Adiva (part 2)
***
Dua puluh satu tahun yang lalu.
Kesalahan terbesar yang pernah Papa lakukan selama perjalanan pernikahannya dengan Mama adalah menghadirkan wanita lain dalam hati Papa, tanpa sepengetahuan Mama. Bukan saja menghadirkan wanita itu dalam hati, Papa juga menghadirkan wanita itu dalam perjalanan hidupnya. Papa menikahi wanita itu tanpa sepengetahuan Mama. Wanita itu bernama Rahayu. Ia teman sekantor Papa. Hubungan Papa dengan Rahayu benar-benar tersimpan rapih. Tak ada satu orang pun di kantor yang mengetahui hubungan Papa dengan Rahayu.
Setahun setelah pernikahannya dengan Rahayu, Papa dikarunia seorang anak perempuan yang kemudian ia beri nama Adiva. Anak pertama dan menjadi anak satu-satunya dari hubungan Papa dan Rahayu. Karena setelah melahirkan Adiva Rahayu harus kembali kepada sang Maha Pencipta.
Mas, jika nanti aku tidak berumur panjang, sedangkan kamu dan anak kita masih Allah berikan umur, maka aku titip anak kita kepadamu ya, Mas. Jaga dan rawat dia. Cintai dia layaknya kamu mencintai anak-anakmu yang lain. Kata Rahayu seminggu sebelum masa persalinannya. Apa yang dikatakan Rahayu, seolah menjadi wasiat bagi Papa.
Adiva tidak langsung Papa bawa ke rumah saat itu. Hampir dua tahun pertama Adiva dirawat oleh neneknya, Ibu dari Rahayu. Papa mulai membawa Adiva ke rumahnya saat sang Nenek harus menyusul Rahayu menghadap sang Maha Pencipta.
Mama yang saat itu melihat Papa kembali ke rumah dengan membawa Adiva, langsung memborong Papa dengan berbagai pertanyaan. Semua pertanyaan Mama dijawab Papa dengan sangat jujur. Namun, semua jawaban yang Papa berikan justru menjadi amarah yang tak terelakkan dari Mama. Walau akhirnya Papa serta Adiva diperbolehkan untuk tetap berada di rumah itu, setelah Papa membujuk, merayu, hingga berjanji banyak hal kepada Mama.
Mama terluka. Sangat terluka dengan pengkhianatan yang telah Papa lakukan. Bagi Mama, memaafkan segala kesalahan Papa bukan berarti menutup luka dalam hatinya saat itu juga. Mama mencoba ingin menerima Adiva layaknya anak sendiri. Namun, bayang-bayang Papa dengan Rahayu membuat Mama tidak bisa menerima Adiva sepenuhnya. Hingga akhirnya yang diterima Adiva selama tujuh belas tahun berada di rumah itu adalah sikap Mama yang tidak bersahabat dengannya.
***
“Jadi, apa yang sudah kamu dengar dari Mama mu tadi, itu benar, Nak. Kata Papa mengakhiri ceritanya sambil menundukkan pandangan. Papa tak berani menatap wajah Adiva yang kecewa juga terluka setelah mengetahui semuanya.
Adiva kecewa juga terluka setelah mendengar semuanya dari Papa. Dadanya seperti terhantam sesuatu yang sangat keras. Menyesakkan! Namun, di balik segenap rasa sakitnya Adiva bersyukur. Karena Allah telah menjawab segala doanya. Allah telah membantunya menemukan jawaban dari segala pertanyaan yang selalu menghantuinya selama ini.
Pa, bagaimanapun masalalu Papa, yang penting Diva anak Papa, dan selamanya menjadi anak Papa. Jangan takut, Pa. Diva enggak akan membenci Papa. kata Adiva sambil menggenggam tangan Papa. Seolah ia bisa membaca apa yang sedang dipikirkan dan juga yang ditakutkan Papa.
Papa tidak mengira dengan reaksi yang diberikan Adiva. Papa menatap dalam ke mata Adiva. Meyakinkan apa yang sudah didengarnya. Adiva tersenyum. Senyuman yang ia rasa akan meyakinkan Papa sekaligus menguatkan dirinya sendiri.
Mama masih tak bergeming di samping Papa. Wajah dan tatapan matanya pun masih saja dipalingkan dari Adiva.
Ma, apapun yang sebenarnya terjadi, tapi bagi Diva, Mama tetaplah Mama untuk Diva. Kata Adiva sambil menyentuh lengan Mama.
Mama hanya meilirknya sesaat, dan kembali melemparkan pandangannya ke sembarang tempat.
Ma, mulai hari ini, mulai saat ini, Diva mohon, berdamailah dengan Diva. Izinkan Diva merasakan memiliki Mama seutuhnya. Atau paling tidak, izinkan Diva merasakan pelukan Mama, walau sesaat lamanya. Diva mau merasakan seperti bang Adri dan Ka Kinan rasakan, Ma. Begitu dekat, begitu harmonis dengan Mama. kata Diva sambil menatap sang Mama. Sedangkan Mama masih saja tak bergeming.
Ma, Diva sayang Mama. Siapapun Diva sebenarnya, dan siapapun Mama sebenarnya. Bagi Diva, Mama tetaplah orangtua Diva. Lanjut Diva.
Kini Mama memandang hanya pada satu titik. Lantai kamarnya. Mama belum ingin membalas tatapan Adiva. Mama masih mencoba menerima setiap perkataan yang Adiva ucapkan.
Diva tau, Ma. Diva hanya oranglain buat Mama. Diva hanya anak yang menggoreskan luka buat Mama. Tapi bagi Diva Mama adalah Ibu untuk Diva. Orang penting dalam hidup Diva. Apapun yang terjadi, Diva tetap sayang Mama. Sekalipun sekarang Diva tau yang sebenarnya, Diva tetap sayang Mama. Terimakasih untuk izin tinggal yang Mama berikan selama tujuh belas tahun ini. Sekali lagi, Diva mohon Ma, berdamailah dengan Diva. Lanjut Diva berteman tetesan air mata yang sudah membasahi wajahnya.
Mama pun menolehkan wajah ke arah Adiva. Akhirnya, dinding es yang sekian tahun membeku membatasi ruang cinta dan sayang Mama kepada Adiva mulai mencair. Mama balik menatap Adiva sambil membalas genggaman tangan Adiva, tanpa berkata apapun, serta mencoba tersenyum untuk Adiva. Senyuman pertama yang Adiva dapatkan dari Mama.
Terimakasih duhai Allah, yang kini yang kini telah membukakan semua jawab atas pertanyaan ku selama ini. Tempatkan Ibu di sisi-Mu Ya Allah. Dan berkahi Mama yang sudah menjadi Ibu bagiku selama ini.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kisah seorang anak yg mencari kebenaran Keren
Heppy ending ....