Hatiku Bersujud untukmu Nak
Bel sekolah berbunyi tanda ganti pelajaran tiba. Seorang Guru IPA keluar dari kelas VIII F dan saatnya ia masuk ke kelas VII D. Guru itu pun bergegas menuju kantor untuk mengganti buku dan perangkat mengajarnya dengan kelas VII. Setelah membawa perangkat mengajar kelas VII, ia bergegas menuju kelas VII D. Ketika ia masuk kelas, tercium bau gas karbon monoksida yang menusuk hidungnya. Ia pun yakin pasti telah terjadi sesuatu di kelas ini. Paling tidak ada siswa yang membakar sesuatu. Dia akan cari tahu nanti. Seperti biasa guru tersebut mengawali kegiatan belajanya dengan mengucap salam dan menanyakan kabar siswa VII D hari ini.
Guru : “Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wa barakatuh”
Siswa : “Wa’alaikum salam warahmatullahi wa barakatuh “
Guru : “ Bagaimana kabar kalian hari ini?”
Siswa : “ Baik Bu… Sehat…”
Guru : “ Ya bagus, jangan lupa ya untuk mensyukuri semua nikmat yang Allah berikan kepada kita hari ini.”
Guru : “ Ketika ibu memasuki kelas kalian, ibu mencium sesuatu. Adakah yang bakar sesuatu di kelas ini?”
Terlihat siswa satu dengan yang lain saling berpandangan, diam, tidak ada yang menjawab. Guru tersebut mengulangi pertanyaannya dengan suara lebih keras.
Guru : “ Adakah yang bakar-bakar sebelum ibu masuk kelas?”
Lagi-lagi mereka diam dan saling berpandangan, diam, lalu mengatakan tidak ada. Sekali lagi ia ulangi pertanyaannya dengan nada yang lebih keras dan lebih tinggi sambil menahan amarah.
Guru : “Adakah yang bakar sesuatu di kelas ini?”
Siswa : “ Tidak ada bu…”
Guru itu tidak mendapatkan jawaban yang ia harapkan. Dia pun mulai berfikir bahwa ada masalah karakter yang harus diarahkan pada siswa-siswi kelas VII D. Guru itu bertanya lagi kepada siswanya.
Guru : “Ada yang bawa korek hari ini?”.
Siswa : “Ada bu…”
Salah satu siswa mengacungkan jarinya dengan ragu-ragu, menahan rasa khawatir atau bahkan menahan rasa takut. Guru itu pun meminta siswa tersebut maju ke depan kelas dan membawa koreknya. Siswa tersebut bernama Juan.
Guru : “ Ini korekmu?”
Juan : “ Iya bu…”
Guru : “Kamu yang bakar-bakar di kelas?”
Juan : “ Nggak bu…. Nggak…Bukan saya.”
Guru : “ Lalu untuk apa kamu membawa korek ini?”
Juan : “ Nggak papa bu..”
Guru : “ Kenapa kamu membawa korek ini?”
Juan : “ Saya nggak bawa bu. Korek itu sudah lama dalam tas saya.”
Guru : “ Tolong tunjukkan kepada Ibu, siapa yang bakar-bakar di kelas?”
Juan : “Nggak tahu bu… bukan saya…”
Guru : “ Siapa yang mengambil korek ini?”
Juan : “ Nggak tahu bu… mungkin Danang dan Bayu bu..”
Guru : “ Ya sudah , Juan silahkan duduk. Tolong Danang dan Bayu maju ke depan. “
Guru : “ Kalian mengambi korek ini?”
Danang, Bayu : “ Nggak bu... Bukan saya.”
Guru : “ Kalian bakar-bakar di kelas?”
Danang, Bayu : “ Nggak bu, saya nggak bakar-bakar.” Jawab keduanya sambil menggelengkan kepala
Guru : “ Ya sudah, silahkan duduk.”
Guru itu pun duduk lemas di kursinya. Dia mengambil nafas panjang, menata hati dan perasaannya. Pikirannya mengembara, pandangannya menyusuri wajah setiap siswa-siswi kelas VII D. Berbagai pertanyaan memenuhi pikirannnya. Duhai anak-anakku kenapa kalian tidak mau jujur? Kenapa tidak ada yang berani mengakui perbuatannya? Dimana karakter tanggung jawab kalian? Wahai muridku dimana kejujuran kalian? Bagaimana caranya supaya gurumu ini mampu mendidik, membimbing, mengarahkan kalian agar memiliki karakter jujur, tanggung jawab, dan berani untuk mengakui perbuatanmu?
Guru itu menyadari bahwa ia sebagai seorang pendidik yang professional mempunyai tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan karakter peserta didiknya dan tugas itu menanti sekarang. Kesempatan untuk mendidik, mengarahkan pada karakter yang baik itu harus ia tunaikan sekarang, untuk menjawab masalah tersebut. Dia harus melakukan sesuatu agar siswa-siswi kelas VII D berani jujur mengakui perbuatannya, dan bertanggung jawab. Guru itu masih berfikir untuk menemukan cara menyelesaikan maslah ini.
Kelas VII D masih sepi dan hening. Siswa-siswinya terdiam oleh pikiran dan perasaannya masing-masing. Pelan – pelan guru itu menemukan cara untuk menyelesaikannnya. Dia mengumpulkan kekuatan dan energinya, mulai angkat bicara memecahkan keheningan kelas saat itu.
Guru : “Wahai anak-anakku siswa kelas VII D, kalian mau mendengarkan apa yang akan ibu sampaikan?
Siswa : “ Mauu….” Jawaban serentak mereka menambah kekuatan hati guru itu.
Guru : “Tolong perhatikan pesan ibu ini: Ada sikap yang harus kalian pegang teguh dan harus kalian jaga dalam diri kalian. Yaitu sikap jujur. Sikap berani mengatakan kebenaran. Meski mungkin dengan kejujuran itu kalian akan menghadapi sesuatu / kondisi yang menurutmu mungkin terasa nggak enak, terasa berat, terasa sulit atau kamu merasa akan dirugikan. Tapi wahai anakku, itu semua (sikap itu) jauh lebih baik daripada kamu harus terus menutupi sesuatu dan sama halnya itu bersikap tidak jujur / bohong. Jika bersikap seperti itu, berarti kalian sudah membohongi diri kalian sendiri. Jika hal itu tidak segera diselesaikan akan menjadi beban jiwa dalam diri kalian. Beban itu akan tersimpan sepanjang masa, bahkan akan terus bertambah jika sikap bohong itu dipelihara. Hal itu akan membuat hidup kalian jauh dari rasa tenang, jauh dari rasa tentram. Kalian akan dihantui rasa bersalah. Kalian merasaka kerugian di dunia ini dan bahkan nanti sampai di akhirat. Kenapa kerugian itu sampai akhirat? Karena di hari akhir nanti semua orang akan dimintai pertanggung jawabannya selama di dunia. Sudah tidak ada kesempatan untuk berbohong, atau menutupi kejadian sesungguhnya atau menyampaikan alasan-alasan yang membenarkan perbuatannya tersebut. Karena semua organ tubuh kita saat itu, akan melaporkan semua perbuatannya. Semua orang akan mendapatkan balasan yang setimpal. Sekecil apa kebaikan yang kalian lakukan, kalian akan mendapat balasan kebaikan pula. Sedangkan barangsiapa yang melakukan hal-hal yang tidak baik, keburukan, kejahatan, kemaksiatan maka juga akan mendapatkan balasan yang setimpal. (QS. Al Insyirah: 6-7) Untuk itu wahai anakku, ingat baik-baik pesan ibu ini agar kelak kalian dapat selamat, bahagia dan sukses di dunia sampai akherat nanti. Itu yang Ibu inginkan. Agar kelak kalian bisa menjadi orang-orang yang beruntung. Allohummma amiiin.
Siswa : “Aamiiin”
Guru : “Sekali lagi ibu bertanya, siapakah yang membakar sesuatu tadi?”
Seorang siswa kemudian mengacungkan jarinya. Perasaan lega muncul di hati guru itu seraya mengatakan sesuatu dan mengacungkan jempolnya. Reaksi guru itu menambah keberanian siswa untuk maju menghadapi segala kemungkinan yang akan terjadi.
Bayu : “Saya bu, yang bakar-bakar… tapi saya tidak sendiri…”
Guru : “Bagus, Ibu berterima kasih kalian berani jujur. Ada lagi yang mengakui perbuatannya?
Danang : “ Saya bu…”
Guru : “Bagus, ada lagi yang mau mengaku…?”
Juan : “ Saya Bu…”
Guru : “ Baguus… Alhamdulillah…Ibu bersyukur kalian mengubah sikap kalian….
Hati guru itu seakan tersiram air yang menyejukkan. Lega setelah sekian kata dia rangkai , segenap kekuatan jiwa dia kumpulkan untuk mengalirkan hawa karakter jujur kepada anak didiknya. Dan ia mendapat secercah harapan. Itu sudah cukup melegakan hatinya. Hatinya bersujud kepada Sang Pencipta memohon agar anak-anak didiknya terus menjaga mereka agar senantiasa berada di jalan yang lurus. Hatinya bersujud memohon limpahan hidayah dan taufik untuk anak-anak didiknya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Keren