Ketan Kinco
3Remidi #5 (harusnya #172)
Ketan Kinco
“Nenek saya jualan bubur, Bu.”
“Oh, ya. Bubur apa?”
“Ada bubur candil, sumsum. Bubur pedes juga ada, pokoknya semacam itulah.”
“Ketan kinco ada, nggak?”
“Ketan kinco nggak ada.”
“Dimana?”
“Di pasar Mugas.”
“Oh, dekat ya. Berapa seporsi?”
”Seribuan.”
”Oh, murah ya. Pesan deh, empat puluh bungkus. Besok kita makan bersama di kelas.”
”Serius, bu?”
”Candil” jawabku bercanda menyebut vokalis personal Seuriues. Mata Fery bersinar, senyumnya mengembang.
”Nanti pas istirahat ketemu Bu Yuni ya, Ibu kasih uangnya.”
”Uangnya besok saja, Bu.”
”Ndak. Bu Yuni ndak mau punya utang. Nanti kalo ada apa-apa sama Bu Yuni terus ndak bisa bayar utang, kan repot di akhirat, Fer. Ya kalo orangnya ikhlas ndak dibayar, kalo enggak?”
”Bu Yuni mau ketan kinco?” Mustofa yang dari tadi memperhatikan bertanya
”Mau dong. Bu Yuni sejak kecil suka banget sama ketan kinco.”
Beberapa hari kemudian di suatu pagi, Mustofa mendatangiku sambil membawa bungkusan kecil kertas makan berlapis daun pisang yang didalamnya berisi ketan kinco. Ternyata neneknya juga berjulan bubur. Aku termangu. Dalam hati aku berjanji bulan depan aku akan memesan lagi 40 bungkus bubur ke neneknya.
Jurusan Teknik Bangunan, 2010.
Catata Seorang Guru
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Jadi penasaran Ketan kinconya ni... sukses selalu