Sudaryanti

Yanti adalah nama panggilan. Bekerja sebagai guru MTs Negeri 2 Pontianak kelahiran 6 Juli 1973 di Kota Ketapang. Pendidikan terakhir S-2 Bahasa Indonesia. Ibu d...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kado Impian Nayra (Part 25)

Tantangan menulis 60 hari (hari ke-40)

#tantanganGurusiana

Kado Impian Nayra (Part 25)

Beberapa bulan ini Devi merasa tidak fokus bekerja. Kesehatan Arya masih menjadi prioritasnya. Untunglah masa pandemi begini tidak terlalu banyak pengunjung yang datang ke instansi mereka. Terlebih teman-teman sekantornya juga cukup memahami keadaannya. Namun, hari ini ia harus menahan rasa malu yang memukul hatinya. Ya, tadi menjelang istirahat Tiara menanyakan keadaan Arya. Hanya sebuah pertanyaan sederhana yang lazim didengarnya belakangan ini. Sikap Tiara yang ramah membuat Devi betah berlama-lama bicara dengannya. Perbincangan mereka seputar usaha yang telah dilakukannya demi kesembuhan sang suami. Tiara manggut-manggut mendengarkan maklum.

“Menurut saya hanya Mbak Devi yang bisa menyembuhkannya,” gumam Tiara.

“Bagaimana caranya? Aku bukanlah seorang dokter,” keluh Devi.

“Jika dokter mengatakan tidak ada penyakit yang diderita suami Mbak mungkin sakit itu gara-gara kebiasaan yang kurang baik. Kurangilah mengajaknya bercinta, Mbak. Keserakahan Mbak bisa membunuh Pak Arya. Kasihan Arya. Tidak ada lelaki yang mampu dengan cara bercinta seperti itu. Sungguh aneh pula, Mbak sendiri kelihatannya oke-oke saja ya? Atau jangan-jangan suamimu terkena guna-guna. Di daerah kita banyak orang pintar. Bawa saja ke sana Mbak.”

Tiara menutup kalimatnya sambil tersenyum menepuk pundaknya. Dalam pandangan Devi itu adalah seringai. Tiara sepertinya tahu dengan apa yang telah terjadi dalam rumah tangganya bersama Arya. Senyuman itu tak ubahnya sebuah ejekan terhadap keinginannya untuk menguasai Arya seutuhnya. Devi hanya bisa tersenyum kecut dan mengangguk kecil saat Tiara meninggalkannya.

Dengan kesal Devi meninggalkan kantor dan bergegas pulang. Sepanjang perjalanan pikirannya berkecamuk. Rasa takutnya akan kehilangan Arya sangat beralasan. Ia tak punya senjata untuk mempertahankan cinta Arya. Beberapa bulan ini Arya sangat tergantung kepadanya. Sikap Arya saat sakit begini sangat manja. Ini membuatnya bahagia. Namun Ia juga berharap Arya segera sembuh, Arya telah membuatnya repot membagi waktu kerja dan mengurus suami. Untung saja ia tak punya anak. Teringat hal terakhir tadi hatinya berdesir halus. Andai ia punya anak bersama Arya tentulah keadaan tak akan seperti ini. Ia tak perlu meminta bantuan Wak Andak Morsan. Skuter metiknya memasuki halaman rumah. Devi segera membuka pintu dan menerobos ke dalam.

Sementara itu di dalam kamar, Arya sedang mematut diri. Ia merasa agak sehat hari ini. Tubuhnya terasa ringan. Belasan kilo lemak dan dagingnya memang telah menyusut karena demam yang sering dialaminya. Dipandanginya wajah dalam cermin. Ia tampak lebih kurus. Dua tulang selangkanya kompak menyembul dan mencipta dua cekungan di samping leharnya yang jenjang. Wajahnya pun terlihat lebih tua. Ia mencoba tersenyum. Lipatan kulit di sudut bibir dan sudut mata telah pula bertambah. Bukan hanya itu warna kulitnya juga jauh lebih gelap.

Puas mencermati keadaanya Arya kembali ke tempat tidur. Berbaring sembari memejamkan mata. Pendengarannya menangkap suara langkah kaki menuju kamar lalu membuka pintu. Kasur tempatnya baring terasa bergerak. Lalu hangatnya dengusan napas menerpa belakang telinganya. Aroma parfum yang sangat dikenalnya membekap penciumannya. Bulu tengkuknya berdiri oleh gairah yang merasuk. Arya menahan gejolak rasa birahi yang seolah menghentak akal sehatnya. Sekuat tenaga ia menahan napas dan memejamkan mata. Dadanya terasa sesak. Mendadak ia melompat bangun dan menghindar. Lalu dengan mata yang masih terpejam ia membuka pintu kamar.

Arya membuka matanya lalu berjalan cepat ke beranda. Dihelanya napas dalam-dalam. Dadanya yang tadi akan meledak terasa lebih lega. Dihempaskannya tubuh di kursi kayu beranda. Sial. Tulang pinggulnya membentur sandaran kursi yang keras. Rasa sakit menjalar di sepanjang tulang belakang. Napasnya mendadak kembali sesak. Mulutnya menganga menahan sakit yang tak terperi. Agaknya tadi Ia lupa kalau tubuhnya kurang berisi hingga benturan yang dialami akan langsung bersenggolan dengan tulang bukan lagi daging seperti dulu. Diusapnya pinggulnya yang masih tersa nyeri. Ia mengeluarkan napas dari mulut dan berharap rasa sakitnya lebih berkurang.

“Kenapa, Bang?”

Jantungnya berdebar kencang. Suara wanita yang didengarnya membuatnya terperanjat. Hatinya mengumpati ketidakberuntungannya yang bertubi-tubi.

“Tidak ada apa-apa. Aku hanya perlu udara segar. Bosan kelamaan di kamar,” ucapnya pelan. Ia berusaha membuat suaranya terdengar normal. Bagai anak kecil yang merasa terancam lelaki itu menundukkan kepalanya menghindari tatapan wanita di depannya.

“Abang baik-baik saja, kan?”

Devi berusaha meyakinkan perasaannya sendiri. Bagaimana tidak? Arya yang betingkah aneh dengan meninggalkannya di kamar tadi telah memancing rasa khawatirnya. Devi menarik kursi lalu duduk di sana. Ditatapnya sosok di sebelahnya. Dipegangnya wajah Arya dengan kedua tangannya. Suaminya memang tampak jauh berubah. Setiap orang yang melihat perubahan ini akan langsung menyimpulkan bahwa lelaki ini sedang sakit. Tubuh kurus dan mata yang cekung. Namun kening itu tidak panas. Benarlah jika Arya tidak demam. Devi sedikit lega.

Arya memalingkan wajahnya ke halaman. Menatap kucing yang sedang menggali tanah di pojok di samping pohon lengkeng. Pastilah si pussy ingin buang hajat pikirnya. Air liurnya mengembang. Ia kembali membuang muka menahan rasa mual. Dari ekor matanya ia melihatnya Devi meninggalkannya. Dengan iseng Arya mengedarkan pandang. Tanpa sengaja matanya kembali ke samping pohon lengkeng tadi. Si Pussy sudah pula berlalu dari sana. Matanya menangkap sesuatu. Dengan penasaran ia berjalan mendekat. Sebuah benda bulat sebesar bola kasti tergeletak di tanah bekas galian kucing tadi. Arya melihat sekelilingnya. Tidak ada orang. Perlahan ia membungkuk. Tangannya meraih benda tadi dan mengamatinya. Dahinya berkerut. Benda berbentuk bola berwarana hitam seperti terkena jelaga. Dengan curiga diusapnya permukaan bola hitam itu dengan daun lengkeng. Ia terkesiap. Ternyata benda itu adalah sebuah jeruk. Refleks ia lemparkan benda tadi ke sudut pagar rumah. Beberapa rantingdan daun kering dikumpulkannya unuk menutupi bola hitam. Setelah itu ia buru-buru masuk ke rumah.

“Bang, mau makan?” tanya Devi melihat kedatangannya.

“Tidak. Aku mau tidur saja.” Arya menjawab sambil berlalu ke kamar.

Ia merebahkan tubuhnya di dalam kamar. Hatinya tak tenang memikirkan temuannya tadi. Arya paham betul bola hitam itu memang jeruk santet. Orang-orang di sini menyebutnya tuju. Tuju biasanya terbuat dari jeruk dan telur. Saat terbang, tuju menyerupai bintang berekor. Apabila terbuat dari jeruk warna apinya biru kehijauan. Sedangkan yang terbuat dari telur akan berwarna merah jingga. Niat jahat orang yang mengirim tuju bisa saja gagal apabila dalam perjalanannya benda itu dilihat orang yang paham lalu menunjuk ke arahnya. Benda terbang itu akan seketika padam dan langsung jatuh ke sungai atau hutan.

Jeruk santet itu sekarang berada di halaman rumah ini. Arya mengira-ngira siapa gerangan penghuni rumah yang disasar? Lalu siapa yang mengirimnya? Apa alasannya? Penghuni rumah ini cuma mereka bertiga; Devi, Mak Leha dan Arya. Arya tercekat. Darahnya tersirap. Apakah ini jawaban dari mimpinya? Apakah ini penyebabnya sakit berbulan-bulan ini? Pertanyaan-pertanyaan itu memenuhi benaknya. Lelaki itu sadar Ia tak boleh gegabah. Ia harus mencari tahu melalui sahabatnya secara diam-diam. Sudah lama ia tak bertemu sahabatnya itu dan memang tidak mudah untuk menghadirkannya di rumah ini. Ia tak mungkin mengenalkan Devi kepada sahabatnya. Sahabatnya pun tidak akan datang jika ia tak memenuhi semua persyaratan yang diajukannya. Arya harus mencari cara. Arya larut dalam pikirannya yang kalut. Ia kembali memejamkan mata dalam kewaspadaan ekstra.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ternyata .. smoga kita dijauhkan dari santet dan sihir ya Bu...

09 Jul
Balas

Aamiin ya rabbal aalamiin. Iya pak

09 Jul

Wahhh..serem...Tapi kerennn...Ditunggu next episode nya.....

09 Jul
Balas

Terima kasih bun

09 Jul

Tambah kenceng Bu Semangatnya. Makin serem ceritanya. Mana ada santet segala. Tapi keren!

09 Jul
Balas

Gula2 Pak

09 Jul

Hhhhmmmmhh... Santet...horor ya Bunda..??

09 Jul
Balas

Pemanis cerita bun

09 Jul

Siapa yang telah mengirimkan santet?.. penasaran bun... keren ceritanya.. ditunggu lanjutannya

09 Jul
Balas

keren bun, semangat terus

09 Jul
Balas

Terima kash bun

09 Jul



search

New Post