UNDIROTUL WANITA

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
RENUNGAN BUAT PESERTA DIDIKKU

RENUNGAN BUAT PESERTA DIDIKKU

#H9

Anak-anakku...

Saat kita melihat ke atas, banyak kita dapati sahabat yang berasal dari keluarga dengan ekonomi di atas rata-rata. Salah satu contoh sebut saja si A, ia terlihat enak, ke sekolah diantar mobil, diberi uang saku banyak, HP nya bagus, sepatunya branded, tasnya berkelas, dan masih banyak kemewahan yang melekat padanya. Seketika terlintas di benak kita, “Seandainya aku berada pada posisi dia... pastilah nyaman hidup terasa..., apa yang kita inginkan... langsung tersedia...”. Rasa hasad, iri dengki pun hinggap di hati kita.

Di lain waktu kita melihat ke bawah, banyak di antara saudara kita yang kekurangan, hidup serba pas-pasan, rumah kecil tak beraturan (satu ruang bisa multi fungsi). Jangankan uang saku, untuk beli buku saja kadang tidak mampu. Ke sekolah naik sepeda sendiri, keringat mengucur tidak peduli, yang penting bisa datang di sekolah on time dengan niat tholabul ilmi mencari ridlo Illahi Rabbi. Sepontan kita menilai, betapa sengsaranya hidup Si B ini, pasti kebahagiaan tak pernah ia dapati.

Contoh di atas adalah fenomena kehidupan yang seringkali terjadi dalam kehidupan nyata. Kita hanya melihat kehidupan orang lain dari sisi luar. Memang, dengan berbagai fasilitas yang tersedia, jauh dari kekurangan, secara logika hidup si A bahagia. Namun di sisi lain, kita tidak tahu yang terjadi sebenarnya. Bisa jadi kebahagiaan itu tidak diperolehnya. Bisa jadi yang mengantar ke sekolah bukan orang tuanya, tapi sopir keluarga. Atau ketika pulang ke rumah, dia hanya mendapati asisten rumah tangga, bukan ayah dan bundanya. Sehingga yang ia dapatkan hanyalah pemenuhan materi, sedangkan kasih sayang orang tua yang merupakan kebutuhan non materi tidak terpenuhi.

Sebaliknya si B, sepintas dari luar kurang bahagia, tapi kita tidak tahu yang sejatinya. Rumah kecil menjadi tempat istimewa bertemunya semua anggota keluarga, untuk saling berkisah tentang pengalaman seharian di luar rumah, untuk menyantap makanan bersama hasil jerih payah ayah bunda, atau sekedar untuk bercanda meringankan beban dan mempererat ikatan batin anggota keluarga tetsebut. Mereka bahagia dengan kesederhanaannya.

Dari dua contoh tersebut dapat kita simpulkan bahwa sudah sepatutnyalah kita bersyukur atas apa yang Allah karuniakan kepada kita. Karena kebahagiaan tidak diukur dari seberapa kekayaan seseorang, kebahagiaan tidak diukur dari jabatan dan kedudukan seseorang. Tapi diukur dari seberapa rasa syukur kita atas apapun yang Allah berikan. Kebahagiaan bersumber dari hati yang tidak mudah iri. Jika pandai bersyukur maka Allah berjanji akan menambah nikmat. (لئن شكرتم لأزيدنكم). Semangatlah dalam berusaha dan pandai-pandailah bersyukur, hilangkan hasad dari dalam hati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ulasannya mantul, Bun. Salam sukses dan salam literasi.

16 Feb
Balas

Trm ksh Bunda. Salam sukses dan salam literasi

17 Feb

Trm ksh Bunda. Salam sukses dan salam literasi

17 Feb

Alhamdulillah... H9

15 Feb
Balas



search

New Post