Syarifudin

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Hukum Bacaan Mad

LEMBAR PENGESAHAN

MAKALAH

HUKUM BACAAN MAD

Mengetahui, Cimahi, Januari 2023

Pengawas Kemenag Penyusun

Dede Karya Zaenuddin.S.Ag,M.Pd Syarifudin S.Ag

NIP.196501132000031001 NIP.197401142003121003

MAKALAH

HUKUM BACAAN MAD

Oleh

Syarifudin

197401142003121003

MTS NURUL FALAH CIMAHI

2023

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “Hukum bacaan Mad “ ini dapat diselesaikan tepat pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat serta salam semoga tetap terlimpahkan kepada Junjungan kita Rasulullah SAW yang mana telah membawa kita semua dari zaman jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti saat ini.

Kami mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa dalam makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kepada para pembaca kami mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan makalah yang kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini benar-benar bermanfaat bagi para pembaca dan khususnya bagi kami.

Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan dapat sedikit mewujudkan pengetahuan didalam lembaran ini.

Cimahi, Januari 2023

Penyusun

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Mempelajari ilmu tajwid hukumnya adalah fardhu kifayah. Jika dalam suatu tempat ada seseorang yang menguasai ilmu ini, maka bagi yang lainnya tidak menanggung dosa, dan sebaliknya jika tidak seorangpun yang menguasai ilmu ini, maka seluruh penduduk daerah tersebut menanggung dosa. Adapun membaca Al-Qur’an dengan tajwid hukumnya fardhu ‘ain. Jika seseorang tidak menggunakan tajwid dalam membaca Al-Qur’an, maka ia berdosa. Ilmu tajwid sangat penting sekali untuk dipelajari sebelum belajar membaca Al-Qur’an, karena dengan ilmu tajwid kita dituntun bagaimana cara melafalkan huruf hijaiyah, bagaimana cara memanjangkan atau memendekkan bacaan atau yang disebut dengan Hukum Mad, dan lain sebagainya.

Hukum Mad yang terdapat dalam ilmu tajwid masih terasa asing sebagian ditelinga disebabkan belajar ilmu tajwid yang belum tuntas,sulit untuk memahaminya dalam al-Quran.Maka penulis berusaha untuk memaparkan secara sederhana tentang hokum mad dalam makalah ini,untuk membantu pembaca memahaminya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan Mad ?

2. Ada berapa pembagian Mad?

3. Ciri,Cara baca dan contoh mad lazim

C. Tujuan Makalah

1. Untuk mengetahui pengertian Mad

2. Untuk mengetahui pembagian Mad

3. Untuk mengetahui ciri-cirinya,cara baca dan contoh hokum Mad

D. Batasan Makalah

Makalah ini tidak mencakup semua materi tentang ilmu tajwid, melainkan dibatasi hanya mencakup materi tentang Mad, pembagian serta ciri, cara baca dan contohnya.

BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian Mad

Dalam kitab matan Al-Jazaria, Mad menurut bahasa yaitu الزِّيَادَةُ yang artinya Bertambah. ada juga yang mengartikan Mad menurut bahasa dalam kitab Hidayatul mustafid dan Tuhfatul athfal yaitu الْمَطُّ yang artinya Panjang.

Sedangkan Mad menurut istilah adalah:

1. Dalam kitab Hidayatul Mustafid

إِطَالَةُ الصَّوْتِ بِحَرْفٍ مِنْ حُرُوْفِ الْمَدِّ اْلآتِى ذِكْرُهَا

“Memanjangkan bacaan menurut aturan-aturan tertentu dalam Al-Qur’an.”

2. Dalam kitab Matan Al-Jazariah

عِبَارَةٌ عَنْ إِطَالَةُ الصَّوْتِ بِالْحَرْفِ الْمَمْدُوْزِ

“Suatu ibarat dalam memanjangkan bacaan menurut huruf-huruf tertentu.”

3. Dalam kitab Tuhfatul Athfal

عِبَارَةٌعَنْ طُوْلِ زَمَنِ صَوْتِ الْحُرُوْفِ وَالزّيَادَةِ عَلَى مَافِيْهِ عِنْدَ مُلَاقَاةِ هَمْزًاوَسُكُوْنًا

“Pengibaratan dari panjangnya waktu suara huruf dan tambahnya suara disaat bertemu Hamzah dan Sukun.”

B. Pembagian Mad

Mad terbagi menjadi 2 bagian yaitu, Mad Ashli atau Mad Thabi’i dan Mad Far’i. dan Mad Far’i juga masih terbagi lagi menjadi beberapa bagian.

وَالْمَدُّ أَصْلِيٌّ زَفَرْعِيٌّ لَهُ # وَسَمِّ أَوَّلًاطَبِيْعِيًّا وَهُوَ

مَالَاتَوَقُّفٌ لَهُ عَلَى سَبَبْ # وَلَابِدُوْنِهِ الْحُرُوْفُ تُجْتَلَبْ

بَلْ أَيُّ حَرْفٍ غَيْرِ هَمْزٍأَوْسُكُوْنٍ # جَابَعْدَ مَدٍّ فَالطَّبِيْعِيَّ يَكُوْن

“Mad ada 2 yaitu ashli dan far’i. Mad ashli sering disebut mad thabi’i. Mad ashli tidak membutuhkan sebab. Tidak akan berdiri tanpa huruf mad. Setelah mad ashli selalu ada huruf selain Hamzah dan huruf bersukun.

Berikut pengertian dari Mad Ashli atau Mad Thabi’i dan Mad Far’i:

1. Mad Ashli/Thabi’i

Mad Ashli sering disebut dengan Mad Thabi’i yang secara bahasa Thabi’i itu berarti tabiat. Di istilahkan Mad Thabi’i berdasarkan dalam kitab Hidayatul Mustafid dan Kitab Nihaayatul Qaulil Mufid yaitu:

لِأَنَّ صَاحِبَ الطَّبِيْعَةِ السَّلِيْمَةِ لَايَنْقُصُهُ عَنْ حَدِّهِ وَلَايَزِيْدُ عَلَيْهِ

“Seorang yang mempunyai tabi’at baik tidak mungkin akan mengurangi atau menambah panjang bacaan dari yang telah ditetapkan.”

Maksudnya, ketentuan bahwa Mad Ashli harus dibaca panjang dua harakat tidak mungkin ditambah atau dikurangi oleh orang yang mempunyai tabi’at baik. Jadi orang tersebut akan membaca Mad Ashli sesuai dengan ketentuan yakni dua harakat, tidak lebih dan tidak kurang.

a. Menurut kitab Fathul Aqfal, mad ashli yaitu:

الَّذِيْ لَايَتَوَقَّفُ عَلَى سَبَبٍ مِنْ هَمْزٍ أَوْسُكُوْنٍ

“Mad yang tidak membutuhkan sebab Hamzah atau Sukun.”

b. Menurut kitab Hidayatul Mustafid, mad ashli yaitu:

هُوَ الْمَدُّ الطَّبِعِيُّ الَّذِيْ لَاتَقُوْمُ ذَاتُ حَرْفِ الْمَدِّ إِلَّا بِهِ

“Mad Thabi’i yaitu mad yang tidak bisa berdiri kecuali dengan huruf mad itu sendiri.”

Huruf Mad Ashli ada 3 yaitu ا,و,ي dengan syarat alif sukun sebelumnya ada huruf berharakat fathat, wawu sukun sebelumnya ada huruf berharakat dhomah, dan ya sukun sebelumnya ada huruf berharkat kasrah. Sebagaimana dijelaskan dalam Nazham Tuhfatul Athfal:

حُرُوْفُهُ ثَلَاثَةٌ فَعِيْهَا # مِنْ لَفْظِ وَايٍ وَهْيَ فِي نُوْحِيْهَا

وَالْكَسْرُ قَبْلَ اليَاوَقَبْلَ الوَاوِضَمْ # شَرْطٌ وَفَتْحٌ قَبْلَ أَلْفٍ مُلْتَزَمْ

“huruf-hurf (Mad Ashli) itu ada tiga, terkumpul dalam lafadz Waayin seperti dalam kata nuuhiihaa. Syaratnya ialah kasrah sebelum ya, dhamah sebelum wau, dan fathah sebelum alif.”

1) Alif mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris fathah. Contoh إِيَّاكَ

2) Wawu mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris dhomah. Contoh يَقُوْلُ

3) Ya mati/sukun sebelumnya ada huruf berbaris kasrah. Contoh قِيْلَ

Ukuran pembacaan Mad Ashli yaitu satu alif atau dua harakat. Mad Ashli atau Mad Thabi’i adalah hukum Mad yang paling dasar atau pokok. Karena hukum-hukum Mad yang lain (bagian dari Mad Far’i) hampir seluruhnya berasal dari Mad Ashli.

2. Mad Far’i

Mad artinya panjang, Far’i secara bahasa berasal dari kata far’un yang artinya cabang. Sedangkan secara istilah Menurut kitab fathul aqfal, Mad Fari’i yaitu:

الْمَدُّ الزَّائِدُ عَلَى الْمَدِّ الْأَصْلِيِّ بِسَبَبٍ مِنْ هَمْزٍ أَوْسُكُوْنٍ

“Mad yang merupakan hukum tambahan dari Mad Ashli (sebagai hukum asalnya) yang disebabkan oleh hamzah atau sukun.”

Dalam nazham dijelaskan:

وَالْأٰخَرُ الْفَرْعِيُّ مَوْقُفٌ عَلٰى # سَبَبْ كَهَمْزٍ أَوْسُكُوْنٍ مُسْجَلٍا

“Bagian lain (dari hukum Mad) ialah Mad Far’i, yakni Mad ashli yang terkena suatu sebab, seperti hamzah atau sukun.”

Dari keterangan di atas, jelas bahwa Mad Far’i ialah Mad tambahan dari hukum asalnya (Mad Ashli) yang terkena sebab-sebab tertentu sehingga menjadi Mad Far’i. Menurut buku “Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap” ada 5 jenis sebab yang menjadikan Mad Ashli berubah menjadi Mad Far’i yaitu:

a. Hamzah. Ketika Mad Ashli bertemu dengan hamzah maka akan melahirkan hukum Mad Far’i yaitu:

1) Mad Wajib Muttasil (bertemunya Mad Ashli dengan Hamzah dalam satu kalimat). Contoh جَآءَ, وَالسَّمَآءِ

2) Mad Jaiz Munfasil (bertemunya Mad Ashli dengan Hamzah dalam dua kalimat/kalimat lain). Contoh يٰآأَيُّهَاالنَّاسُ

3) Mad Badal (huruf Mad Ashli yang didahului oleh Hamzah). Contoh اٰمَنُوْا

4) Mad Shilah Thawilah (Ha dhamir yang dibaca Mad bertemu dengan Hamzah). Contoh إِنَّهُ أَضْحَكَ

b. Sukun.

1) Mad Lazim Harfi Musyba Mukhaffaf (huruf Mad menghadapi sukun Ashli, baik ketika washal maupun waqaf. Namun bacaan tidak di idghamkan, huruf mad dan sukun ashli tersebut berada dalam ejaan huruf). Contoh عٓسٓقٓ, نٓ

2) Mad Lazim Harfi Mukhaffaf (huruf-huruf fawatihus suwar yang memiliki dua ejaan huruf, ejaan pertamanya berharkat fathah). Huruf-huruf tersebut dibaca Mad karena dalam ejaan hurufnya diiringi oleh huruf mad (yang tanda sukunnya tidak nampak). Contoh يٰسٓ

3) Mad Lazim kalimi mukhaffaf (huruf Mad Ashli yang bersukun dan didahului oleh hamzah, bertemu dengan huruf yang bersukun). Contoh آلاٰنَ

c. Waqaf. Masih merupakan bagian dari sukun, terjadinya proses penyukunan huruf karena bacaan di waqafkan dengan sukun ‘aridli.

1) Mad ‘Aridl lissukun (mad ashli yang dibaca waqaf). Contoh يَعْلَمُوْنَ, يَوْمِ الدِّيْنِ

2) Mad Iwadl (tanwin fathah yang dibaca Mad karena waqaf), mad ini merupakan pengganti tanwin fathah yang tidak berbunyi lagi karena bacaan di waqafkan. Contoh عَلِيْمًا حَكِيْمًا

3) Mad Lin (huruf mad yaitu wau dan ya yang sukun dan huruf sebelumnya berharakat fathah) disyaratkan setelah huruf Mad ada huruf yang bersukun ‘aridli karena bacaan di waqafkan. Contoh بَيْتٍ, خَوْفٍ

d. Tasydid.

Tasydid juga masih bagian dari sukun, yakni terjadinya proses peng-idghaman huruf yang bersukun keppada huruf yang didepannya berharakat, serta sama/berdekatan makhraj dan sifatnya.

1) Mad Lazim Harfi Musyba Mutsaqal (huruf Mad menghadapi huruf yang di idghamkan seraya memakai tasydid, mad ini terjadi pada fawatihus suwar). Contoh اٰلٓم

2) Mad Lazim Kalimi Mutsaqal (huruf mada menghadapi huruf yang bertasydid dalam satu kalimat). Contoh وَلَاالضَّآلِّيْنَ

3) Mad Tamkin (huruf mad yang bersukun dengan huruf sebelumnya ya bertasydid dan berharakat kasrah), jika tidak ada tasydid, maka hanya terkena hukum Mad Ashli saja. Contoh حُيِّيْتُمْ, وَالنَّبِيِّيْنَ

4) Mad Farqi (huruf mad ashli yang bersukun dan didahului oleh Hamzah atau mad badal, bertemu dengan huruf yang bertasydid. Contoh آللّٰهُ خَيْرٌ اَمْ مَايُشْرِكُوْنَ

e. Sebab-sebab lain. (berfungsi membedakan bacaan yang mesti dibaca panjang atau pendek) dalam hal ini ialah Mad shilah Qashirah, dimana Ha dhamir pada mad tersebut dibaca panjang dengan alasan Ta’aaduban (penghormatan/pemuliaan) terhadap Al-Qur’an yang Agung, yang tidak bisa ditambah atau dikurangi. Contoh إِنَّهُ كَانَ

Seandainya sebab-seba Hamzah, Sukun, Waqaf, dan Tasydid dalam berbagai Mad diatas ditiadakan, maka semua Mad akan kembali ke semula yaitu Mad Ashli.

C. Macam-macam Mad Far’i

Dalam pembagian Mad Far’i, ada yang menyatakan jumlahnya 13 seperti dalam kitab Hidayatul Mustafid, ada yang menyatakan 14, bahkan dalam kitab Siraajul Qori yang diambil dari buku “Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap” jumlahnya ada 15 dengan membagi Mad Lazim menjadi 5 bagian (Mad Lazim Harfi Musyba Mutsaqal, Mad Lazim Harfi Musyba Mukhaffaf, Mad Lazim Harfi Mukhaffa, Mad Lazim Kalimi Mutsaqal, dan Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf).Pada pembahasan makalah ini hanya dibatasi pada mad lazim Berikut penjelasannya:

1. Mad Lazim Mutsaqal kilmi

Secara bahasa, mad artinya panjang. Wajib artinya harus (dipanjangkan), dan Muttasil artinya bersambung (dengan hamzah). Menurut istilah mad wajib muttasil adalah :

هُوَ أَنْ يَكُوْنَ الْمَدُّ وَالْهَمْزَةُ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ

“Apabila mad (asli) dan hamzah (bertemu) dalam satu kata” [hidayatul mustafid].

Dijelaskan dalam nazham:

وَوَاجِبٌ إنْ جَاءَ قَبْلَ هَمْزَةِ # مُتَّصِلًا إِنْ جُمِعَا بِكِلْمَةِ

“Dan mad wajib muttasil itu ialah apabila datang huruf mad asli sebelum hamzah dalam keadaan bersambung di satu kata”. [Matan Jazariyah]

Jadi syarat mad wajib muttasil adalah harus ada hamzah setelah mad asli dan hamzah itu pun berada dalam satu kata. Jika tidak demikian, tidak terjadi hukum mad wajib muttasil.

Cara membaca mad wajib muttasil adalah 5 harokat atau 2 setengah alif. Contoh: جَآءَ , فِى السَّرَّآءِ

2. Mad Jaiz Munfashil

Secara bahasa, mad artinya panjang, jaiz artinya boleh (dipanjangkan lebih dari 2 harokat) dan munfashil artinya terpisah (antara huruf mad dengan huruf hamzah).

Menurut istilah, mad jaiz munfasil adalah :

هُوَ مَاكَانَ حَرْفُ الْمَدِّ فِيْ كَلِمَةٍ وَالْهَمْزَةُ فِيْ كَلِمَةٍ اُخْرٰى

“Apabila huruf mad (asli) dalam satu kata bertemu dengan hamzah di kata yang lainnya”.

Dijelaskan dalam nazham:

وَجَائِزٌ مَدٌّ وَقَصْرٌ اِنْ فُصِلْ # كُلٌّ بِكِلْمَةٍ وَهٰذَا الْمُنْفَصِلْ

“Dan ada mad yang boleh (jaiz) dibaca panjang atau pendek, yang terpisah kalimat (antara huruf madd dan hamzah). Dan yang demikian itu dinamakan mad jaiz munfhasil”.

Jadi, mad jaiz munfashil terjadi apabila mad asli di satu kata bertemu dengan hamzah pada kata berikutnya. Dengan kata lain, mad asli dan hamzah berada pada dua kata yang terpisah.

Cara membaca mad jaiz munfashil boleh dipanjangkan, 2 harakat, 4 harakat, atau 5 harakat. Dengan demikian, ada 3 wajah dalam pembacaannya:

a. Hadr : cepat, dibaca 2 harokat.

b. Tadwir : sedang, dibaca 4 harokat.

c. Tartil : lambat, dibaca 5 harokat.

Contoh: فِيٓ أَحْسَنِ , لَآ اَعْبُدُ

3. Mad Lazim Harfi Musyba Mutsaqal

Mad lazim harfi musyba mutsaqol adalah :

فَإِنْ اُدْغِمَ حَرْفُ الَّذِي بَعْدَ حَرْفِ الْمَدِّ كَانَ مُثَقَّلًا

“Bila huruf setelah mad (dalam ejaan huruf wafatihus suwar) diidghomkan, maka dinamakan mad lazim harfi musyba mutsaqol”.

Disebut mutsaqol karena dalam mad ini bacaan diberatkan akibat terjadinya proses pengidghoman.

Contoh : الٓمّٓ

Cara membacanya yaitu, alif (1 harakat), laam (6 harakat), miim (6 harakat).

4. Mad Lazim Harfi Musyba Mukhaffaf

Mad lazim harfi musyba mukhofaf ialah :

إِنْ لَمْ يُدْغَمْ كَانَ مُخَفَّفًا

“Apabila huruf setelah mad dalam ejaan huruf wafatihus suwar tidak diidghomkan, dinamakan mad lazim harfi musyba mukhofaf”.

Maksdunya, bacaan diringankan (mukhofaf), akibat tidak terjadinya proses idghom.

Contoh: عٓسٓقٓ

Cara membacanya yaitu, ‘aiin (6 harakat dan di ikhfa-kan), siin(6 harakat dan di ikhfa-kan), qaaf (6 harakat).

5. Mad Lazim Harfi Mukhaffaf

Secara bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca panjang); harfi artinya huruf (yakni, terjadinya pada huruf); dan mukhofaf berarti ringan atau tidak terjadi idghom. Menurut istilah, mad lazim harfi mukhofaf adalah :

هُوَمَاكَانَ الْحَرْفُ فِيْهِ عَلَى حَرْفَيْنِ

“Apabia huruf-huruf (wafatihus suwar)-nya terjadi dari 2 ejaan hurufnya”.

Dalam nazham dijelaskan :

وَمَاسِوَى الْحَرْفِ الثَّانِ لَاأَلِفْ # فَمَدُّهُ مَدًّاطَبِيْعِيًّااُلِفْ

وَذَاكَ اَيْضًا فِيْ فَوَاتِحِ السُّوَرْ # فِيْ لَفْظِ حَيٍّ طَاهِرٍ قَدِانْحَصَرَ

“Dan selain huruf yang 3 ejaan hurufnya, ada juga huruf yang tersusun dari 2 ejaan huruf, maka memanjangkannya seperti mad thobi’i (2harokat). Huruf-huruf tersebut merupakan wafatihus suwar, yang menurut para ulama, teringkas dalam kalimat hayyin thahir”.

Huruf-huruf mad lazim harfi mukhofaf ada 5 yaitu ح ي ط ه ر (حَيٌّ طَهُرَ)

Cara membacanya yaitu tiap huruf dipanjangkan 2 harakat.

Contoh: طٰهٰ

6. Mad Lazim Kalimi Mutsaqal

Secara bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca panjang); kalimi artinya kalimat (yakni, terjadinya pada kalimat); dan mutsaqol artinya berat, karena terjadi idghom. Menurut istilah, mad lazim kalimi mutsaqol ialah :

هُوَ أَنْ يَّكُوْنَ بَعْدَ حَرْفِ الْمَدِّ حَرْفٌ مُشَدَّدٌ فِيْ كَلِمَةٍ وَاحِدَةٍ

“Apabila setelah huruf mad (ashli) terdapat huruf yang bertasydid dalam satu kata (kalimat)”.

Syarat terjadinya mad lazim kalimi mutsaqol adalah adanya huruf yang bertasydid setelah mad ashli. Jika tidak terdapat huruf yang bertasydid, hukumnya tetap mad asli. Kemudian huruf yang bertasydid itupun harus berada dalam satu kata dengan huruf mad ashli.

Cara membaca mad lazim kalimi mutsaqol ialah dengaan memanjangkan terlebih dahulu huruf mad sebanyak 6 harokat (3 alif), “diberatkan” (mutsaqol) atau dimasukkan (idghom) kepada huruf yang bertasydid dihadapannya.

Contoh: وَلَاالضَّآلِّيْنَ , الطَآمَّةُ

7. Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf

Secara bahasa, mad artinya panjang; lazim artinya pasti (harus dibaca panjang); kalimi artinya kalimat (yakni, terjadinya pada kalimat); dan mukhofaf artinya ringan, karena tidak terjadi idghom. Menurut istilah mad lazim kalimi mukZhofaf ialah :

هُوَاَنْ يَكُوْنَ بَعْدَ حَرْفِ الْمَدِّ حَرْفٌ سَاكِنٌ وَلَيْسَ مُدْغَمًا

“Apabila setelah huruf mad terdapat huruf yang bersukun dan tidak ada idghom”.

Jadi, syarat terjadinya mad lazim kalimi mukhofaf adalah adanya huruf yang bersukun setelah huruf mad. Namun, tidak ada proses idghom didalamnya.

Cara membaca mad lazim kalimi mukhofaf iallah dengan dipanjangkan 6 harokat atau 3 alif.

Perlu diketahui bahwa di dalam al-qur’an, hukum mad laazim kalimi mukhofaf hanya terdapat pada 2 tempat. Kedua tempat tersebut ialah :

- Surat yunus : 51

- Surat yunus : 91

Pada kedua surat ini, lafad yang berhukum mad lazim kalimi mukhofaf sama, yaitu : آٰلْئٰنَ

8. Mad Badal

Secara bahasa, Mad artinya panjang dan Badal artinya pengganti. Menurut istilah yang diambil dari kitab Hidayatul Mustafid, Mad Badal yaitu:

هُوَ أَنْ يَجْتَمِعَ الْمَدُّ مَعَ الْهَمْزَةِ فِي كَلِمَةٍ لَكِنَّ تَتَقَدَّمُ الْهَمْزَةُ عَلَى الْمَدِّ

“Berkumpulnya huruf Mad dengan Hamzah dalam kalimat, tetapi posisi Hamzah lebih dahulu dari huruf Mad.”

Dijelaskan dalam nazham Tuhfatul Athfal:

وَقَدِّمِ الْمَدَّ عَلَى الْهَمْزِ وَذَا # بَدَلْ كَأٰمَنُوْا وَإِيْمَنًا خُذَا

“Dan apabila Hamzah terletak lebih dahulu dari (huruf) Mad, maka dinamakan Mad Badal, seperti dalam lafadz Aamanuu dan Iimaanaa.”

Dengan kata lain, Mad Badal terjadi karena huruf Mad didahului oleh Hamzah. Jika huruf yang mendahului huruf Mad tersebut bukanlah Hamzah, maka hukumnya tetap Mad Ashli/Mad Thabi’i.

Cara membaca Mad Badal yaitu dipanjangkan dua harakat atau satu alif. Berikut contoh bacaan Mad Badal:

a. Contoh lafadz اٰمَنُوْا

Lafadz ini asalnya أَأْمَنُوْا selanjutnya Hamzah kedua diganti dengan huruf Mad yaitu alif yang menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi اٰمَنُوْا/ءَامَنُوْا/اَامَنُوْا

b. Contoh lafadz أُوْتِيَ

Lafadz ini asalnya اُاْتِيَ selanjutnya Hamzah kedua diganti dengan huruf Mad yaitu wau yang menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi أُوْتِيَ

c. Contoh lafadz إِيْمَانًا

Lafadz ini asalnya اِأْمَانًا selanjutnya Hamzah kedua diganti dengan huruf Mad yaitu ya yang menjadi penggantinya (badal) sehingga menjadi إِيْمَانًا

Ada pengecualian untuk lafadz أُوْحِيَ itu tidak termasuk Mad Badal dikarenakan asal katanya ialah “auhaa”, wau pada lafadz tersebut adalah wau asli bukan wau pengganti/badal.

9. Mad ‘Aridl Lissukun

Secara bahasa, Mad artinya panjang, ‘aridl artinya baru/tiba-tiba ada, dan sukun artinya bersukun/mati. Menurut istilah yang diambil dari kitab Hidayatul Mustafid, Mad ‘Aridl Lissukun adalah:

هُوَالْوَقْفُ عَلَى اٰخِرِالْكَلِمَةِ وَكَانَ قَبْلَ الْحَرْفِ الْمَوْقُفِ عَلَيْهِ أَحَدُ حُرُوْفِ الْمَدِّ

الطَّبِيْعِيِّ الَّتِيْ هِيَ الأَلِفُ وَالوَاوُ وَالبَاءُ

“Pemberhentian (waqaf) bacaan pada akhir kata/kalimat, sedangkan huruf sebelum huruf yang di waqafkan itu merupakan salah satu dari huruf-huruf Mad Thabi’i yaitu alif, wau, dan ya.”

Dapat pula dikatakan bahwa Mad ‘Aridl Lissukun adalah Mad Ashli atau Mad Thabi’i yang di waqafkan, karena hakikat dari Mad ‘Aridl Lissukun itu sendiri dari Mad ashli yang terkena waqaf secara tiba-tiba, walaupun ditengah kalimat. Namun demikian, bila mad ini di washalkan maka hukumnya adalah Mad Ashli.

وَمِثْلُ ذَاإِنْ عَرَضَ السُّكُوْنُ # وَقْفًاكَتَعْلَمُوْنَ نَسْتَعِيْنُ

“Misal cara Mad Munfasil kalau datang sukun sebab waqaf seperti lafadz Ta’lamuuna, nasta’iinu.”

Cara pembacaan Mad ‘Aridl Lissukun ada 3 cara:

a. Thuul (panjang), yaitu dipanjangkan 6 harakat atau 3 alif.

b. Contoh نَسْتَعِيْنُ dibaca Nasta’iiiiiin

c. Tawassuth (sedang), yaitu dipanjangkan 4 harakat atau 2 alif

d. Contoh نَسْتَعِيْنُ dibaca Nasta’iiiin

e. Qashr (pendek), yaitu dipanjangkan 2 harakat atau 1 alif

f. Contoh نَسْتَعِيْنُ dibaca Nasta’iin

10. Mad Iwadl

Secara bahasa, Mad artinya panjang dan Iwadl artinya pengganti. Menurut istilah dari kitab Hidayatul Mustafid, Mad Iwadl adalah

هُوَالْوَقْفُ عَلَى تَنْوِيْنِ الْمَنْصُوْبِ فِي اٰخِرِالْكَلِمَةِ وَقَدْرُ مَدِّهِ حَرَكَتَانِ

“Berhentinya bacaan pada tanwin fathat di akhir kalimat dan ukuran membacanya dua harakat.”

Mad Iwadl dalam pengertian disini yaitu bacaan panjang pada akhir kata/kalimat sebagai pengganti dari suara tanwin fathah yang tidak berbunyi lagi karena bacaan di waqafkan.

Contoh:

- Lafadz كَبِيْرًا dibaca كَبِيْرَا

- Lafadz وَنِسَآءً dibaca وَنِسَآءَ

- Kecuali untuk lafadz yang huruf akhirnya Ta Marbuthah berharakat tanwin fathah, itu tidak disebut Mad Iwadl. رَحْمَةً maka dibaca رَحْمَهْ

11. Mad Lin

Secara bahasa, Mad artinya panjang dan Lin artinya lunak. Menurut istilah dalam kitab Al-Qaulus Sadiid dikutip dalam buku “Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap.”

هُوَالْوَاوُ وَالْيَاءُ السَّاكِنَانِ الْمَفْتُوْحُ مَا قَبْلَهُمَا

“Apabila wau dan ya berharakat sukun dan huruf sebelumnya berharakat fathah.”

Sedangkan dalam kitab Hidayatul Mustafid

هُمَاحَرْفَانِ الْوَاوُ وَالْيَاءُ بِشَرْطِ سُكُوْنِهِمَاوَانْفِتَحِ مَا قَبْلَهُمَا

“Apabila huruf wau dan ya bersukun, sebelumnya ada huruf yang berharakat fathah.”

Dijelaskan dalam nazham Tuhfatul Athfal:

وَاللِّيْنُ مِنْهَاالْيَا وَوَاوٌ سَكَنَا # إِنِ انْفِتَاحٌ قَبْلَ كُلٍّ أَمْكَنَا

“Lin yaitu jika ada huruf Mad berupa ya atau wau yang bersukun sedangkan huruf sebelumnya berharakat fathah.”

Huruf Lin ada dua yaitu wau sukun dan ya sukun dengan syarat sebelumnya ada huruf berharakat fathah. Cara pembacaannya sama dengan Mad ‘Aridl lissukun yaitu bisa dua, empat, atau enam harakat. Contoh: مِنْ خَوْفٍ , فِي شَيْءٍ

12. Mad Shilah

Menurut bahasa, mad artinya panjang dan Shilah artinya hubungan. Menurut istilah, mad shilah yaitu:

هُوَ حَرْفُ مَدٍّ زَائِدٌ مُقَدَّرٌ بَعْدَ هَاءِ الضَّمِيْرِ

“Mad tambahan (dari Mad Ashli) yang disebabkan oleh Ha dhamir.”

Para ulama memberikan alasan tentang penamaan Mad Shilah ini:

تَاَدُّبًا لِأَنَّ الْقُرْآنَ العَظِيْمَ لَازِيَادَةً فِيْهِ وَلَا نَقْصَ

“Sebagai penghormatan terhadap Al-Qur’an yang agung, yang tidak bisa ditambah atau dikurangi.”

Mad Shilah terbagi menjadi 2 bagian yaitu Mad Shilah Qashirah dan Mad Shilah Thawiilah.

a. Mad Shilah Qashirah (pendek)

Menurut istilah, Mad shilah Qashirah yaitu:

إِذَاكَانَ مَاقَبْلَ الْهَاءِ مُتَحَرِّكًا . . . وَيُشْتَرَطُ اَيْضًا أَنْ لَايَكُوْنَ مَابَعْدَهُ مَوْصُوْلًا . . . وَلَايَجِدُ بَعْدَالْهَاءِ هَمْزٌ مُتَحَرِّكٌ

“apabila sebelum Ha dhamir ada huruf yang berharakat, dan disyaratkan tidak disambungkan dengan huruf berikutnya, dan tidak pula bertemu Hamzah yang berharakat.”

Dari pengertian diatas, Mad Shilah Qashirah mempunyai 3 syarat yaitu:

1) Sebelum Ha dhamir harus ada huruf yang berharakat.

2) Ha dhamir tidak disambungkan.

3) Ha dhamir tidak bertemu dengan huruf Hamzah.

Jika ketiga syarat tersebut tidak ada, maka tidak dihukumi Mad Shilah Qashirah.

Contoh Mad Shilah Qashirah:

إِنَّهُ كَانَ, لَهُ مَافِى السَّمٰوَاتِ

Cara membaca Mad Shilah Qashirah yaitu dipanjangkan dua harakat, baik Ha dhamir tersebut berupa dhamah ataupun kasrah. Biasanya harakat Ha dhamir pada Mad ini ditulis dalam bentuk dhamah terbalik atau fathah kasrah berdiri.

Ada pengecualian dalam Q.S. Al-Furqan ayat 69 pada lafadz:

. . . وَيَخْلُدْ فِيْهِ مُهَانًا

Dari lafadz tersebut, cara membacanya yaitu dipanjangkan Ha dhamir-nya meskipun tidak memenuhi persyaratan sebagai Mad Shilah Qashirah karena sebelum Ha dhamir terdapat huruf yang bersukun.

b. Mad Shilah Thawiilah (panjang)

Menurut Istilah Mad shilah thawilah yaitu:

إِذَاكَانَ بَعْدَ الْهَاءِ هَمْزَةُ قَطْعٍ

“Apabila setelah Ha dhamir terdapat Hamzah Qath’i.”

Jadi, mad shilah thawilah mensyaratkan adanya huruf hamzah setelah Ha dhamir. Jika tidak ada hamzah, maka hukumnya mad shilah Qashirah.

Cara pembacaan Mad ini yaitu dipanjangkan lima harakat atau dua setengah alif, baik Ha dhamir tersebut berharakat dhamah maupun kasrah.

Contoh:

بِهِٓ أَزْوَاجًا , عِنْدَهُٓ إِلَّا .

13. Mad Tamkin

Tamkin secara bahasa artinya tetap (penetapan). Sedangkan menurut Istilah yaitu:

هُوَكُلُّ يَاءَيْنِ أَحَدُهُمَاسَاكِنٌ مَكْسُوْرٌ مَاقَبْلَهَامُشَدَّدًا

“Bertemunya dua huruf Ya dalam satu kata, ya yang pertama berharakat kasrah dan bertasydid, sedangkan ya yang kedua berharakat sukun atau mati.”

Jadi, mad tamkin terjadi jika dua huruf ya saling bertemu dalam sata kata. Huruf ya pertama berharakat kasrah dan bertasydid, dan ya kedua berharakat sukun.

Bila ditelaah lebih jauh, mad tamkin ini sebenarnya hanya mempunyai perbedaan sedikit dengan mad ashli. Yaitu adanya tasydid pada huruf ya yang pertama dalam mad tamkin. Seandainya tasydid tersebut tidak ada, maka kembali ke hukum mad ashli.

Cara membaca Mad Tamkin yaitu dengan menetapkan (memantapkan) bunyi tasydid pada huruf ya yang pertama. Selanjutnya bacaan dipanjangkan saat menghadapi huruf Mad-nya (huruf ya kedua yang berharakat sukun).

Panjang bacaannya ialah dua harakat atau satu alif. Namun, apabila setelah huruf ya terdapat satu huruf hidup dan bacaan di waqafkan pada huruf hidup tersebut, maka membacanya boleh dua, empat, atau enam harakat, karena hukum bacaan pada akhir kata tersebut menjadi Mad Aridl Lissukun.

Contoh:

حُيِّيْتُمْ , وَالنَّبِيِّيْنَ , عِلِّيِّيْنَ .

14. Mad Farq

Farq secara bahasa artinya pembeda (membedakan), sedangkan secara istilah yaitu:

هُوَالْمَدُّيُفَرِّقُ بَيْنَ الْإِسْتِفْهَامِ وَالْخَبَرِ لِأَنَّهُ لَوْلَاالْمَدُّ لَتُوُهِّمَ أَنَّهُ خَبَرٌ لَاإِسْتِفْهَامٌ

فَالْهَمْزَهُ فِيْهِ لِلْإِسْتِفْهَامِ .

“Bacaan panjang yang berfungsi untuk membedakan kalimat istifham (pernyataan) dan khabar (keterangan). Karena jika dibedakan dengan Mad, kalimat istifham akan disangka kalimat khabar, padahal hamzah tersebut adalah hamzah istifham.”

Cara membaca Mad Farq yaitu dipanjangkan enam harakat atau tiga alif, yaitu tatkala kita melafalkan Hamzah istifham kemudian ditasydidkan pada huruf idgham syamsiyah dikalimat berikutnya.

Didalam Al-Qur’an, Mad farq ini hanya terdapat pada empat tempat yaitu:

1. Q.S. Al-An’am : 143

2. Q.S. Al-An’am : 144

3. Q.S. Yunus :59

4. Q.S. An-Naml :59

Kehadiran Mad farq dalam empat tempat tersebut berfaedah untuk membedakan bentuk kalimat, yaitu antara kalimat istifham dan khabar.

Contoh:

ءٰٓاللّٰهُ Terdapat dalam Q.S. An-Naml : 59, cara membacanya yaitu dipanjangkan dahulu enam harakat baru kemudian ditasydidkan pada kalimat di depannya (huruf lam pada lafadz Allaahu). Pada mulanya lafadz tersebut adalah “Allaahu”, kemudian ditambah hamzah istifham dibelakangnya sehingga terjadi pertemuan dua hamzah. Lalu hamzah kedua disukunkan dan diganti dengan huruf mad (alif), maka terbentuklah mad badal. Mad badal ini kemudian disambut oleh huruf yang bertasydid (lam pada lafadz Allaahu). Dari pertemuan Mad Badal dan huruf yang bertasydid inilah lahir Mad Farqi.

D. Lafadz-lafadz Yang Tidak Dibaca Mad

Ada beberapa bacaan yang tidak dibaca Mad meskipun bacaan tersebut mengandung huruf Mad atau memenuhi syarat dihukumi Mad. Bacaan atau lafadz tersebut biasanya ditandai dengan Shifir (tanda kecil berbentuk bulat atau lonjong diatas huruf yang tidak boleh dibaca panjang. Ada juga beberapa lafadz yang tidak dibaca panjang dan tidak ditandai dengan shifir.

Tanda shifir dalam Al-Qur’an ada dua bagian:

1. Shifir Mustadir

Shifir Mustadir merupakan tanda kecil berbentuk bulat yang terletak diatas suatu huruf yang berfungsi:

يَدُلُّ عَلَى زِيَادَةِ ذٰلِكَ الْحَرْفِ فَلَايُنْطِقُ بِهِ فِى الْوَصْلِ وَلَافِى الْوَقْفِ

“Suatu tanda tambahan yang menunjukkan bahwa huruf tersebut tidak boleh dibaca panjang, baik ketika washal maupun ketika waqaf.”

Dalam mushaf Al-Qur’an standar Indonesia terbaru yang diterbitkan oleh Departemen Agama RI, setidaknya ada 22 tempat di dalam Al-Qur’an yang terdapat shifir mustadir.

Beberapa contohnya:

وَمَلَا۠ئِهِ , وَثَمُوْدَا۠ , اَفَا۠بِنْ

Lafadz di atas, huruf yang ada tanda shifir mustadir tidak dibaca Mad atau panjang, baik ketika diwashalkan maupun diwaqafkan. Jika bacaan dipanjangkan maka artinya juga akan berubah.

2. Shifir Mustathil

Shifir Mustatil merupakan tanda kecil berbentuk bulat panjang (lonjong) yang terletak diatas suatu huruf yang berfungsi:

يَدُلُّ عَلَى زِيَادَتِهَا وَصْلًا وَلَا وَقْفًا

“Suatu tanda tambahan yang menunjukkan bahwa huruf tersebut tidak boleh dibaca panjang ketika washal tetapi dibaca panjang ketika waqaf.”

Setidaknya ada 66 tempat di dalam Al-Qur’an yang terdapat tanda shifir mustathil. Ke 66 tersebut terbagi menjadi dua kategori, yakni lafadz “Ana” kurang lebih ada 61 dan lafadz selain “Ana” kurang lebih ada 5 didalam Al-Qur’an.

Beberapa contohnya:

أَنَا۠ , لٰكِنَّا۠ , اَلسَّبِيْلَا۠

*mohon maaf apabila tulisan tidak sesuai dengan asli dikarenakan penulisan menggunakan komputer.

Pada lafadz di atas, yaitu huruf yang ditandai dengan tanda shifir mustathil tidak boleh dibaca panjang ketika diwashalkan, tapi jika diwaqafkan maka harus dibaca panjang.

Ada lafadz-lafadz lain yang tidak dibaca Mad dan tidak ditandai dengan tanda Shifir, diantaranya lafadz اُولٰٓئِكَ , لِاُولِى dan lain sebagainya.

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat diambil kesimpulan yaitu, Mad adalah ilmu mengenai ukuran panjang suatu huruf dalam membaca Al-Qur’an. Mad terbagi menjadi 2 bagian yaitu

- Mad Ashli/Mad Thabi’i (tidak butuh sebab)

- Mad Far’i (butuh sebab). dimana Mad Far’i ini terbagi lagi menjadi beberapa golongan

Ada yang panjangnya satu alif atau dua harakat yaitu Mad Badal, Mad Iwadl dan Mad Shilah Qasirah, Mad Tamkin. Ada yang panjangnya 1 sampai 3 alif yaitu Mad Wajib Muttasil, Mad Jaiz Munfashil, Mad Arid Lissukun, Mad Shilah Thawilah. Ada juga yang panjangnya 3 alif yaitu Mad Lazim Kalimi Mutsaqal, Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf, Mad Lazim Harfi Mutsaqal, Mad Lazim Kalimi Mukhaffaf, Mad Farqi.

Namun ada juga bacaan yang tidak dibaca Mad meski memenuhi syarat Mad, bacaan ini biasa disebut dengan shifir yang terbagi menjadi dua (mustadir dan mustathil).

B. Saran

Dalam makalah ini kami membahas tentang Mad dan pembagiannya. Kami berharap pembaca tidak puas dengan makalah yang kami sajikan ini dan berusaha mencari sumber lain yang berkaitan dengan materi ini demi kesempurnaan pengetahuan dalam memahami ilmu tajwid.

DAFTAR PUSTAKA

Al Mahmud, Syeikh Muhammad. Hidayatul Mustafid fi Ahkamit Tajwid. Surabaya. Al-Miftah, tth.

Al Maroqy, Ahmad Muthohar bin Abdurrahman, Tuhfatul Athfal, Semarang, Toha Putra, 1381 H.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur‟an Dan Terjemahannya. Bandung. CV Dipenogoro

Iim, Acep. 2016. Pedoman Ilmu Tajwid Lengkap. Diponegoro. CV.Penerbit

Nashr, Muhammad Makki. Nihayatul Qaulil Mufid fi Ilmit Tajwid. Bogor. Al-Barakah

Tri Rahayu, Hubungan Anatara Pemahaman Kitab Tuhfatul Athfal Dengan Kefasihan Membaca Al-Qur‟an diPondok Pesantren Al Hikmah Tugurejo Tugu Semaran, (Skripsi ProgramStrata satu Jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Walisongo 2012)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga bermanfaat......

12 May
Balas



search

New Post