IBUKU SEORANG MUALAF
Oleh : Wiwi Amaliati
Kisah ini ku tulis dan kususun berdasarkan cerita dari nenekku sebagai sumber informasi yang akurat.
Ibuku berasal dari tanah seberang, desa Majene,Provinsi Sulawesi Selatan sebelum terjadi pemekaran wilayah yang kini menjadi wilayah Sulawesi Barat. Dan ayahku berasal dari suku Jawa kelahiran Sumatera yang disebut juga sebagai Pujakesuma (Putra Jawa kelahiran Sumatera).
Pada saat itu ayahku bertugas sebagai anggota TNI – AD yang hanya berpangkatkan Sersan, beliau ditugaskan di daerah konflik pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan yang dipimpin oleh seorang tokoh bernama Abdul Kahar Muzakkar kala itu.
Dengan penuh rasa tanggung jawab dan jiwa kebangsaan yang tinggi, beliau menjalankan tugas negara menjaga keamanan dan kedaulatan Negara Republik Indonesia (NKRI).
Di daerah itu pulalah ayahku menemukan jodohnya, yaitu ibuku yang sangat ku rindukan.
Ibuku terlahir dan dibesarkan dalam keluarga Kristiani yang sangat taat dalam menjalankan ibadahnya, ayah dari ibuku seorang pendiri dan pendeta di salah satu gereja, tepatnya desa Majene.
Sementara ayahku beragama Islam dan hidup dalam norma – norma keislaman yang diterapkan dalam keluarga besar ayah. Salah satu pembiasaan rutinitas keagamaan yang dilakukan adalah sholat lima waktu.
Saat ayah mempersunting ibuku untuk menjadi pendamping hidupnya, ibu masih berusia empat belas tahun dan masih duduk dibangku sekolah menengah pertama, beliau diberikan kepada ayah sebagai hadiah, bahwasanya ayah telah menyelamatkan salah satu anggota keluarga ibuku dari sanderaan pemberontak. Keluarga ibuku mengadakan sayembara, barang siapa yang dapat membebaskan dengan selamat anggota keluarganya dari sekapan pemberontak akan diberikan hadiah, berhak memilih salah satu anggota keluarga yang perempuan untuk dijadikan isterinya.
Disinilah jiwa patriot ayah sebagai laki – laki tertantang untuk melakukan sesuatu, agar mendapatkan isteri idamannya.
Yah, berjuang mengamankan wilayah dari pemberontakan, seraya mengadu nasib meraih atau mencari isteri idaman. Pepatah mengatakan, “ Sambil menyelam minum air”
Dan akhirnya saudara laki – laki dari ibuku yang tersandera oleh pasukan pemberontak pun dapat di selamatkan dan terbebas dari sekapan pemberontak tersebut.
Dengan rasa suka cita bercampur haru, keluarga ibuku mempersilakan ayah untuk memilih salah satu anak perempuannya untuk di persunting sebagai isteri ayah.
Akhirnya terpilihlah ibuku yang masih muda belia dan masih berstatus pelajar menjadi pendamping hidup ayahku.
Ibu dan ayahku menikah secara adat yang disaksikan oleh atasan ayah dan dari pihak keluarga besar ibuku.
Setelah resmi ibu menjadi isteri ayahku, maka pendidikan ibukupun terputus hingga sampai kelas dua sekolah menengah pertama. Kandaslah harapan ibuku untuk menggapai cita – citanya.
Ibuku dengan pasrah dan hanya diam seribu bahasa, mengikuti jalan takdirnya..
Selama enam bulan ayah melaksanakan tugas di Majene, beliau kembali ke kampung halaman dengan membawa hadiah, yaitu ibuku tercinta.
Semua keluarga dari ayahku dan tetangga – tetangga terdekat pun turut gembira menyambut kedatangan ayah dan ibuku.
Terlihat raut wajah dan sikap nenekku yang begitu bahagianya menggandeng dan memeluk erat ibuku penuh haru hingga butiran air mata jatuh membasahi pipinya.
Keesokan harinya sesampainya dikampung halaman,ibuku di syahadatkan kembali beliau mengucapkan dua kalimat syahadat, bukti kesaksian ibu bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad Rasulullah dengan dituntun oleh petugas dari departemen agama dan disaksikan oleh beberapa warga setempat.
Setelah acara pensyahadatan selesai, ibu dan ayahku dinikahkan kembali secara hukum islam yang tercatat dan tertuang dalam undang – undang perkawinan.
Kini ibuku menjadi seorang mualaf dan anggota baru di lingkungan kehidupan keluarga besar ayahku.
Hari, bulan,dan tahun terus berjalan seiring waktu……
Tanpa terasa ibuku telah menjalani kehidupannya bersama ayah dan meninggalkan keluarga besarnya selama sepuluh tahun. Dan sudah dianugerahi keturunan enam orang anak hasil buah cinta kasihnya.
Namun sangat disayangkan, selama ibu menjadi isteri ayah ,ibu tidak pernah dibimbing dan diajarkan tentang aturan dan pengamalan ajaran islam. Sehingga ibuku setelah menjadi mualaf pun beliau tidak pernah melakukan sholat lima waktu dan tidak pernah menjalankan puasa pada saat bulan Ramadhan.
Ibuku tetap saja membaca dan mengimani keyakinannya dengan membaca kitab suci Injil atau Bibel yang dibawa dari kampung halamannya, bekal yang dititipkan opah(kakekku) kepada ibu.
Ibu lebih banyak menjalani hidup sehari – harinya bersama nenekku (ibu dari ayahku), ketimbang dengan ayahku sebagai suaminya.
Ayahku jarang dirumah, beliau sibuk dengan tugas negara yang selalu berpindah – pindah. Sesekali ayah pulang hanya untuk menjenguk keluarga dan mengambil perlengkapan ganti nya.
Kasihan ibuku, hidup dalam keterasingan,jauh dari sanak – keluarga, sebagai mualaf, tidak ada yang membimbing dalam menganut agama barunya, masih usia belia, memiliki keturunan yang tidak sedikit, bahkan sedang mengandung diriku lagi.
Cukup berat ujian yang ibuku alami, tetapi ada nenekku yang setia dan begitu perhatiannya kepada ibuku.
Menurut nenek, ibuku seorang wanita cantik,tegar, lembut, pendiam, penyabar dan dermawan.
Beliau jarang berbicara apalagi berkeluh kesah, ibu lebih sering menyendiri di kamar asyik dengan kitab sucinya. Anak – anaknya lebih banyak dirawat oleh nenek dan bibiku yang kebetulan berdekatan rumah dengan rumah nenek.
Ibuku tinggal bersama nenek beserta anak – anak hasil buah cinta ibu dan ayahku,karena ayah lebih banyak tinggal dimana ia di tugaskan.
Genap usia kandungan ibuku mencapai sembilan bulan sepuluh hari, lahirlah diriku yang mungil dan lucu ke dunia yang fana ini.
Kelahiranku disambut dengan rasa suka cita oleh keluarga besar ayahku.
Nenek yang membantu persalinan ibu melahirkanku dengan dibantu pamanku sebagai mantri kesehatan di daerah itu.
Kakakku yang sulung mengabari ayah bahwa ibu telah melahirkan diriku dengan selamat.
Begitu ayah mendengar kabar yang menggembirakan itu, ayah segera memohon izin untuk menjenguk ibuku. Pimpinan mengizinkan ayahku untuk pulang bertemu dengan keluarga intinya. Ia diberi cuti selama sepekan.
Dalam perjalanan pulang ayahku……
Takdirpun tak dapat ditentang, ibuku menghembuskan nafasnya yang terakhir…
Innalillahi wa inna Ilaihi rojiuun…. Selamat jalan ibuku tersayang… semoga ibu husnul khotimah dan ditempatkan di Surganya Allah Surga Firdaus…Aamiin.
Kini bayi yang terlahir itu telah tumbuh dewasa dan tetap menjadi anak yang tidak pernah lupa mendoakan ibu dalam setiap hembusan nafasku.
Ibuku menghadap Sang Khaliq dalam keadaan Islam yang Kaffah yaitu seperti yang tersurat dalam Q.S. Al – Baqarah ayat 208 yang artinya, “ Wahai orang yang beriman, masuklah kamu dalam Islam, janganlah kamu mengikuti langkah – langkah syaitan. Sungguh syaitan itu musuh yang nyata bagimu”.
Ibu, engkau menjadi mualaf adalah jalan yang benar dan dalam keridhoan Allah SWT.
Engkau tidak melaksanakan perintah Allah dalam sholat dan berpuasa itu bukan kesalahanmu ibu, dan bukan pula kelalaianmu .
Engkau tidak tau apa yang harus perbuat dengan keyakinanmu yang baru.
Tapi engkau tetap menjalankan ibadah seperti yang ibu tahu dan ibu lakukan sebelumnya.
Engkau adalah wanita yang taat, tegar, dan sabar dalam menjalani takdir kehidupanmu.
Ibu….engkau adalah seorang hamba yang taat dan berbakti kepada kedua orangtuamu.
Kini aku sebagai anakmu pun harus bisa menjadi Hamba allah yang taat dan berbakti kepadamu ibu…
Ibu…. Meskipun kita belum pernah bersua , suara merdumupun belum pernah kudengarkan,dan kasih sayang serta belaian lembut tanganmu tidak pernahku rasakan, tapi aku yakin ibu…..
Kita akan berkumpul dan bercanda ria disana kelak disurganya Allah Yang Maha Rahim, yaitu Surga Firdaus ..Aamiin.
Tenang dan damailah ibuku dalam pangkuan Allah Azza wa Jalla.
Doaku untukmu ibu, “Allahummaghfirlii waliwaalidayya war hamhuma kamaa Robbayaanii shagiiroo”. Aamiin.
Januari, 19 Januari 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar