Kawin Lari atau Lari Kawin?
KAWIN LARI ATAU LARI KAWIN
Selepas shalat zuhur di Mushalla Al-Hidayah dekat kantor. Ketika akan menyuap bekal yang dibungkus isteri. Datanglah seorang ibu bersama pasangan yang beberapa hari yang lalu ditolak pernikahannya. Mereka datang dengan wajah serius. Wajah tegang dan penuh harap. Wajah yang telah dilingkupi malu dan pasrah.
“Apo kaba? Lah salasai urusan Pengadilan Agama?” (Apa Kabar? Sudah selesai urusan di Pengadilan Agama?)”. Tanya saya mengawali perbincangan di siang itu.
“Belum Pak, bagaimana sambil menunggu putusan Pengadilan, kalau kawin lari saja anak kami bagaimana?” Jawab ibu yang kemudian diketahui adalah ibu kandung dari si perempuan. “Kami sudah malu Pak, sementara kandungan anak kami sudah semakin membesar”, tambahnya penuh harap.
Si ibu terus nyerocos menyampaikan beberapa alsan dan alibi. Bahkan akan bertanggung jawab penuh jika terjadi sesuatu yang memberatkan. Tujuannya tidak lain adalah untuk menutupi aib yang sudah terlanjur. Jika sudah kawin lari atau dinikah sirrikan berarti sudah sedikit mengurangi beban malu yang ditanggung.
Alasan lain yang disampaikan adalah untuk mengikat tanggung jawab si laki-laki yang menghamili anak gadisnya. Jika tidak segera diikat dengan perkawinan, takut si laki-laki akan kabur dan lari dari tanggung jawab. Ini akan menambah masalah dan menambah malu yang akan dihadapi, cucu lahir tanpa bapak yang diakui.
“Ayahnya apa sudah mau menikahkan?”. Sergah saya memulai penyelidikan. Ternyata si ayah yang tidak tahan dengan gunjingan dan malu, sementara pindah ke rumah orang tuanya. Sampai siibu mengadu siang ini, siayah yang perempuan masih bersikeras tidak mau menikahkan.
Kawin lari yang dalam bahasa hukumnya lebih dikenal dengan nikah siri, dijadikan sebagai jalan keluar. Tanpa memikirkan akibat yang akan terjadi. Yang penting sudah seolah dilakukan pernikahan. Bagi masyarakat awam itu sudah merupakan sebuah pernikahan. Celakanya sudah dapat diterima sebagai pasangan suami isteri.
Nikah siri adalah bentuk pernikahan yang dilaksanakan tanpa mengindahkan aturan pencatatan pernikahan. Nikah yang dilaksanakan tidak dicatat dan tidak dengan petugas resmi. Perkawinan seperti ini dalan aturan pencatatan pernikahan adalah tindakan illegal dan tidak dipandang sah secara hukum pencatatan pernikahan.
Banyak akibat yang akan timbul dari perkawinan tidak tercatat tersebut. Dalam pencatatan kependudukan, yang diakui sebagai suami isteri yang sah itu hanyalah mereka yang bisa membuktikan keaslian buku nikah yang dimiliki. Buku nikah adalah kutipan akta nikah. Sebagai bukti yang otentik bahwa keluarga itu memiliki keabsahan nikah secara hukum.
Dalam pasal 2 ayat (1) dan (2) Undang Nomor 1 tahun 1974 dinyatakan bahwa pernikahan itu sah apabila dilakukan menurut agama dan kepercayaan serta dicatatkan menurut peraturan yang berlaku. Hal ini juga dikuatkan oleh Kompilasi Hukum Islam pasal 4 dan pasal 5 ayat (1). UU Nomor 1 tahun 1974 serta untuk terjaminnya perkawinan itu harus dicatatkan.
Akibat hukum yang ditimbulkan karena tidak mencatatkan pernikahan adalah tidak dilayani sebagai warga negara yang taat hukum. Akta Kelahiran anak, Kartu Keluarga, jaminan sosial serta masalah kewarisan dan lainnya tidak akan dilayani. Artinya pernikahan itu hanya akan menghadirkan mudharat.
Kembali kepada kasis di atas, bahwa pernikahan yang akan dilangsungkan itu tidak direstui oleh wali nikah yang sah. Artinya wali enggan untuk menikahkan, wali adal. Kemanapun akan melakukan kawin nikah sirri, pernikahannya tidak akan pernah dinyatakan sah secara akad. Karena salah satu rukun pernikahan itu adalah wali nikah yang sah. Jika dilakukan dengan wali hakim bodong, jelas pernikahannya akan bodong pula.
“Jadi kesimpulannya bagaimana Pak?”.
“Kesimpulannya yang direncanakan itu bukanlah jalan keluar, tapi malah akan memperkeruh suasana. Kawin lari yang diinginkan untuk mengurai masalah,hanyalah kedok untuk lari kawin tanpa wali. Intinya jangan jerumuskan generasi kita pada jurang ketidakpastian. Mari kita berikan jalan keluar yang benar-benar memberikan kepastian hukum. Tercatat, dan bisa dipertanggungjawabkan”.
“Makanya, lalui tahapan persidangan di Pengadilan Agama. Wali adalah posisi sentral. Tidak bisa tergantikan tanpa alasan yang jelas. Kita tunggu putusan hakim. Jia kita taat hukum, akan manislah hasil perjuangan yang didapat….”.
Batusangkar, 05 Maret 2020
Syafrijal Malin
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantab pak malin... Sangat menarik untuk dinanti tulisannya.
Mantap Pak KUA
Lari, bakaja sudahtu kawin..... Co ayam.... Lanjutkrn
Modus kawin lari, tapi kari kawin, mantap Pak, semangat, lanjutkan.