Bambang Tampan
Tentu, berikut adalah penulisan ulang Bab 1 dengan tambahan percakapan dan istilah medis yang sesuai dengan genre psikologis drama dan komedi gelap, mengingat gaya Ken Kesey:
---
Bab 1: Selamat Datang di Rumah Sakit Tampan
Pekanbaru, pagi hari. Kota ini seolah baru bangkit dari mimpi buruk semalaman, berjuang untuk membuka matanya di bawah langit yang penuh dengan awan tebal dan hujan yang belum berhenti sejak kemarin. Rumah Sakit Jiwa Tampan berdiri di tengah kabut pagi, seperti sebuah pulau misterius di lautan yang tidak pernah tenang.
Babang, dengan jas putihnya yang bersih dan wajah tampan yang tidak bisa dihindari, melangkah memasuki bangunan itu. Ia adalah dokter baru di rumah sakit ini, dan walaupun terlihat yakin dengan langkahnya, di dalam hatinya ada keraguan yang mengganggu, seperti bayangan yang mengintai di kegelapan.
“Selamat datang di Rumah Sakit Tampan, Dokter Babang,” kata seorang suster dengan senyum lebar yang terlalu formal. Namanya Suster Ratih, dan senyumnya, meskipun ramah, tampak seperti sebuah topeng.
“Terima kasih, Suster Ratih,” jawab Babang, berusaha menyembunyikan ketegangannya. “Di mana saya bisa menemukan ruang dokter?”
Suster Ratih menunjuk ke arah lorong panjang di sebelah kiri. “Langsung ke ujung lorong, Dokter. Ruang dokter ada di sana. Oh, dan jangan khawatir tentang pasien. Mereka hanya sedikit... berbeda dari yang biasanya Anda temui. Misalnya, pasien dengan diagnosis skizofrenia sering kali memiliki delusi yang sangat kompleks.”
Babang mengangguk, mencoba menyerap informasi itu. “Skizofrenia? Apakah mereka sering mengalami halusinasi auditorik atau visual?”
Suster Ratih tersenyum kaku. “Oh, tentu. Dan jangan terkejut jika Anda menemukan mereka berbicara dengan sosok yang hanya ada dalam imajinasi mereka. Tapi hati-hati, kadang-kadang halusinasi mereka bisa menjadi sangat nyata bagi mereka.”
Babang melangkah menuju ruang dokter dengan langkah mantap, namun pikirannya terus menerus dipenuhi oleh berbagai kemungkinan yang tidak menyenangkan. Di dalam ruangannya, ia menemukan meja yang bersih, kursi yang nyaman, dan rak-rak buku medis yang tertata rapi. Namun, suasana di ruang itu terasa berat, seolah ada sesuatu yang tidak dapat didefinisikan dengan jelas.
"Selamat pagi, Dokter Babang," sapa seorang pria dengan wajah serius yang muncul di pintu. “Saya Dr. Arif, kepala dokter di sini. Suster Ratih pasti sudah memberi tahu Anda bahwa rumah sakit ini memiliki cara kerja yang agak... unik.”
“Pagi, Dokter Arif,” balas Babang, berusaha menahan rasa penasarannya. “Saya sudah diberitahu tentang pasien-pasien dengan kondisi psikopatologis yang ekstrem. Apa pendekatan terapeutik yang biasanya diterapkan di sini?”
Dr. Arif mengangkat alisnya. “Di sini, kami sering menggunakan terapi kognitif-perilaku untuk mengatasi delusi dan halusinasi. Tapi kami juga mencoba metode-metode yang lebih kreatif, seperti terapi seni dan terapi musik, untuk membantu pasien mengekspresikan diri mereka. Terkadang, metode konvensional saja tidak cukup.”
Babang mengernyitkan dahi. “Apakah ada pasien dengan gangguan kepribadian multiple atau gangguan obsesif-kompulsif di sini?”
Dr. Arif mengangguk. “Kami memiliki beberapa pasien dengan gangguan kepribadian multiple. Mereka bisa sangat menantang, terutama ketika mereka berganti-ganti identitas di tengah sesi terapi. Gangguan obsesif-kompulsif juga cukup umum, dengan ritual dan obsesi yang bisa sangat mempengaruhi keseharian mereka.”
Babang merasa keringat dingin mulai membasahi dahinya. “Saya akan ingat itu. Apakah ada hal khusus yang perlu saya perhatikan dalam penanganan kasus-kasus ini?”
Dr. Arif menatap Babang dengan tatapan tajam. “Jangan terjebak dalam ilusi mereka. Terkadang, pasien dengan gangguan jiwa ini bisa membuat Anda meragukan kewarasan Anda sendiri. Tetap objektif, gunakan penilaian klinis yang solid, dan jangan ragu untuk meminta bantuan jika Anda merasa kewalahan.”
Selama beberapa menit berikutnya, Babang mengikuti Dr. Arif melalui berbagai bangsal rumah sakit, memperkenalkan dirinya kepada staf dan pasien. Para pasien yang ia temui beragam, dari mereka yang berbicara dengan dinding hingga mereka yang berdebat dengan bayangan. Ada sesuatu yang aneh dan membingungkan tentang interaksi mereka—seperti mereka berada dalam dunia yang terpisah dari realitas yang biasa.
“Selamat pagi, Pak Hasan,” sapa Dr. Arif kepada seorang pasien yang sedang duduk di ruang tunggu. “Bagaimana perasaan Anda hari ini?”
Pak Hasan, yang mengenakan piyama rumah sakit dan tampak memandangi jari-jarinya yang bergerak-gerak, menjawab, “Saya merasa seperti sedang berada di luar angkasa, Dokter. Semua gravitasi sepertinya hilang.”
Babang merasa terjebak di antara rasa ingin tahunya dan kegelisahan. “Pak Hasan, apakah Anda bisa menggambarkan lebih lanjut tentang perasaan Anda di luar angkasa itu?”
Pak Hasan menatap Babang dengan tatapan kosong. “Semuanya terasa ringan, seperti balon udara. Tapi terkadang, saya merasa terjebak di dalam balon itu, tidak bisa keluar.”
Di akhir tur, Babang kembali ke ruang dokternya dengan kepala penuh dengan pertanyaan. Ia duduk di mejanya, memandang foto-foto di dinding dan dokumen-dokumen yang belum tersentuh. Mungkin inilah awal dari perjalanan yang penuh dengan tantangan yang tidak pernah ia bayangkan.
Dari luar, suara-suara aneh mulai terdengar, seolah-olah rumah sakit ini sedang berbicara dalam bahasa yang hanya dapat dipahami oleh mereka yang benar-benar berada di dalamnya. Babang menarik napas dalam-dalam, siap untuk memasuki dunia yang tampaknya menyimpan lebih banyak rahasia daripada yang pernah ia duga.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar