Bhineka Tunggal Ika dalam Sutasoma dan Islam
Secara historis istilah 'Bhinneka Tunggal Ika" berasal dari kitab Sutasoma merupakan kakawin berbahasa Jawa Kuno. Kitab itu dikarang oleh Mpu Tantular pada abad ke-14. Kutipan Bhinneka Tunggal Ika terdapat pada pupuh 139 bait 5. Kitab yang dikarang pada masa Kerajaan Majapahit ini memiliki makna historis, dimana kerajaan yang memiliki beragam agama dan kepercayaan ini tetap berharap adanya kerukunan. Arti istilah Bhineka Tunggal Ika ini dalam bahasa Indonesia diartikan dengan beraneka ragam dan satu. Dalam konteks bangsa Indonesia diartikan dengan beraneka ragam ras, suku bangsa, agama, budaya, dan adat istiadat, namun tetap dalam satu bingkai bangsa Indonesia.
Sejarah membuktikan, Indonesai sudah lama hidup di dalam keaneka ragaman (kepercayaan, warna kulit, suku bangsa, agama, bahasa) tetapi tetap rukun dan damai, hingga dapat mengantarkan Bangsa Indonesia sebagai bangsa merdeka dan berdaulat.
Para tokoh pendiri bangsa ini menyadari sepenuhnya bahwa keberagaman adalah sebuah realitas yang tidak bisa dihindari di negeri ini. Karenanya semboyan Bhinneka Tunggal Ika ini sengaja digunakan agar menjadi jembatan emas penghubung menuju pembentukan Negara berdaulat serta menunjukkan kebesarannya di mata dunia.
Maka sebagai generasi selanjutnya, generasi yang hidup dimasa kini haruslah bersungguh-sungguh dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya kesadaran dan penerapan riil oleh seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali, tentu Indonesia akan hancur dan terpecah belah. Dan tentu tidak boleh terjadi di negeri kita tercinta ini.
Dalam buku filsafat Pancasila yang ditulis oleh Sumadi Suryabrata, setidaknya ada empat prinsip Bhinneka Tunggal Ika, yaitu: (1) Common Denominator, artinya keaneka ragaman yang ada tidaklah membuat bangsa ini menjadi pecah. Seperti adanya 6 agama yang ada tidaklah membuat agama-agama tersebut untuk saling mencela. Dalam arti lain perbedaan-perbedaan di dalam agama tersebut haruslah dicari common denominatornya (mencari persamaan dalam perbedaan) demikian halya dengan perbedaan yang lainya (ras, suku bangsa, budaya, adat istiadat) harusla dicari kesamaannya, sehingga semua rakyat yang hidup di Indonesia dapat hidup di dalam keanekaragaman dan kedamaian. (2) Tidak Bersifat Sektarian dan Enklusif, artinya semua rakyat Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan menganggap bahwa dirinya atau kelompoknya adalah yang paling benar, paling hebat, atau paling diakui oleh yang lain. Maka kebijakan negara terhadap pelarangan bentuk ujaran yang mengandung unsur kebencian, perlu diapresiasi. Dengan demikian sikap inklusif, yaitu sikap terbuka terhadap perbedaan yang ada dapat terus dipupuk dan ditumbuh suburkan. Segala kelompok yang ada dapat saling memupuk rasa persaudaraan, mayoritas tidak memperlakukan minoritas ke dalam posisi terbawah, sebaliknya minoritas juga tidak harus memaksakan kehendaknya secara berlebihan, hingga melahirkan ketidakadilan. (3) Tidak Bersifat Formalistis dan simbolis, artinya Bhineka Tunggal Ika bersifat universal-menyeluruh, dan dliandasi rasa cinta mencintai, hormat menghormati, percaya mempercayai, dan saling rukun, sebagaimana tujuan filosofis sila ke 3 Pancasila "Persatuan Indonesia". (4) Bersifat Konvergen, artinya bila terjadi masalah, bukan untuk dibesar-besarkan, melainkan dicari titik temu.
Perspektif Al-Qur'an Bhinneka Tunggal Ika adalah "sunatullah" yang tidak bisa dihindari. Dalam arti lain Allah menciptakan manusia berbangsa dan bersuku agar saling mengenal. Sebagaimana dijelaskan dalam surat Al hujuraj 13 yang artinya: Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Jika difahami secara mendalam, bahwa mengenal adalah kondisi seseorang yang memiliki kemampuan untuk memahami orang lain "termasuk perbedaan yang dimiliki setiap manusia". Dan tentu sunatullah ini tidak lain karena manusia diciptakan sebagai mahluk yang sempurna. Dan dengan kesempurnaan ya, menjadikannya akan senantiasa berupaya menjadi mahluk yang terbaik, mahluk yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi lainnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar