhan Yang Maha Esa, melalui media Nyadran/sedekah bumi (bersih desa) atau keyakinan pada danyang (penunggu). Pada perkembangannya, tayub mengalami pasang surut dalam keberadaannya di masyarakat. Menuai kesan miring atau negatif terhadap keseniaan tersebut, terutama terhadap waranggana atau penarinya. Namun saat ini kesan tersebut sedikit memudar seiring perkembangan zaman yang makin modern. Sekarang, tayub lebih berfungsi sebagai hiburan maupun tontonan masyarakat. Sebab, dulu kesenian tayub mengadung unsur magis atau religius dimulai dengan membaca mantera, membakar kemenyan, menyajikan bunga setaman, sekarang sudah tidak lagi. Kesenian tayub mulai tergeser oleh budaya barat yang meracuni para generasi muda. Merupakan tanggung jawab dan PR besar bagi pelaku seni, demi menyelamatkan generasi muda harus bisa melestarikan budaya tayub tersebut agar tidak hilang maupun punah di tengah masyarakat yang serba modern.

Jika menengok kebelakang tentang kesenian Tayub, pada masa awal-awal muncul yaitu sekitar tahun 1222 M. Sangat mempunyai pengaruh yang penting dan menghibur masayarakat, tak heran jika kesenian Tayub sangat menjadi primadona saat itu. Berkembang di dalam masyarakat agraris, dinamisme, animisme dan berfungsi sebagai upacara ritual tertentu, tak heran selalu dekat dan mengalami perkembangan pesat saat itu. Berfungsi selain untuk upaca adat juga sebagai symbol tari pergaulan. Fungsi sebagai tari pergaulan ini, kadang masyarakat sering salah persepsi. Terbukti dengan munculnya beberapa adegan atau bagian-bagian yang tidak termasuk scenario dalam pementasan Tayub pada awalnya.

Seperti halnya, setelah mulai masuknya penjajah Belanda di Nusantara pertunjukan Tayub mulai ada acara minuman beralkohol, yang memang merupakan tradisi orang-orang barat. Kemudian adanya pemberian saweran dengan cara memasukkan uang ke dalam kemben bagian dada, padahal diberikan secara langsung dengan sopan dan etika yang seperti awal munculnya kesenian Tayub, justru akan sangat menambah nilai estetis dan kesopanan, serta mencirikhaskan adat ketimuran. Adanya oknum tledek yang mempunyai kebiasaan atau penyimpangan dalam keprofesionalan kerja, yaitu bisa diajak berkencan. Sehingga sangat menodai citra dan nilai luhur yang sebenarnya muncul dan tertanam dalam kesenian Tayub itu sendiri.

Bayangkan, apa jadinya ketika sebuah kesenian bernilai estetis tinggi di tampilkan dengan sangat tidak sopan atau tidak memenuhi norma-norma adat yang sudah disepakati. Generasi muda dan akhlak penerus bangsa akan tergerus dan menjadi rapuh. Sangat menjadi ironis, tatkala seni yang adiluhung yang seharusnya menjadi panutan, berubah menjadi tertawaan atau ejekan dan hinaan. Disinilah peran para pelaku seni yang sesungguhnya di munculkan dan mempunyai jiwa untuk melakukan pembenahan secara pribadi, orang lain dan lingkungan. Mengawali dari diri sendiri, baru orang lain. Seniman sangat kental dengan kebebasan, tetapi disini yang dimaksud kebebasana adalah suatau daya kreatifitas yang mengeksplor tentang kesenian yang disesuiakan dengan adat ketimuran, bukan moral yang menyimpang.

Membuat sebuah karya seni menjadi fenomenal, bukan dengan cara merubah fungsi kearah yang negative. Tetapi merubah dengan ide kreatifitas dari unsur-unsur yang ada di dalamnya. Mungkin dengan gerakannya lebih atraktif dan dinamis, konsep penyajiannya tidak harus berkeliling kampong, kostum dibuat lebih fleksibel tetapi menarik dan lain sebaginya. Masih banyak hal yang bisa dieksplor lagi, bukan penyimpangan dan sisi negative yang harus ditonjolkan. Karena hanya mengejar sebuah kata “sensasi” semata.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagus bgt. Sukses terus ya bu

08 Jul
Balas

Kereeeen, lanjutkan!!

07 Jul
Balas

siyaaaap pak...

07 Jul



search

New Post