TEMPE, GINTANGAN BANYUWANGI JAGONYA !
Tempe merupakan makanan khas Indonesia. Tanpa membedakan strata, tempe di konsumsi hampir setiap hari. Tempe itu sendiri berbahan dasar kedelai, begitu pula dengan tahu, kecap, dan tauco. Kebutuhan kedelai nasional Indonesia akan kedelai yakni sekitar 3 juta ton. Serapan mayoritas untuk tempe dan tahu sendiri, sekitar 87%, sedang sisanya digunakan untuk produksi lainnya.
Tempe dengan cita rasa, saat ini sudah banyak dikembangkan di berbagai kota. Jenisnya juga beragam antara lain; original, bawang putih dan ketumbar. Pembuatan tempe melalui proses fermentasi. Dimana kedelai yang berbiji-biji akan disatukan oleh benang-benang fibril dari Jamur mikroskopis tertentu yang tumbuh menyilang dan memagut. Sehingga kedelai menyatu dan kenyal. Adapun beberapa jamur mikroskopis yang digunakan diantaranya Rhozopus oligosporus, RH, Oryzae, RH. Arrhizus dan Stolonifer. Jamur jamur ini biasa dikenal oleh orang kebanyakan dengan sebutan ragi. Proses peragian terkadang tidak langsung menggunakan ragi. Tetepi menggunakan tempe yang sudah cukup matang yang diiris-iris kecil, lalu ditaburlan diatas kedelai yang sudah siap untuk dijadaikan tempe..
Secara umum proses pembuatan tempe di berbagai tempat sama, namun tehniknya berbeda-beda, Begitu juga di Banyuwangi. Pembuatan tempe terus mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan jaman. Diantaranya pada wadah yang dipakai untuk mencetak sekaligus finishing proses pembuatan tempa. Sekarang sudah umum di masyarakat, tempe ditempatkan pada wadah plastik. Padahal tanpa disadari, dalam proses fermentasi tempe mengalami kenaikan suhu di waktu tertentu. Kita ketahui, bahwa plastik jika bertemu dengan suhu panas, maka partikel plastik yang mengandung zat aktif, bisa tidak menguntungkan bagi manusia yang memakan makanan tersebut. Namun dibeberapa tempat, tempe masih menggunakan pembungkus alami seperti daun pisang.
Daun pisang sangat baik untuk kesehatan tubuh, karena didalam daun pisang terdapat senyawa penting untuk tubuh. Kandungan dalam daun pisang antara lain; lignin, allantoin, hemiselulosa dan polifenol. Kesemua senyawa tersebut bisa berfungsi sebagai antioksidan yang sangat baik untuk tubuh. Selain itu, daun harganya sangat murah meriah dan masih banyak ditemukan di pekarangan rumah atau kebun.
Di Banyuwangi sendiri, produsen tempe tidak banyak yang mengunakan daun. Hampir 85% produsen sudah memakai plastik. Sedangkan 15% diantaranya masih menggunakan daun pisang. Memang tidak banyak produsen yang melakukan hal tersebut, namun masih ada juga yang menggunakan cara membungkus tradisional dengan daun pisang. Diantaranya di Desa Gintangan Rogojampi, yang membungkus tempe dengan daun pisang. Di Desa Gintangan masih terus melestarikan budaya membungkus tempe dengan daun pisang agar menjaga cita rasa dari tempe tersebut. Selain itu pemilihan daun pisang ternyata mempunyai filosofi di dalamnya.
Filosofi daun pisang diantaranya; dibungkus dengan 2 lembar daun pisang. Kalau tidak memungkinkan, maka bisa ditambah satu lembar lagi, 3 lembar tidak boleh lebih. Di artikan bahwa manusia hidup di dunia harus saling melengkapi satu dengan lainnya. Kalau seseorang ingin memberikan tempe mentah kepada tetangga, maka ada aturannya sendiri. Pertama] jumlah tempe minimal 3 atau kelipatan 3. Mengandung arti seperti hitungan Jawa pada umumnya, yakni 1. Lahir (kelahiran dan kehidupan), 2 Sandang (pakaian secara harfiah dan maknawiyah, dan 3. Pangan (makanan). Kedua; di tempe disatukan dengan tali pengikat. Diartikan agara mempererat ikatan persaudaraan atau kekeluargaan. Namun jika di logikakan, bisa juga dimaknai dengan agar tempe tersebut kelihatan bagus dan tidak kelihatan berantakan serta terlihat rapi. Hampir sebagian besar penduduk Gintangan membuat tempe secara mandiri. Resep andalan ditiap tumah mempunyai andalan sendiri sendiri. Andai di jual pun, biasanya tidak melebihi jam 10, tempe akan segera habis diburu oleh banyak orangdi luar desa tersebut. Nah, siapa yang mau mencoba tempe Gintangan ? sekali mencoba, pasti kepingin lagi...dan lagi.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar