Dwi Kustanti, S.Pd

Bismillah... Semoga dengan menulis, bisa memberi manfaat kepada yang lain....

Selengkapnya
Navigasi Web
Nasi Kuning nenek Ria (8)

Nasi Kuning nenek Ria (8)

Puasa di hari terakhir juga berlalu dengan cepat. Nenek Ria tidak lupa melantunkan do’a agar diterima semua amal ibadahnya di bulan Ramadhan dan memanjangkan umurnya sampai bertemu dengan Ramadhan berikutnya. Suara takbir mulai terdengar sepoi-sepoi dari berbagai penjuru. Hati Nenek Ria mulai terbawa syahdunya lantunan takbir itu. Lantunan takbir yang syahdu itu membawa hati Nenek Ria membayangkan mendiang Bapak dan Ibunya yang sudah almarhum. Terbayang juga senyum manis suaminya. Menyusul bayangan anak-anaknya, cucu-cucunya dan suasana lebaran yang biasanya ramai. Hatinya meleleh menahan rindu yang tidak terbendung lagi, butiran bening itu menetes dari ujung matanya. Semakin lama semakin deras tak terbendung. Badannya terguncang menahan kerinduan dan isak tangisnya memecahkan keheningan malam, berlomba dengan lantunan takbir yang bersahutan. Hingga akhirnya Nenek Ria tertidur dalam isakan tangisnya.

Ada sepasang mata yang menangkap basah Nenek Ria yang menangis sesenggukan. Sepasang mata itu adalah milik mbak Siti yang tingga di depan rumah Nenek Ria. Memang mbak Siti diminta mengawasi Nenek Ria oleh anak-anak Nenek Ria. Melihat kondisi seperti itu mbak siti langsung telfon ke mbak puput. Mengabarkan bahwa Nenek Ria nangis sesenggukan sampai tertidur. Puput yang tahu betul kondisi ibunya yang punya sakit jantung, sangat khawatir. Jika kondisi ini dibiarkan bisa kambuh penyakit jantung ibunya dan berakibat fatal. Segera ia berunding dengan suaminya dan adiknya yang di Jombang. Sungguh suatu pilihan yang sulit. Mereka sebagai abdi negara harus menaati peraturan itu tapi di sisi lain Puput dan Rita sangat khawatir kondisi ibunya. Mereka bingung untuk memutuskan. Akhirnya mereka videp call berempat berunding membahas penyelesaian maslah ini. Mereka semua khawatir, karena ibunya punya jantung yang lemah jika perasaannya tertekan bisa sesak nafas, keluar keringat dingin, lemes dan lemah kadang sampai tidak sadarkan diri. Padahal swipping di jalan sangat ketat. Akhirnya mereka memutuskan bahwa kalau bisa Puput dan atau Rita harus pulang. Demi keselamatan dan Kesehatan ibu mereka. Kalau si Acong dan Ucok sudah tidak memungkinkan lagi. Kalau Si Puput dan Rita masih memungkinkan ditempuh jalan darat. Jika naik kendaraan sendiri, besok pagi setelah Sholat Idzul Fitri mereka bisa sampai kota kelahiran mereka.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post