Bangganya Mendaki Gunung Legendaris
Senja merayap ketika bis kami beranjak meninggalkan Bandung. Tengah malam kami tiba di Merak. Bersambung menumpang Verry selama 2 jam yang menyebrangkan kami ke Bakauheni. Kami menunggu waktu subuh di Bakauheni. Perjalanan berlanjut dengan menggunakan angkot menuju dermaga Canti. Setelah sarapan pagi kami bertolak ke pulau Sebesi dengan kapal motor. Kami menikmati pelayaran ini, lautan biru dan ombak yang bersahabat membuat kami begitu bersuka cita.
Di perjalanan menuju pulau Sebesi, kami singgah terlebih dahulu di pulau Sebuku, sebuah pulau kecil yang cukup indah yang terletak disekitar gunung Krakatau. Di sini kami diberi penjelasan oleh interpreteur Pa Titi Bachtiar tentang semua yang terjadi di pulau ini dan sekitarnya. Banyak sekali material yang dulu diterbangkan oleh gunung Krakatau saat meletus, salah satunya adalah batu apung. Kamipun diperbolehkan mengambil satu batu apung untuk dibawa.
Bermalam di pulau Sebesi
Bermalam di pulau Sebesi dan menempati rumah penduduk sebagai home stay yang telah dipersiapkan panitia. Pulau yang sepi dengan sedikit penduduk dan kebanyakan mata pencaharian penduduk bertani yang menghasilkan buah kelapa serta palawija lainnya.
Setelah dibagi kelompok kami memasuki home stay untuk istirahat. Udara panas menyelimuti Sebesi, Kasur tipis berjejer telah terpasang untuk tidur kami. Penerangan di pulau ini bersumber dari genset yang hanya menyala sampai tengah malam selanjutnya penerangan berganti dengan lilin.
Mendaki Gunung Legendaris
Jam 3 dini hari kami berangkat menuju Krakatau dengan kapal motor yang sama. Masih pagi ketika kapal merapat di Kawasan Cagar Alam Krakatau. Lidah ombak bergulung-gulung membelai bibir pantai yang diselimuti pasir hitam. Mengundang rasa tak sabar untuk lekas meloncat dari kapal agar segera menjejakkan kaki di permukaan pantainya yang ditutupi pasir hitam. Di kepulauan vulkanik ini tak ada dermaga. Untuk mendarat di pantai, kami harus menggunakan tangga kayu kecil yang mudah bergeser tiap kali diterjang ombak. Tentu saja kamipun berbasah-basahan karena turun masih di kisaran air selutut.
Di pelataran gunung terdapat sebuah plang nama bertuliskan “Cagar Alam Krakatau”, terpancang tak jauh dari pantai. Di dekat plang itu, di bawah pohon-pohon, ada beberapa papan informasi yang tertancap di jalan setapak menuju jalur pendakian, berisi sejarah singkat Krakatau yang dapat dibaca sendiri oleh pengunjung.
Anak Krakatau adalah sebuah kepulauan vulkanik aktif yang terletak di Selat Sunda yang memisahkan Pulau Jawa dan Sumatra dengan status cagar alam.
Puncak Gunung Anakkrakatau tidaklah tinggi, bila melewati jalur memotong hanya memerlukan waktu setengah jam pendakian. Medan berupa pasir pulkanik dengan kemiringan 30 derajat tidak terlalu berat untuk didaki. Tetapi kali ini saya dan teman-teman mengambil jalan melingkar ke sebelah kiri punggung gunung.
Bagi saya, bisa menjejakkan kaki di sini tentu menjadi sebuah pengalaman berharga dan hal paling penting dari perjalanan ke tempat seperti ini adalah mempelajari sejarah erupsi yang dipaparkan oleh interpreteur kami dan kemudian mendaki sampai ke puncak. Subhanallah … sekeliling kawasan gunung berapi ini memiliki pemandangan yang menawan. Di sisi kiri, Pulau Rakata dengan dua pulau lainnya, Pulau Panjang dan Pulau Sertung. Sejarah mencatat, lebih dari seribu tahun yang lalu ketiga pulau itu merupakan satu kesatuan gunung besar bernama Gunung Krakatau Purba. Letusan mahadahsyat terjadi pada tahun 416 Sebelum Masehi (SM) sehingga membentuk kaldera besar dengan diameter 10 km, menyisakan empat pulau yaitu Pulau Sertung, Pulau Rakata, Pulau Panjang dan Pulau Cupu, Gunung Perbuwatan dan Gunung Rakata dalam satu pulau yang kemudian diberi sebutan Gunung Krakatau. Sensasi mendaki gunung legendaris tentu menjadi sesuatu yang menarik untuk dirasakan. Di puncak Anakkrakatau kami berfoto bersama untuk kemudian setelah puas kami turun ke bawah.
Saat turun kami bersuka cita menuruni pasir vulkanik, kami berpegangan sambil berlari. hanya memerlukan waktu singkat untuk sampai di bawah. Saat dipijak, tanah dan bebatuan yang tidak padat memang membuat langkah menjadi mudah. Pasir-pasir halus berhamburan, debu-debu pun berterbangan. Saat kaki maju kaki merosot layaknya bermain ski di pasir waww … asyiknya.

Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar