SEBAPAK
# Tagur hari ke 55
Bagian 23
Bus kota melaju membelah jalan. Sinar sang surya menembus dinding kaca bus. Sinarnya membuat kulit Lia terasa sedikit tersengat. Duduknya menjadi sedikit tak nyaman. Dari jendela bus ia melihat segerombolan anak sekolah saling bercengkraman sambil berjalan kaki. Itu membuatnya teringat akan sekolah.
Harusnya Lia berada di sekolah. Ini hari perpisahannya dengan pihak sekolah dan teman-teman. Betapa bersemangatnya ia kemarin untuk dapat menghadiri acara yang telah dipersiapakan panitia untuk melepas kelas XII. Namun sepertinya ia mulai paham bahwa manusia hanya bisa berencana. Kuasa sepenuhnya ada pada tuhan.
Terbayang olehnya walikelas sekaligus guru bahasa Inggrisnya Bu Nurhasanah. Bu Masyitah guru kimia yang dikaguminya. Lia kagum lantaran kesederhanaannya mampu memikat siswa. Pengetahuan agamanya yang dalam membuat siswa yang diajarnya makin segan. Ia juga satu-satunya guru perempuan yang sangat menjaga hijab. Ia manangkupkan tangan ke dada bila ada siswa laki-laki yang berusaha menyalaminya. Pembawaannya tenang dan runut dalam menyampaikan materi. Tidak pemarah, namun sorot matanya yang tajam, mampu membuat siswa-siswi berdebar. Meskipun ia tak berucap, kahadirannya mampu membuat siswa ingat akan akhirat.
Adalagi Bu Ramadhani guru fisika yang selalu membawa rol panjang saat mengajar. Kebiasaan itu juga sama dengan guru matematikannya Pak Arif Rahman. Mereka cocok sebagai pasangan suami istri. Ah..ada-ada saja kelakuan siswa yang seenaknya saja menjodohkan guru-gurunya. Bagaimana kalau mereka atau pasangan mereka mengetahuinya? Ini jelas tak mengenakan bukan. Namun itu semua tak pernah sedikitpun terpikirkan oleh kawan-kawannya. Lia jadi tersenyum-senyum sendiri.
Muka Pak Darmastok juga hadir dalam lamunan Lia. Ia guru biologinya. Kulitnya putih dengan perut sedikit buncit. Bibir merah dan rambutnya bergelombang. Bila menerangkan menggunakan bahasa Indonesia dengan logat Jawa. Tidak pemarah. Sekali marah bukannya siswa takut malah tertawa. Lalu bayangan tiga sahabatnya menari-nari pula dipelupuk mata. Lia tahu, pasti mereka mencari-carinya. Ah..tak terasa semua sudah berakhir masa putih abu-abunya. Masa itu itu diakhiri tanpa ia bisa menikmati hari perpisahannya. Alangkah sedih hatinya.
“Kiri da!” suara bang Erza membuyarkan lamunannya. Lia turun dari bus dan berjalan bersisian. Mereka memasuki gerbang yang bertulisakan selamat datang di rumah sakit Aisiyah. Lia memegang tangan ibunya dan berusaha menyamai langkah bang Erza yang terasa makin cepat.
Jarak lima meter Lia melihat uni Ani duduk disebuah bangku panjang. Sendiri.
“Uniii...!” teriak Lia.
Uninya menoleh namun tak membalas sapaannya.
“Ayah masih di ICU!” ujar uni Ani setelah mereka mendekati dan duduk di bangku yang sama.
“Kalau mau lihat ayah tungga nanti jam bezuk. Masuknya satu, bergantian aja!” Uni Ani bangkit lalu pergi
“Uni mau kemana?” sapa Lia
“Nyari makan”
“Oh....”
Sebenarnya Lia pengin ikut. Lia juga pengen nyari sesuatu yang bisa dijadikan pengganjal perut. Tadi waktu berangkat dari rumah mereka hanya minum segelas teh dan beberapa potong roti marie.
Bersambung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Semoga segera sembuh,,, Aamiin
Aamiin
Yah...bersambung. bagus bu
Sehat memsng mahal dan kita harus jaga sehat
Aamiin
Yah penasaran kelanjutannya, mantap bu
Smg ayahnya lekas sembuh bun.. Mantap
Aamiin
Smg ayah cepat sehat Bu
Smg ayah cepat sehat Bu
Aamiin