Kisah si anak montir menggapai mimpi
Part#1 Perjuangan seorang ibu
Tepat hari ini tanggal 6 Februari 1989 merupakan hari bersejarah bagi pasangan Bapak Atri dan Ibuk Susliani. Tepat di usia kandungan 9 bulan 15 hari, Ibu Susliani pergi ke puskesmas yang berada jauh dari rumahnya. Membutuhkan waktu 15 menit untuk berkendaraan dengan sepeda motor dari rumahnya. Sepanjang jalan degup jantung Susliani kencang karena, ini adalah anak pertama, pengalaman pertama melahirkan membuatnya takut menghadapi persalinan ini, apalagi mendengarkan cerita dari teman-temannya bahwa proses melahirkan itu secara normal itu sakit.
Setelah lebih kurang lima belas menit, hatinya tetap belum tenang, ia masih gundah gulana, menghadapi proses persalinan ini, suami yang selalu setia menemani tak henti-hentinya memegang tangannya sebagai pertanda bahwa ia ikut merasakan sakit yang di derita Susliani. Setibanya di puskesmas Susliani lansung dibawa ke ruangan bersalin, suami yang setia menenaminya tak henti-hentinya melepaskan tangan istrinya. “sebagai seorang perempuan yang ingin memiliki seorang anak, harus mampu menanggung rasa sakit yang akan dihadapi ketika melahirkan” ucapnya dalam hati mencoba menguatkan bathinnya.
Bidan desa memeriksa Susliani, “Baru bukaan 1 buk, kita tunggu ya sampai bukaan 10” kata Bidan .Sampai jam 17.00 WIB saya Susliani bukaan 6. Bidan memang selalu datang buat cek bukaan. Selama menunggu bukaan naik, saya jalan-jalan, tapi saat bukaan 8, saya sudah harus tiduran di kasur. Saat itu saya sudah nanya bidan terkait suntikan penghilang rasa sakit saat kontraksi, ternyata kata bidan harus menunggu bukaan 5.
Sudah jam 23.00 WIB, bidan datang kembali untuk cek, ternyata udah bukan 9, sehingga perkiraan dokter akan lahir malam nanti. Tepat hari senin jam 01.00 WIB sepertinya kontraksi makin menjadi. Bidan bilang sudah bukaan 10, semua peralatan bersalin telah disiapkan. Tapi bidan tersebut memberikan kabar buruk, proses persalinannya tidak bisa secara normal, dengan perasaan yang cemas Susliani bertanya “ trus bagaimana buk ?ucapnya . kita akan lakukan operasi Caesar. Tak ada yang dapat diperbuat Susliani selain pasrah, tenaganya sudah lemas, suami yang selalu memegang tangannya belum dapat menjawab apa-apa.
Dengan langkah cepat suami Susliani mengurus administrasi, begitu juga pihak puskesmas menyiapkan mobil ambulan karena jarak puskesmas dengan Rumah sakit lumayan jauh. Rasa panik yang di alami Susliani sangat tak terkendali lagi, di pegangnya erat-erat tangan suaminya seakan-akan membagi rasa sakit itu pada suaminya, sesekali kontraksi 2 menit sekali, sesampainya di Rumah sakit Susliani mesti menunggu persiapan ruang operasi dan dokter anastesi yang sedang dalam perjalanan. Susliani berteriak-teriak memanggil suster dan bidan, panik bukan main, dan air ketuban pecah. Akhirnya Susliani di bawa keruang operasi, tapi harus pindah tempat tidur, sebenarnya ia tak sanggup lagi angkat badan karena dibarengi dengan kontraksi 2 menit sekali. Tapi suster meyakinkan kalau kontraksi akan makin sering kalau Susliani tidak cepat pindah. Akhirnya ia pindah dan segera mengganti pakaian operasi. Di ruangan operasi Susliani tidak boleh ditemani oleh suaminya, sehingga ia sampai bilang sama suster supaya jangan tinggalkan ia sendirian.
Dokter telah siap dengan Obgyn dan Anestesinya, ia harus disuntik, tak ada yang bias diperbuatnya selain pasrah akan kelahiran buah hatinya. Rasa sakit suntikan sesekali membuatnya pasrah terhadap apa yang dilakukan suster dan dokter terhadap badannya. Banyak suntikan yang ia rasakan dipunggungnya. Susliani di beri masker oksigen, namun itu membuatnya merasa sesak nafas, suster mencoba untuk menenangkannya. “ jangan panik buk, ini akibat ibuk panik dan lelah jadi obat biusnya sampai ke kepala.” Ucap suster mencoba menenangkannya.
Terdengan suara tangis bayi menangis dengan kencangnya. Terbalas sudah rasa sakit yang selama ini di deritanya. Di sodorkan bayi itu ke pada Susliani untuk menciumnya. “ Alhamdulillah anak ibuk lahir dengan sehat, anak ibuk perempuan, sekarang ibuk harus istirahat dulu ya” ucap dokter. Ternyata bayi yang lahir dengan berat 3. 785 gr dan panjang 50 mengakibatkan ibu Susliana harus melahirkan dengan cara Caesar.
Tak terasa lagi rasa sakit dan panik yang di rasakan Susliani, begitu besar perjuangannya melahirkan buah hatinya. Namun tangisan anaknya mampu mengobati rasa sakit yang berjam-jam ia rasakan. Kini kebahagian tengah meliputi keluarga Bapak Atri dan Ibuk Susliani. Anak pertamanya yang mungil di beri nama Sutri Febriani. Mereka berharap anaknya menjadi anak yang sholehah berguna bagi keluarga, agama, bangsa dan Negara.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar