Yulia Daud

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ketika Kita Butuh Pengakuan, Bukan Sekadar Ingin Pengakuan

Ketika Kita Butuh Pengakuan, Bukan Sekadar Ingin Pengakuan

Kita selalu butuh pengakuan. Sederhana memang. Tetapi, begitu berarti untuk kita yang merindu akan pujian. Ketika dihadapkan dengan berbagai kritikan, selalu saja sanggahan yang diberikan seakan tidak berterima atas segala saran yang dilontarkan. Dunia sudah tidak mengasyikkan lagi katamu. Katamukah? Atau hanya kau saja yang acap kali merasa kesepian di saat tiada pujian yang didapatkan. Kita terlalu sering bermain dengan kata pun juga dengan kalimat yang disusun dengan rapi yang diketik oleh jari jemari melalui ponsel pintar.

Kini bertatap muka ketika berbicara tidaklah terlalu penting. Sampai sering merasa lupa bahwa ada semesta yang jauh lebih indah dibandingkan dengan kesenangan yang dunia maya tawarkan. Bahkan di saat mengirimkan sesuatu di media sosial, yang sering diperhatikan sesudahnya adalah “Sudah berapa yang like ya? Sudah berapa yang love ya? Sudah berapa yang lihat status ini ya? Sudah berapa yang komentar ya?” Hingga tiba di mana ketika orang yang diharapkan telah melihat apa yang kita unggah, sesaat itu juga kiriman tersebut dihapus kembali. Lalu berganti dengan kiriman yang baru lainnya. Dan lagi pengakuanlah yang dibutuhkan sekarang, ketimbang bertegur sapa juga berbicara secara langsung dengan lawan bicara.

Memang segala sesuatu yang mereka tampilkan di media sosial adalah hanya untuk menuangkan rasa bahagia terhadap semua pencapaian yang telah diraihnya. Kita sendiri bahkan tidak pernah tahu sekeras apa usaha dan doa mereka selama ini hingga akhirnya mereka bisa meraih itu semua. Hanya saja ada segelintir orang dan bahkan tidak terkecuali diri sendiri, seketika itu juga merasa iri di saat melihat itu semua. Sedih, kan? Semengerikan itu ternyata rasa iri yang ada di hati. Meskipun demikian, cobalah untuk menganggap segala pencapaian yang telah mereka raih agar dijadikan sebagai sebuah cambuk untuk kita.

“Enggak semua hal harus harus dijadikan status.”

“Enggak semua hal harus diperlihatkan ke dunia.”

Ya, mengabadikan jauh lebih penting, daripada menikmati setiap inci keindahan yang telah Sang Pencipta lukiskan untuk kita. Lantas akhir-akhir ini aku terlalu sibuk dengan mengabadikan. Sampai lupa menikmati setiap lukisan yang Ia cipta. Kamu juga, kan? Kepada diri sendiri yang haus akan pengakuan juga pujian dari kalian semua, untuk kali kesekiannya aku lupa bahwa nyata jauh lebih baik dibandingkan dengan fiksi yang menyuguhkan kebahagiaan sesaat. Sekian.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post