Susmintari Dwi Ratnaningtyas

Karena yang terucap akan mudah lenyap dan yang tertulis akan abadi seperti prasasti....

Selengkapnya
Navigasi Web
8. FOTO PROFIL

8. FOTO PROFIL

#Tagur 365

#Hari ke-171

“Kita ke rumah sakit sekarang. Ayah kritis,” jawab Mirna sambil berdiri. Farid berjalan lebih dulu. Memastikan taksi online yang dipesannya sudah datang dan siap mengantar mereka. Lila masih terduduk. Tangisnya pecah. Dia seperti kehilangan kekuatan, tubuhnya lemah bersandar kursi. Tak ada yang bisa dilakukannya selain diam sambil berusaha menyembunyikan isak.

“Tangismu tak akan mampu mengembalikan yang sudah hilang, La. Tapi doamu akan sanggup mengubah sesuatu yang belum terjadi. Kamu putri kandung Ayah. Kehadiranmu pasti sangat beliau harapkan. Hapus air matamu, simpan tangismu. Ganti semua ketakutanmu dengan sebuah keyakinan lewat untaian doa. Insya Allah, dengan izinNya, Ayahmu akan sembuh. Mari kita segera berangkat.”

Lembut suara Mirna menenangkan gemuruh kekhawatiran di hati Lila. Disambutnya uluran tangan Mirna, lalu tak lama mereka berjalan beriringan. Menemui Farid yang sudah beberapa saat menunggu mereka. Farid membuka pintu taksi dan menyilakan kedua gadis itu untuk masuk. Dia sendiri lalu mengambil posisi di sebelah driver.

“Rumah Sakit Sumber Sehat, Mas. Lewat jalur pintas saja,” kata Farid sambil menunjukkan sebuah map kepada driver muda yang terlihat ramah dan cekatan itu.

“Siap, Mas,” jawab sang driver sigap.

Taksi melaju melewati jalanan yang tadi ditunjukkan Farid. Tak ada suara, kecuali lagu yang melantun lirih dari audio taksi. Diam mengurung mereka. Semua mengembara angan dalam pikiran mereka masing-masing. Mirna terus merapal doa dalam hatinya. Mencoba meredam gelisahnya lewat istighfar.

“Mir, adakah yang bisa dihubungi di rumah sakit? Ayah gimana? Sudah ada kabar lagi apa belum?” tanya Mirna dengan permohonan yang jelas kentara.

“Doakan yang terbaik, La.” Hanya sesingkat itu jawaban Mirna, karena dia sendiri pun sebenarnya memiliki kekhawatiran yang sama.

“Masuk gang depan saja, Mas. Kami nanti masuk lewat gerbang belakang,” perintah Farid pada driver taksi online itu yang dijawab dengan anggukan. Konsentrasi sang driver seolah tak bisa dibagi karena jalanan memang sedang sangat padat dan ramai.

Mereka segera menghambur keluar ketika taksi berhenti. Setengah berlari mereka menuju ruang perawatan. Diabaikannya napas yang memburu dan air mata yang terus berderai. Mereka mempercepat langkah, hingga tak lama kemudian sampai di depan ruang tempat Pak Dimas dirawat. Seorang perempuan paruh baya menyambut mereka.

“Alhamdulillah kalian sudah sampai. Pak Dimas drop. Tensinya turun drastis. Detak jantungnya melemah. Tapi dokter sudah mengambil tindakan.” Kata perempuan itu sebelum mereka bertanya.

“Bu Sundari, ada di sini? Terima kasih telah berkenan menjaga Ayah, Bu,” kata Lila di antara isaknya yang terus menguar.

Perempuan itu mengangguk. Farid lalu menyilakan perempuan sederhana, ibu kandung Mirna itu untuk duduk. Mereka terduduk di kursi tunggu dan terdiam dalam rasa hati masing-masing. Detak jantung mereka seolah saling bersahutan. Hela napas yang saling memburu seakan berkabar tentang kekhawatiran yang sama. Sebuah kekhawatiran akan rasa kehilangan yang masih belum bisa mereka ikhlaskan.

“Mbak Mirna, pasien atas nama Bapak Dimas pengin bertemu.” Suara perawat yang memanggil dari depan pintu menyadarkan mereka. Serentak mereka berdiri dan berjalan menuju depan pintu tempat perawat itu berdiri.

“Mir, maafkan aku, ya? Bisa aku saja yang menemui Ayah?” lirih Lila memohon. “Saya Lila, putri kandung Pak Dimas, Suster. Bisakah saya bertemu Ayah?”

“Maaf, Mbak. Demi kestabilan psikis pasien, kami mohon hanya nama yang dikehendaki yang masuk. Kondisi pasien masih belum stabil,” kata perawat itu ramah.

“Biar Mirna saja, La. Bersabarlah sebentar saja. Kamu ingin yang terbaik untuk ayahmu, kan?” kata Farid menimpali.

Lila terdiam lalu mengangguk. Hatinya berontak, ada rasa tak terima. Namun dia memilih untuk mengalah. Diabaikannya ego hatinya yang mencoba memberontak. Diraihnya gawainya lalu dibukanya dengan sekali sentuh. Nama kontak itu terlihat kembali. Namun foto profilnya telah berganti. Adakah sesuatu telah terjadi?

(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post