Yessy Eria, S.Pd

Guru SMAS Muhammadiyah 2 Medan. Belajar adalah sebuah keharusan dan belajar adalah ibadah. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
SEBAPAK

SEBAPAK

#Tantangan Gurusian

#Hari ke 28

Bagian XVII

Waktu Ebtanas tiba. Lia tampak berkosentrasi. Ia ingin menutup ujian dengan hasil yang menggembirakan. Setiap malam dan setiap ada kesempatan tak pernah dilewatinya dengan percuma. Doa dan usaha ia lakukan demi bisa menjawab soal-soal ebtanas.

Doa diyakini oleh Lia bukan hanya sebagai ibadah seorang hamba pada Rabbnya, tetapi doa juga berarti berbicara pada Yang Maha Mendengar. Doa dijadikan senjata bagi Lia untuk ia bisa mengadukan segala asa dan rasa yang ada di hati.

Bagi Lia juga sebuah kesia-sian bila setiap munajatnya tidak dibarengi dengan usaha. Selepas Mahgrib menjelang Isya, ia dan ibunya tadarusan dan saling menyimak hafalan surat-surat yang ada pada jus 30. Ba’da Isya barulah mereka makan malam setelah itu membantu ibu berberes di dapur lalu masuk kamar.

Lia kembali bergulat dengan soal-soal. Setumpuk kumpulan soal-soal ebtanas 1995-2000 siap ia bedah. Buku-buku pelajaran SMA dari kelas satu hingga kelas tigapun sudah dihimpun dan dijamah olehnya. “ aku tidak boleh gagal, aku tidak mau hanya sekadar lulus, aku harus lulus dengan nilai yang sangat memuaskan” batin Lia.

Jam dinding sudah menunjukan pukul 23.50. Mata Lia mulai terasa berat. Hembusan angin malam yang menyelinap masuk lewat penitilasi kamarnya, membuat ia tak kuasa menahan kantuk. Tubuhnya pun mulai bergeser dari meja belajar ke kasur yang sedari tadi sudah menunggunya. Lia menghempaskan badannya. Namun sebelum bergolek mesra dengan kasur empuk diperaduanya, Lia tak lupa untuk berdoa dan menyetel alarm agar bisa bangun melaksanakan sholat Qiyamul lail.

Kriiiiiing....... kriiiiiing.... alarm Lia berdering dipukul 2.30. Meski menyisakan kantuk, tubuhnnya mulai berinsut lalu bangkit untuk mematikan alarm. Langkahnya gontai perlahan menuju kamar mandi untuk berwudhu.

Selesai melaksanakan 4 rakaat shollat tahajud, di tutup dengan 3 rakaat witir, Lia berzikir dan bermunajat pada Yang Maha Kuasa agar segala ikhtiarnya diberikan jalan kemudahan dan kelapangan atas situasi yang sedang dialami keluarganya. Kemudian, Lia kembali bergumul dengan buku-buku pelajarannnya hingga menjelang subuh.

......................

Ujian Ebtanas sudah usai. Anak-anak kelas satu dan dua yang tadinya diliburkan, kembali masuk sekolah. Hanya saja untuk kelas tiga langkah mereka terasa ringan, sebab tak ada lagi beban pelajaran yang meski ditanggung.

Sebagian dari mereka yang terlibat dalam kepanitian perpisahan sekolah, sibuk dengan segala persiapan tim. Pada sebagian lain yang tidak terlibat, ada yang bercengkrama di taman, di kantin ataupun di perpustakaan.

Bahasan mereka tidak jauh dari ujian yang baru saja selesai mereka hadapi, dan kampus mana yang kelak menjadi target mereka. Namun ada juga yang masih berdebar-debar berfikir apakah mereka lulus atau tidak dari ujian dan mendapatkan ijazah ataukah kembali menjadi siswa di sekolah yang mereka cintai itu. Bahkan ada pula yang merasa tidak mampu untuk kuliah karena keterbatasan biaya dan otak, memilih merantau atau bekerja membantu menjadi tulang punggung keluarga.

Hari itu Rabu, masih jam 8.30 pagi. Ada yang istimewa terasa oleh Lia. Ia tahu bahwa hasil Ebtanas belum dimumkan. Lia dan beberapa temannya di IPA 1 dipanggil ke ruang BK. Kedatangan mereka sudah disambut dengan jabatan hangat oleh Guru BK, walikelas dan wakil kepala sekolah. setelah itu tahulah Lia bahwa tujuan pemanggilan itu untuk mengabarkan bahwa mereka lulus di universitas lewat jalur PMDK.

Terbersit riang alang kepalang di hati Lia karena berhasil masuk kampus keguruan di kota Padang. Itu sesuai dengan cita-citanya, menjadi guru dan yang lebih membuat ia senang lagi adalah kampus itu sangat dekat dengan tempat tinggal abangnya. Namun seketika kabut bimbang dan ragupun menyeruak di sanubarinya.

Seketika air liur terasa pahit olehnya. Uang pendaftaran ulang meski mendapat keringanan 50% karena fasilitas PMDK, namun uang tersebut saat ini sangat besar bagi Lia jumlahnya. Darimana ia harus dapatkan biaya itu. “Bercerita ke ibu? Apa ibu punya uang? Bukankah usaha es ibu juga tersendat karana sudah banyak saingan?” oh andai saja ayah sehat bugar dan masih kuat tentu ia akan dengan mudah bercerita pada ayahnya. Tapi....

“Li...... “ lamunan Lia buyar ketika Andi menepuk pundaknya dengan gulungan kertas HVS.

“Kamu lolos PMDK khan?” tanya Andi

“Iya Ndi, alhamdulillah aku dapat di UNP” jawab Lia ringan

“Kamu gimana?” Lia balik bertanya

“Aku juga lulus Li..” jawab Andi dengan raut muka senang.

“Oh ya, dimana?” riang hati Lia mendengarnya.

“Aku Lolos di UNDIP” jawab Andi bersemangat.

“Semarang?” tanya Lia

“Iya”

“Selamat ya Ndi”

“Selamat untuk kita” jawab Andi langsung menyambar tangan Lia dan bersalaman.

******

Sabtu pagi semua wajah di SMA 1 Pariaman tampak ceria. Hari itu hari perpisahan bagi siswa kelas XII. Aktivitas belajar mengajar dikosongkan. Siswa kelas 1 dan 2 tetap memakai baju pramuka. Lain halnya dengan siswa kelas 3, hampir dari mereka semua mengenakan baju bebas. Sementara yang terlibat kepanitian memakai seragam khusus. Mereka ikut terlibat meramaikan acara perpisahan dengan berbagai kegiatan yang telah mereka susun seapik mungkin ala mereka.

Disela-sela acara perpisahan berlangsung, Andi, Mita dan Dodi berkumpul di tempat biasa. Tapi terasa ada yang kurang oleh Andi. Lia tidak ada diantara mereka. Andi bertanya-tanya dalam hati sambil matanya mencari-cari sosok Lia.

“Mit, Lia mana?”

“Kayaknya di sana?”

Mita menunjuk tenda bewarna dongker. Di depannya ada panggung. Di lihatnya beberapa kelas XII juga ada yang duduk di tenda.

“Hsst...kayaknya kita salah tempat. Harusnya kita duduk di sana!” Dodi bersuara

“Dimana?” tanya Mita

“Itu tu di tenda. Lagian ngapain juga di sini?

“Alaaah dari sinikan juga bisa ngeliatnya!” sergah Mita

“Udaaah kita ke sana yuuuk” ajak Andi menyeret tangan Dodi. Andi berharap bisa menemukan Lia di sana.

“Woiii...aku ditinggal. Tunggu...!” Mita sedikit berteriak sambil mengejar dua temannya itu.

Setiba di tenda, mereka mencari-cari tempat yang kosong. Semua kursi penuh. Sedikit berdesakan akhirnya mereka sampai juga di kursi paling depan. Di lihatnya di bagian tengah ada Kepala Sekolah beserta wakil dan guru-guru walikelas 12. Di antaranya juga ada para undangan dari perwakilan diknas kabupaten/kota padang pariaman. Mereka tidak begitu akrab dengan Bapak-Bapak itu.

Andi tak melihat ada Lia. Ia mulai gelisah. Acara perpisahan tak bisa dinikmatinya dengan baik tanpa Lia. Setelah pertemuannya di pantai dengan Lia, Andi berharap ini adalah pertemuan yang penting baginya untuk menyatakan kembali isi hatinya. Besok ia akan berangkat ke Semarang. Hari ini Andi akan kembali mengungkapkan isi hatinya pada Lia dan berharap Lia mau menjawabnya pula.

“Tapi Lia di mana? Tak inginkah ia hadir di acara perpisahan ini?” Mata Andi terus bergerilya mencari Lia “Ah mungkin Lia di toilet sekolah? Ah ga mungkin. Lia kalau ke taoilet tidak pernah sendiri, Selalu ada Mita yang menemani. Lia...Lia..Lia...kau di mana...?” jeritnya.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post