Tantangan Menulis H.118

Lalu lalang kendaraan yang mengitari Bundaran baru ini, teriknya sang surya,dan sesekali mendengar sirene mobil menjadi bagian dalam keramaian suasana hari ini. Namun tidak sedemikian sama dengan suasana hati Dany. Dirinya menghabiskan beberapa saat lebih banyak menyendiri setelah semangkuk es pijang ijo itu telah habis. Enggan rasanya untuk men’starter’ , dan segera kembali ke rumah.

Deringan mobile-phone nya yang berbunyi beberapa kali tak disadarinya. Dia mash sibuk memikirkan betapa sial nasibnya. Hampir tiga tahun ini bayangan yang menyakitkan itu tak pernah terhenti dalam lintasan benaknya. Jatuhnya prahara cintanya bersama Elena, membuat dia enggan mendekati sesiapa gadis lagi. Trauma yang dialminya ternyata telah membekas, sangat jelas bayangan luncuran undangan pernikahan itu, dan tak pantas pula Dany meneteskan air mata untuk pengorbanan perasaannya itu, yang lebih pantas disebut /Pekhianatan”

“Permisi, Mas,!” tiba tiba suara sesorang meyapa dengan lembut.

“O, silahkan, Mbak, Silahkan”, jawab Dany sambil embalikkan badan untuk sekedar mengetahui siapapemilik suara yang lebut itu.

“Mau numpang tanya, kalau mau ke Jalan Mangga Golek, kira-kira bagaimana caranya?” Tanya si empunya suara lembut.

Dany masih senyum-senyum sendiri. Ditariknya selembar kertas yang kososng ingin menggambarkan rute alamat yang ditanya oleh wanita mesterius itu. Dan…………….(bersambung)

Timika_Papua, 08 Agustus 2020