Anak lelaki dari 1927. Pindah Sekolah 7
Kuseka keringat dengan sapu tangan, pelajaran olahraga hari ini terasa menguras tenaga. Sinar matahari tidak lembut lagi menyapa kami, ia mulai berpijar terik dan menyengat. Napasku terengah-engah, berlari jarak pendek ternyata melelahkan. Anne dan anak lelaki itu berbincang dibawah pohon trembesi, sesekali Anne tertawa kecil dan memukul pundak anak lelaki itu. Sementara penghuni lain lintasan lari masih sibuk dengan kegiatannya masing-masing, mereka seakan tidak merasakan kehadiran kami si tiga puluh siswa yang sedang berolahraga dengan riuh. Kami semua dilintasan lari ini mungkin saja berada di dimensi yang berbeda. Tak ada yang menyadari adanya kehadiran lain diluar kelompoknya.
Deri terlihat memanjat batang pohon trembesi dengan cekatan, kemudian ia turun secepat kilat dan berlari kencang mengitari pohon itu. Dari jauh tingkah polahnya nampak seperti gundukan rambut hitam mengkilat yang terbang melayang layang dibatang pohon kemudian berlari-lari diatas tanah, jika matahari berganti malam, percayalah apa yang dilakukan Deri cukup membuat orang dewasa yang melihatnya terkencing-kencing dicelana.
“ Deri lebih mengerikan dari Anne” batinku
“Siapa?” bisik suara halus ditelingaku
Kutepis suara itu dengan tanganku, kulirik sinis Anne yang kini sudah berdiri disampingku, ia sangat dekat hingga aku bisa melihat warna mata coklatnya yang jernih. Anne tertawa melihat raut wajahku yang masam. Ia nampak bahagia sekali bisa menggodaku.
“ Itu Dex, anak lelaki yang bersamaku tadi. Dia tidak banyak bicara, tapi dia satu-satunya yang sebaya denganku. Aku pertama kali bertemu dengannya mungkin sekitar tujuh puluh tahun lalu -atau lebih, aku lupa. Dia terlihat berdiri di depan GOR itu sendirian dalam keadaan bingung, matanya berkaca-kaca dan terlihat putus asa” cerita Anne tanpa jeda.
“ Malas denger, hoream, urusan maneh!” jawabku ketus
Anne terkikih-kikih, ia memanggil Dex agar bergabung dengannya untuk bercerita padaku tentang dirinya seolah aku adalah pendengar yang baik untuk mereka. Namun Dex hanya berdiri terdiam di bawah pohon trembesi, bayangan hitam pohon trembesi mengaburkan sosok Dex dari kejauhan. Aku bergidik melihat pemandangan itu. Bagaimanapun “mereka” yang tak banyak bicara adalah yang lebih buruk, karena rasa kesepiannya menular dan membuat hari kita sama suramnya.
“ Dex cerita sama Amelia, kamu bagaimana” Teriak Anne.
“ Hush” kataku
Anne kembali tertawa, ia berlari kearah Dex menembus punggung Dinda dan beberapa anak lainnya hingga ia kemudian hilang secepat suara klik jentikan jari. Dex masih tetap berdiri dibawah pohon trembesi sementara Deri kini meringkuk dibawah kakiku dan mendengkur tenang.
“ Huft semua memang ga ada yang terlihat normal” kataku pelan
Aku tetap berusaha untuk mengabaikan mereka, tapi adakalanya sulit ku lakukan karena percakapan diantara kami nampak sangat normal seperti ketika aku berbicara pada temanku. Kadang aku mengomentari apa yang dikatakan mereka dan itu terjadi begitu saja, kata-kata itu meluncur secara otomatis tanpa bisa aku hentikan. Terkadang aku hanya berkata dalam hati dan mereka juga paham apa yang aku katakan. Komunikasi seperti ini yang bisa aku bangun, semua bisa aku lakukan secara alami tanpa perlu perantara apapun.
Namun sialnya jika aku sudah terlaku akrab, sulit melepas hubungan yang sudah terjalin. Seperti layaknya sahabat, kami sangat akrab dan disaat bersamaan aku akan terlihat seperti anak perempuan gila yang senang berbicara sendiri atau anak yang terlihat mampu menggeser kursi hanya dengan tatapan matanya.
Nampak menyedihkan sekali hidupku bukan?
Sungguh tidak ada yang bisa dibanggakan dari kemampuan ini. Karena menyusahkan hidup!
Sumber gambar
https://www.detik.com/properti/berita/d-7429989/mengenal-kayu-trembesi-kelebihan-kekurangan-dan-manfaatnya
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar