Supiati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Kekasihk, MilikNYA

Kekasihk, MilikNYA

#Cerpen

Judul : Kekasihku, milikNYA

Oleh : Supiati

Suara ayam berkokok bersahutan, pertanda hari telah pagi. Udara segar berhembus membuat suasana terasa lebih dingin dan segar. Zain begegas bangun dari tempat tidurnya langsung menuju kamar mandi lalu melaksanakan sholat subuh. Sebagai hamba yang taat pada perintah agama, ia tak penah ketinggalan dalam hal ibadah sebagai tanda syukur atas karunia yang telah dilimpahkanNya.

Cahaya mentari mulai nampak di ufuk timur. Zain berharap akan membawa harapan cerah hari ini. Liburan dua minggu di kampung, benar-benar membuat hati dan pikirannya fres, penuh semangat untuk memulai kembali aktifitas sebagai ASN.

Zain mengeluarkan sepeda motornya ke depan teras rumah kos-kosan tempat ia tinggal, dan langsung memanaskan mesin motornya.

“Kok, perasaanku ndak enak ya...?”

“Ah, sudalah, ndak usah dipikirin.”

“Mungkin aku kecapean dari kampung kemarin.” bisik hatinya.

Semoga mereka di kampung baik-baik saja.

Zain bergegas menuju tempat tugas dengan mengendarai sepeda motornya. Lima belas menit kemudian, ia telah sampai di sekolah. Sudah banyak siswa yang hadir di sekolah. Mereka langsung berlarian menyambut pak Zain, guru yang sangat mereka senangi.

“Assalamu’alaikum, pak guru!”

“Wa’alaikumsalam, anak-anakku.”

Anak-anak berhamburan menyalami, ada pula yang memeluk gurunya. Nampak di wajah anak-anak itu kalau Zain adalah guru yang menyenangkan. Pak Zain sosok guru idola bagi siswa sekolah dasar. Beliau pandai menyelami hati anak-anak muridnya. Mengajar, mendidik dan bercerita sesuai tingkat pemahaman anak-anak. Maka tak heran jika anak-anak sangat menyenangi beliau.

Selesai bersalaman dengan siswa-siswinya, pak Zain langsung masuk ke ruang guru. Di ruang guru sudah ada teman guru yang hadir, demikian pulaak Khairil selaku kepala sekolah. Setelah saling menyapa, Zain meletakkan tas ranselnya di atas meja tempat duduknya,dan membuka handphon miliknya. Ekspresi wajahnya berubah.

“Assalamu’alaikum kak. Semoga kakak baik-baik yaa. Maaf kak, Dinda Cuma mau bilang, kalau papa sejak semalam sakit kak. Papa muntah darah.”

Itulah isi pesan WhatsApp dari Dinda, adiknya.

Zain menghela nafas dalam-dalam, kemudian menjawab whatsapp dari adiknya. Ingin hatinya menelpon langsung pada Dinda, namun ia tidak mau terdengar oleh rekan guru yang lainnya. Apalagi ibu Juwita, yang super duper cerewetnya. Bahkan bu Juwita iri dan cemburu jika ada guru yang minta izin walaupun untuk hal yang sangat mendesak.

“Waalaikumsalam. Dek, tolong papa bawa dulu ke puskesmas ya! Nanti kakak segera pulang.” Pinta Zain pada Dinda.

Wajah Zain tampak murung. Hari pertama masuk sekolah setelah liburan, ia mendapat kabar bahwa ayahnya sakit. Pikirannya kacau. Antara tugas dan keluarga, sama-sama penting untuk didahulukan. Apalagi ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur semester. Keluarga di kampung mengharapkan Zain harus pulang. Zain bingung.

Zain merupakan anak pertama dari lima bersaudara. Dialah satu-satunya tumpuan harapan keluarga. Zain dianggap orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi di kampung itu, bisa menyelesaikan masalah, terlebih masalah keluarganya. Maklum, kampung kelahiran Zain, masih sangat terbelakang, terutama di bidang pendidikan. Anak-anak jarang yang mau melanjutkan sekolah. Bahkan tamat SD pun jarang. Oleh karena itu, jika ada orang yang berpendidikan lebih tinggi, merekalah yang diharapkan bisa dalam segala hal.

Zain diam sejenak, kemudian berjalan menuju ruang kepala sekolah. Dia hendak menyampaikan permohonan izin, agar dia bisa pulang mengurus ayahnya yang sakit.

“Permisi pak, boleh saya masuk?”

“Oh silahkan !” jawab pak Khairil sambil mempersilahkan Zain duduk.

“Maaf sebelumnya pak. Saya barusan dapat kabar bahwa papa sakit. Jadi saya harus pulang pak. Kasian, tidak ada yang bisa mengurus papa. Maaf, dengan berat hati saya minta izin untuk beberapa hari pak.”

Di depan kepala sekolah, Zain menunduk dengan mata berkaca-kaca. Pak Khairil sosok pemimpin yang bijaksana. Semua bawahannya merasa senang dibawa kepemimpinan beliau. Beliau paham betul apa yang dirasakan oleh Zain.

“Silahkan pak Zain untuk pulang dulu ke kampung, adik-adik pasti sangat membutuhkan bapak.’

“Saya hanya bisa berdoa, semoga papanya cepat sembuh seperti sedia kala.”

Zain di mata kepala sekolah adalah guru yang rajin dan penuh tanggung jawab. Dengan senang hati kepala sekolah mengizinkan Zain pulang. Zain pamit dan menitipkan kelas perwaliannya pada rekan guru yang ada di sekolah. Tentunya bukan pada ibu Juwita. He he he..

Tempat tugas Zain yang cukup jauh, membuat perjalan yang dilaluinya memakan waktu sekitar delapan jam dengan kendaraan sepeda motor. Terbayang dalam benaknya kegundahan sang adik-adiknya. Ayah, orang tua satu-satunya yang tinggal bersama adik-adiknya di kampung. Ibunya meninggal satu tahun lalu setelah Zain menerima surat tugas menjadi seorang guru di sekolah Dasar. Zain tidak mau terjadi apa-apa dengan ayahnya.

“Aku akan berjuang sekuat tenaga untuk papa dan juga adik-adikku.” Tekad hati Zain. Zain sangat perhatian pada adik-adiknya, terlebih kepada Dinda. Karena Dinda satu-satunya perempuan dalam keluarganya. Dinda yang masih dududk di bangku SMA kelas dua, dialah pengganti peran sebagai ibu untuk menyiapkan makanan dan keperluan lain bagi adik-adiknya.Dinda punya adik tiga lagi, laki-laki, dan yang paling kecil umur enam tahun.

Menjelang magrib, Zain sampai di rumah di kampung. Di rumah sudah banyak keluarga yang menunggu.

“Assalamu’alaikum.” Ucap Zain setelah turun dari motor dan langsung bergegas memasuki rumah orang tuanya.

‘Waalaikumsalam.” suara serempak dari dalam rumah.

Setelah melihat kondisi ayahnya yang pucat pasih, Zain tidak tega. Bercak darah masih keluar dari mulut ayahnya ketika meludah.

“Ini sudah mendingan kak. tinggal sedikit saja darahnya keluar. Beda dengan kemarin.” Jelas Dinda pada kakaknya.

“Iya nak, alhamdulillah sudah mbah kasih obat.” Timpal mbah Dul.

Wah, ada yang gak beres nih. Gumam Zain. Karena menurut Dinda papanya belum dibawa ke puskesmas karena saran mbah Dul. Mbah Dul merupakan keluarga dekat dari ibunya Zain. Sejak mbah Dul menjadi dukun (mengobati orang sakit) di kampung, Zain tidak suka. Karena pengobatannya melalui cara yang tidak masuk akal. Menurut Zain perbuatan seperti itu sama dengan menyekutukan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Namun entah mengapa, masih saja orang lain percaya dengan pengobatan mbah Dul.

Kemudian Zain memutuskan untuk membawa ayahnya ke rumah sakit. Segera ia menghubungi petugas kesehatan untuk mengurus surat rujukan dan meminta bantuan mobil ambulance. Dinda diminta untuk menyiapkan keperluan secukupnya untuk di rumah sakit.

“E..e..e....Zain, tidak usah papamu dirujuk ke rumah sakit nak, percuma saja. Tidak ada lagi harapan. Kita tunggu di rumah saja.”

Kata mbah Dul sambil mengelinting serbuk tembako di tangannya yang bercampur menyan..

Omongan mbah Dul membuat hati Zain semakin geram.“Papa harus dirujuk!” ucap Zain dengan tegas dan penuh hormat. Ajal, Allah yang menentukan. Kita sebagai manusia ciptaanNya, hanya bisa berusaha. Setelah itu kita pasrahkan semua padaNya. Tak ada sesal jika sudah melakukan usaha. Apapun hasilnya, in sya Allah kita ikhlas menerimanya.

Malam itu pula, ayah Zain dibawa oleh mobil ambulance menuju rumah sakit. Jarak tempu sekitar lima jam. Memandang wajah ayahnya yang pucat, lunglai tak berdaya, dan sesekali batuk dan mengeluarkan dahak disertai darah, tak henti-hentinya Zain dan Dinda mengucap doa, semoga ayah mereka cepat mendapat pertolongan. Pukul tiga dini hari, tibalah mereka di rumah sakit. Alhadulillah dengan sigap para perawat dan dokter segera memberi pertolngan.

Dua hari sudah pak Amran dirawat di rumah sakit, kondisi kesehatannya mulai membaik. Malam itu langit tak berbintang. Zain merebahkan tubuhnya pada kursi panjang di teras rumah sakit. Ditemani dinginnya malam, Zain tak bisa memejamkan matanya. Pikirannya melayang pada anak didiknya di sekolah. Namun karena badan letih dan kurang tidur, akhirnya Zain tertidur jua.

Hari keempat di rumah sakit, pak Amran sudah diizinkan pulang oleh dokter. Sesuai hasil pemeriksaan bahwa penyakitnya sudah sembuh.

“Alhamdulillahirabbil aalamiin....” sujud syukur Zain di depan dokter.

“Ini resep, tolong ditebus di apotek depan rumah sakit ya!” Demikian kata dokter.

Pak Amran duduk di atas dipan dengan senyum bahagia, memandangi Zain dan Dinda yang sedang beberes untuk pulang ke rumah. Hati Zain merasa plong. Perjuangannya tidak sia-sia.

Terbayang kembali di benaknya ucapan mbah Dul, dukun kampung itu. Tapi ditepisnya pikiran itu. Zain berharap, semoga mbah Dul segera meninggalkan kegiatan dukunnya itu.

Nduuut......nduutt.....nduuuutt..... handphon Zain berbunyi.

“Assalamualaikum. Waalaikumsalam. Zain, ini aku, Tina. Aku Cuma mau bilang, kalau Tanti kecelakaan. Sekarang dia di puskesmas.”

“Bagaimana keadaannya, Tin...?” tanya Zain penuh kecemasan.

Tak ada jawaban.....

Tina dan Tanti adalah saudara kembar. Orang tua mereka merupakan sahabat karib ayahnya Zain. Tanti dan Zain adalah sepasang kekasih. Tanpa mereka sadari, ternyata orang tua mereka sudah menjodohkan mereka sejak kecil. Pertunangan mereka pun sudah dilakukan. Rencana pernikahan keduanya akan digelar setelah Zin liburan semester mendatang.

Malang tak dapat ditolak, untung tak dapat dirah. Rahasia Allah, tak satupun manusia yang tahu. Yang sakit, dengan izinNya bisa sembuh. Demikian pula ajal, datangnya tak harus mengalami sakit yang berlama-lama. Begitulah ketentuan Yang Maha Kuasa.

Sepuluh menit kemudian, Tina menelpon lagi. Ia menyampaikan duka yang mendalam bahwa Allah telah memanggil kembali Tanti kekasih Zain.

“Zain, kamu yang sabar ya! Kita semua kehilangan. Semoga Allah mempertemukan kalian di surgaNya nanti.” Suara sendu dan isak tangis terdengar dari Tina.

Zain tak mampu berkata-kata. Dia menyandarkan tubuhnya pada dinding mobil yang ditumpanginya bersama Dinda dan ayahnya pulang ke kampung. Tatapan matanya kosong. Pikirannya hampa.

Parigi Moutong, 30 Juni 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Alhamdulillah.. Bisa tayang lagi. Terima kasih admin.

30 Jun
Balas



search

New Post