(real story')

Sudah menjadi kewajibanku mengirim adikku di pondok tahfidz Al-Qur'an di sebuah pesantren Kecil Banyuwangi. Walaupun hanya 10 kg beras. Dan 15000,- perak cukuplah tuk biaya hidup dan makan di pesantren penghafal Al-Qur'an itu. Kadang ditambah dengan satu toples sambal bajak buatan bunda kami.

Karena kemukiman ekonomi , suatu saat kami terlambat mengirimnya , kami yakin dia adikku bisa pinjam kebutuhannya pada teman pondoknya. Tapi rupanya hal itu tak dilakukannya karena sungkan sama teman temannya lantaran terlalu sering dilakukannya.

Pucuk daun mangga di depan pondoknya dijadikan sasaran pemenuh perintah perutnya. Satu persatu dipetiknya si ulam mangga dan dengan sejumput garam direbuslah pucuk daun tadi. Bukan...ya bukan untuk teman makan nasi. Semua itu sebagai makanan pokok plus sayurnya. Yang konon pahit pekat tetap dimakannya juga tenimbang mati kelaparan. Sepekan itu dilaluinya dengan sabar.

6 tahun lebih adikku mengoleksi ilmu dari Ma'had kecil itu dengan penuh kesederhanaan bahkan dengan harus bersusah payah memenuhi kebutuhan hariannya. Alhdulllah kini adik kesayanganku itu menjadi keluarga penghaal Al Qur'an . Anak dan istrinya semua anggota tahfidz . BarakAllah Dinda. .maafkan bila waktu itu aku lalai memenuhi kebutuhanmu. Adikku ...padamu aku bangga.

15 03.2020

Pak Tyqnue Azbynt