Air Mata Bahagia di Saat Pandemi
Saya mempunyai anak laki- laki berusia 16 tahun, sedang menempuh pendidikan di SMAIT Boarding School pondok pesantren di Jawa Barat. Putra saya bisa pulang ke Berau hanya ketika libur sekolah kenaikan kelas.
Pada pertengahan bulan Maret 2020, kondisi pandemi di Jawa Barat sangat mengkhwatirkan.Pihak sekolah membuat kebijakan bahwa seluruh santri belajar dari rumah dan boleh pulang ke daerah masing- masing.
Pasa saat itu kota Berau masih aman, jalur penerbangan pesawat masih bebas beroperasi tanpa persyaratan berkas apapun .Putra saya pulang ke Berau dengan menggunakan pesawat terbang
Setibanya di Berau, putra saya melakukan karantina mandiri di rumah. Empat belas hari karantina bisa dilewati dengan kondisi sehat . Saya merasa tenang karena di tengah situasi wabah corona kami sekeluarga bisa berkumpul di rumah.
Pada saat itu Berau masih zona hijau, jadi belum ada batasan aktivitas di segala bidang. Kota Berau berubah menjadi zona merah dan kian terasa mencekam, ketika ada temuan kasus Orang Dalam Pemantauan (ODP) dan Pasien dalam Pengawasan ( PDP). Pemerintah Daerah mengeluarkan kebijakan yaitu pembatasan aktivitas, salah satunya ibadah di rumah saja.
Tiba waktunya bulan ramadhan, kami melaksanakan sholat tarawih di rumah. Putra saya yang selalu menjadi imam ketika suami saya harus bekerja pada shift malam di perusahaan tambang.Selama bulan Ramadhan di tahun ini , kami sekeluarga melaksanakan ibadah yang sebagian besar selalu dipandu oleh putra saya.Ketika malam takbir menjelang Hari Raya Idul Fitri, datanglah dua orang tetanga di depan rumah. Mereka meminta putra saya menjadi imam sholat Idul Fitri. Atas ijin Allah S.W.T, esok harinya sholat Idul fitri pun dilaksanakan di halaman rumah saya. Kami melaksanakan ibadah bersama tetap dengan protokol kesehatan yaitu menggunakan masker dan menerapkan physical distancing.Dengan beralaskan terpal biru dan dihadiri 15 orang, sholat ied dilakukan dengan penuh khidmat dan berjalan dengan lancar. Hal ini merupakan pengalaman pertama bagi putra saya menjadi imam sekaligus khotib sholat Idul Fitri. Tak terasa air mata saya mengalir ketika putra saya mengumandangkan takbir. Saya bersyukur memiliki anak yang dapat mengamalkan ilmunya dan bermanfaat untuk keluarganya dan orang banyak. Inilah hikmah dibalik wabah corona.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar