Yani Nuraeni, S.Pd.,M.M.Pd

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
SERPIHAN BUTIR KERAMIK

SERPIHAN BUTIR KERAMIK

SERPIHAN BUTIR KERAMIK

Edisi: Hak

Oleh:

Yani Nuraeni

#Hari ke 12#

#Tantangan Gurusiana 12#

Bayangan sederetan peristiwa yang dialami Aisah dimulai dari penodongan air sofgun di bawah dagu Aisah, tebasan pisau daging yang hampir mengenai jari Aisah disertai pembekapan mulut Aisah dengan sebuah bantal membuat Aisah ketakutan dan lebih memilih diam menghadapi sifat, perilaku,dan tabiat Yopi yang kasar dan mudah ringan tangan. Aisah lebih sering menyendiri meskipun berada di tempat bekerjanya.

Siang itu, tanpa di duga oleh Aisah. Yopi menjemputnya di tempat bekerjanya. Ketakutannya pada perilaku kasar Yopi, membuat Aisah merasa khawatir dengan tindakan dan perkataan Yopi yang acapkali menyakiti hati Aisah.

Selama dalam perjalanan Aisah hanya diam, ia tak ingin memulai percakapan.

Tiba-tiba Yopi memulai berbicara, " Aisah, andai kamu mati lebih dulu, hak aku sebagai suamimu apa?," tanya Yopi dengan bibir atas agak di siniskan.

"Maksudmu hak apa?", Aisah balik bertanya sedikit mengerutkan keningnya, heran atas pertanyaan Yopi.

"Aku kan bangunkan rumah untuk kita berteduh, nah itu kan pakai biaya uang, sedangkan uang itu uangku", kata Yopi meninggikan suaranya.

" oh, aku pikir sudah merupakan kewajiban seorang suami memberi perlindungan rumah terhadap istrinya. lagian rumah itu berdiri di atas tanahku dari alm Baoakku kemudian atas persetujuan ijin ibuku di bangun rumah, dan aku juga membiayai pembangunan rumah tersebut, dari aku uang dan tanah dab aku harus merelakan menebang sebuah pohon rambutan peninggalan alm Bapakku. Lagian, kenapa pula harus ada pertanyaan semacam ini, kau berandai-andai aku mati lebih duluan. Sebaiknya kita berdoa semoga Allah memberikan umur panjang agar bisa bersama menikmati hari tua bersama anak-anak, para menantu, dan cucu-cucu", ucap Aisah tanpa sedikitpun mencurigai maksud dan tujuan Yopi.

" Masa kamu tidak paham atas pertanyaan aku, aku hanya minta hakku sebagai suami kamu, Aisah!!", Bada syara Yopi meninggi. Sontak Aisah terperanjat, " Hak apa, Yopi. Aku sungguh tidak paham". Aisah menimpali pertanyaan Yopi.

" oh, kamu tidak mengerti atau kamu bodoh", Suara Yopi melengking ke telinga Aisah.

Tanpa diketahui Yopi, dari mulai Yopi bicara tentang hak. Tangan Aisah terus mengirim chat WhatsApp nya ke Lurah dan Sekretaris desa perihal peralihan hak tanah, dan ke notaris yang dulu membuat pemisahan sertifikat induk ke atas namanya. Ketiganya memberikan keyakinan bahwa tanah tersebut merupakan mutlak hak milik Aisah.

Aisah masih dalam ketidakpahaman atas pertanyaan Yopi, lagi-lagi Yopi mengajukan pertanyaan tidak sepantasnya diutarakan, namun dari pertanyaan inilah sedikit demi sedikit Aisah mulai memahami maksud dan tujuan pertanyaan Yopi.

" Nih Aisah, dengarkan ya dan jawab!", telunjuk tangan Yopi mengarah ke wajah Aisah, " jika aku yang mati lebih duluan, kedua anakku mendapatkan hak warisan dari aku sebagai Bapaknya, dan ingat warisan aku hanya uangku sebesar Rp.40 juta yang menempel di bangunan rumah yang belum jadi. Walaupun demikian, kamu harus berikan untuk kedua anakku. Ingat Ausah tifak ada yang gratis!", Yopi bicara mulai sinis sembari mengangkat bibir atasnya.

" Astagfirullah Yop, kok begitu sih. kupikir kau membangunkan rumah sebagai kewajibanmu sebagai suami memberikan perlindungan, tidak tahunya menjadi hitungan", jawab Aisah dengan perasaan mulai merasakan firasat buruk bakal terjadi kekerasan terulang kembali terhadap dirinya.

" Jawab pertanyaan aku, Aisah!!", Yopi berkata semakin meninggikan nada bicaranya dan menancap pedal gas kecepatan tinggi.

" Baik, aku jawab. Rumah itu berdiri di atas tanah aku. Latar belakang tanahku adalah warisan dari alm. Bapakku dan sertifikat atas namaku sebelum aku menikah denganmu. Di dalam bangunan rumah itu, ada uangku sebesar Rp. 20 juta. Karena kamu meminta aku untuk membagi warisan yang kamu miliki untuk kedua anak kamu maka aku akan jual bangunan rumah tersebut ke menantuku, lalu uang hasil penjualan bangunan rumah tersebut aku bagi. Aku paham cara pembagian warisan, apakah mau ikuti nawaris atau adat", jelas Aisah dengan hati kecewa atas perilaku dan sikap Yopi yang ternyata tidak tulus menikahnya. Iya, ada misi tertentu di dalam hati dan pikiran Yopi, entah apa yang akan terjadi terhadap diri Aisah pada hari-hari esok dan hari-hari yang akan datang.

Yopi melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, membuat Aisah semakin ketakutan dengan dilontarkankanya perkataan sangat menyakitkan hati Aisah, " Aisah, kamu tuh harus tahu ya!, aku tuh banyak teman pengacara, notaris, dan aku meskipun tidak lulus kuliah hukum tapi aku paham tentang warisan. Dulu aku menikahi kamu tuh seorang janda yang memiliki tanah luas, kostan banyak kan? ", Yopi bicara seolah ia yang paling paham.

"Iya, tetapi tanah luas dan kostan yang aku miliki tersebut telah ada sebelum aku menikah denganmu, dan semua yang aku miliki itu riwayat kepemilikan dari alm Bapakku, dari warisan alm. Bapakku. Bukan hasil keringatku", Aisah menimpali pertanyaan Yopi dengan penuh ketegasan.

Namun sayang, Yopi terus berdalih dengan berkata beberapa teman pengacaranya dan notaris bisa mengambil semua kepemilikan Aisah dengan argumen Yopi meskipun tanah dan kostan tersebut milik Aisah karena Aisah menikah dengan dirinya maka tanah dan kostan tersebut menjadi harta gono gini dengannya", tutur Yopi dengan nada seolah benar pernyataannya.

Namun Aisah memiliki keyakinan tidak akan pernah bisa beralih nama kepemilikan, keyakinannya diberikan keyakinan oleh Kepala Desa, Sekretaris Desa, dan Notaris. Mereka terus mengingatkan Aisah agar tidak menuliskan apapun di atas kertas.

Kendaraan yang mereka tumpangi, tiba di halaman rumah. Yopi dengan amarahnya meletup-letup membantingkan pintu rumah, masuk ke dalam ke rumah Lalu Aisah mengikuti dengan semua ketakutannya. Benar saja dugaan Aisah, belum sempat Aisah membuka kerudungnya, Yopi tak terkendali menyeret tubuh Aisah dan menjatuhkan tubuh kurus Aisah ke atas kasur tanpa ampun membekap mulut Aisah dengan sebuah bantal dan tubuh Yopi menindih tubuh Aisah. Aisah pun meronta-ronta melepaskan bekapan bantal yang menyumbat mulutnya. Napas Aisah tersengal-sengal..

BERSAMBUNG..

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Woww...suami yang sadis...keren Bu

24 Jun
Balas

sadis banget

27 Jun

Bagus Bun! sebagus penulisnya

24 Jun
Balas

Alhamdulillah.terima kasih bu

27 Jun

Lanjut Bu Yan...

24 Jun
Balas

in syaa Allah

27 Jun



search

New Post