SEBAPAK
#Tantangan Gurusiana
#Hari ke 26
Bagian XVI
Entahlah Lia tidak bisa menjawab semua pertanyaan yang menyeruak di benaknya. Airmatanya tiba-tiba saja keluar. Bang Erza melihatnya.
“Sudahlah Lia! Tak usah larut begitu. Memang begini keadaanya. Ikuti saja alurnya. Kalau memang harus seperti ini dulu, kita jalanin” Bang Erza menatap ibuknya, seolah minta pembenaran atas ucapannya.
“Hari Sabtu kita ke Padang. Ibu akan buatkan makanan kesukaan ayahmu. Erza kamu istirahatlah.” Jawab ibuk mantap.
“Ya buk, lagian Erza ga bisa nginap ya buk, Erza nanti habis Ashar balik ke Padang!”
“Kenapa tidak nginap? Apa kamu tidak lelah?”
“Ga apa-apa buk, lagian besok jadwal kuliah Erza jam 7. Ada tugas yang harus diselasaikan!” mendengar jawaban bang Erza, ibu tidak bertanya lagi. Ibu pergi ke dapur meninggalkan aku dan bang Erza di ruang tamu.
Bang Erza merogoh saku celananya. Lalu bicara setengah berbisik pada Lia
“Lia, ini abang ada uang. Kamu dan ibuk memerlukannya. Kamu ambil!” uang itu disodorkann pada adik perempuannya.
“Kenapa tidak dikasih langsung ke Ibuk? Ibuk pasti senang” ujar Lia. Matanya sedikit berbinar ketika melihat beberapa lembar uang ratusan ribu.
“Udah nanti kamu aja yang bilang”
“Tapi itu duit abang dapatkan dari mana? Abangkan masih kuliah”
“Ah....ga usah nanya itu duit dapatnya dari mana. Yang penting halal.”
“Tapi ga ada salahnya juga dikasih tahu? Kali aja bisa Lia tiru?”
“Gunakan ini” Bang Erza menunjuk kepalanya.
“Ootaak, maksudnya?”
“Hmmm...!”
“Kiraain gaji di toko!”
“Kamu mikirnya jangan sejauh itu. Abang bisa tinggal dan bayar uang kuliah aja dari sana udah Alhamdulillah. Itu uang abang dapatkan dari hasil translate bahasa Inggris anak kedokteran Baiturahmah. Abang buka jasa translate!”
Lia terdiam mendengar penjelasan abangnya. Memang untuk soal otak ia harus belajar dari Bang Erza. Otak encernya selalu banyak memberi kemudahan padanya. Makannya Lia bangga dan senang punya kakak seperti bang Erza.
Bang Erza meski umur mereka beda sebelas bulan dengan Lia tapi untuk pemikiran, Bang Erza melampui usianya. Abangnya sangat tekun dan sangat cepat mengerti keadaan.
“Li, situasi memang sulit. Tapi harusnya itu dijadikan penyemangat Li. Lihatlah ibuk. Apa kamu tidak ingin membahagiakannya?”
Ditanya seperti itu, lagi-lagi mata Lia berkaca-kaca. Bagi Lia selain ayah, abang dan ibunyalah yang menjadi penyemangat hidupnya.
Jarang sekali terlihat oleh Lia ibunya mengeluh pada saudaranya atau bermuram durja. Ibu selalu memperlihatkan seolah-olah sedang tidak terjadai apa-apa dalam rumah tangganya. Demikian juga dengan abangnya. Bagi Lia mereka berdua tampak tenang dan tidak begitu memperlihatkan riak yang menandakan kesedihan. Lia sepertinya memang harus belajar dari kedua orang terdekatnya itu.
“Menangis, marah boleh! Tapi apa itu bisa memperbaiki keadaan? Fokuslah dengan belajarmu. Sebentar lagi kamu tamat. Mudah-mudahan nanti juga bisa kuliah. Hati ibu dan ayah harus kamu jaga jangan sampai sedih. Setidaknya untuk saat ini kamu jangan banyak bertanya. Kamu di rumah berdua dengan ibuk. Hiburlah hatinya sebisamu”
“Usah pertanyakan lagi sikap anak ayah. mereka bagian dari kita” abangnya melanjutkan ucapannya.
“Iya tapi kita tidak bagian dari mereka” jawab Lia di hati.
“Liaaa, kamu bisakan?”
Lia menarik nafasnya dalam-dalam.
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
ditunggu kisah selanjutnya,,,
Insyaallah pak Burhani
kakak yg mampu memotivasiadiknya dlm keluraga, sungguh karakter Erzha yg baik jg Lia, ..tahu kondisi keluarga..lanjut bu..salam