Memulai Dari Mana?
Allah SWT berfirman:” Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, kecuali kaum itu sendiri yang merubahnya”. (Innallaha laa yughayiru maa bi qaumin hatta yughayiru maa bi anfusihim). Ayat diatas mengajak kita untuk berfikir, bahwa perubahan atas nasib atau keadaan dalam kehidupan ini tidaklah datang dengan tiba-tiba. Namun perubahan itu mesti ada dan diadakan dalam diri kita; kaum yang mau berubah. Perubahan tidak datang serta merta namun melalui proses yang sangat panjang, dan dalam suasana berubah, tak mungkin seperti membalik telapak tangan, namun mesti menapaki tiap titian anak tangga. Perubahan meniscayakan lahirnya keadaan yang berbeda dengan suasana sebelumnya dan menuju ke arah yang lebih baik. Umpama, jika kemarin kita banyak menggunjing orang lain, sekarang juga tinggalkan. Jika sebelumnya tidak amanah dalam tugas, waktunya istiqomah. Jika kemarin selalu terlambat, saatnya tepat waktu. Jika waktu-waktu kebelakang sering dendam, saat ini juga lapangkan dada. Umpama dahulu sering ngutil hak orang lain, waktunya untuk bayar hutang. Kalau dahulu pemarah, waktunya pemaaf. Seandainya pernah korupsi, segera sadar lapor ke KPK; serta umpama-umpama negative lainnya. Perubahan itu mesti dimulai dari diri sendiri. Kekeliruan di masa lalu bukannya untuk di teruskan atau sekedar diratapi, tapi untuk diganti dengan yang lebih baik. Sebab jika sekiranya seluruh pribadi-pribadi (anfus) ini telah berubah, maka perubahan individu ini akan menjadi perubahan kolektif; dan perubahan kolektif membawa dampak yang sangat dahsyat bagi perubahan-perubahan selanjutnya. Perubahan kolektif menggambarkan lahirnya kesadaran baru untuk menata hidup dengan hal yang baik, living in harmony. Kolektifitas perubahan lahir karena kesadaran kolektif untuk maju, menjadi lebih baik dan berdiri diatas nilai-nilai. Bukannya berada diatas kepentingan-kepentingan negative yang hanya akan memotong laju gerak perubahan menuju kebaikan. Pertanyaan kemudian, siapkah untuk berubah? Atau jangan-jangan berubah hanya sekedar luarnya saja, wadahnya saja, cangkangnya; tapi jiwanya, isinya, nyali-nya, nilainya tetap produk kejahilan masa lalu. Jangan sampai ungkapan ‘the old wine in the new botle’ berlaku bagi sifat dan karakter negative kemanusiaan kita, namun ungkapan itu berlaku agar semangat kebaikan dalam ‘botol’ apapun tetap menjadi komitmen. Berani?
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar