Widya Bahri

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Ramadhan, Ragamu yang Hilang

Ramadhan, Ragamu yang Hilang

Sebuah kondisi yang tidak pernah terbayangkan oleh siapa pun, pandemi global mengawali 2020 yang sejatinya penuh dengan harapan baru. Sejarah menorehkan kisah pilu dari berbagai sisi, dengan regulasi yang mengharuskan seluruh aktifitas manusia di rumahkan, sosial distancing digalakkan, tingkat kewaspadaan manusia terhadap manusia lain meningkat dengan meluasnya penyebaran virus covid-19.

Sukabumi kami, Kota kecil dengan sejuta cerita menjadi salah satu yang terdampak atas pandemi ini. Tentu di luar sana ada banyak cerita terkait dampak covid-19. Kehilangan pekerjaan, ketidak siapan mereka yang harus terus berada di dalam rumah, mereka yang justru tidak punya pilihan untuk tetap ke luar rumah, hingga yang terparah baru-baru ini covid-19 berdampak pada banyaknya kasus kelaparan.

Di luar itu, satu sisi mencatat kisah ramadhan di tengan pandemi Covid-19. Sangat kontradiktif dengan ramadhan-ramadhan sebelumnya yang selalu ramai oleh hiruk pikuk dan euforia menyambut bulan penuh keberkahan. Ramadhan dengan raganya yang senantiasa bertabur kebaikan juga kebahagiaan.

Jalanan tak pernah sepi bahkan beberapa disulap menjadi pasar ramadhan yang selalu penuh sesak. Aktifis baik sosial maupun keagamaan hadir dengan rangkaian program kegiatan ramadhan. Rumah-rumah makan yang selalu ramai pengunjung, acara buka bersama, seminar juga kajian ramadhan di berbagai tempat. Yang paling menjadi pusat perhatian adalah penjual aneka menu berbuka sepanjang jalan protokol di Kota Sukabumi hadir sebagai raga dari ramadhan itu sendiri.

Lain dengan kini, ketika saya terpaksa harus keluar rumah harus pula menyaksikan fakta bahwa Sukabumiku lain dari biasanya. Melewati jalan Veteran I dan II menuju R.E Martadinata ke Jl. Siliwangi hingga sepanjang Jalan RA. Kosasih, saya menyaksikan sendiri betapa ramadhan ini benar-benar telah kehilangan raganya. Tidak lagi tampak jalanan yang padat, semua lengang dan sepi bahkan di jam-jam menjelang berbuka, dimana saat itu biasanya diramaikan mereka para pemburu segala jenis makanan penggugah selera, kini nyaris tak ada. Kehangatan di rumah-rumah makan yang biasanya di padati pengunjung hilang seakan tak bernyawa, jejak-jejak ramadhan rasanya sulit ditemukan.

Sesak dada menyaksikan fakta di depan mata, begini rasanya menangis tanpa air mata. Pilu membayangkan akan sampai kapan kondisi semacam ini berlangsung?. Ramadhan yang dinanti tak sesuai ekspektasi. Segeralah pergi wahai pandemi!, kami rindu pada ia yang senantiasa hadir dalam euforia penuh kehangatan, kembalikanlah raganya.

Hanya jiwa yang merasai kehadiran ramadhan tahun ini. Sekalipun raganya seakan hilang, ramadhan tetaplah ramadhan. Esensinya tetap terletak pada bagaimana menjadikan ramadhan yang dilewati menjadi ramadhan yang lebih baik dari ramadhan sebelumnya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post