TANTANGAN MENULIS 90 HARI DI GURUSIANA (34) : “PAKU”
Penggalan kisah ini mungkin sudah sering kita dengar, namun ini bisa jadi pengingat bagi kita, ketika kita merasa lupa.
Suatu ketika ada seorang anak laki-laki yang mempungai sifat yang tempramen ia mudah sekali meluapkan emosinya. Tak jarang emosi ini ia luapkan pada barang-barang yang ada dirumah. Ketika amarahnya memuncak apapun bisa jadi pelampiasaanya. Sehingga di rumahnya tak banyak barang yang tersisa. Kalaupun ada hanya barang-barang dari palstik saja.
Melihat emosi sang anak yang sangat tidak terkontrol, timbullah naluri sang ayah untuk mengurangi kebiasaan anaknya. lalu sang ayah memberikan sekantong paku dan mengatakan pada anak itu untuk memakukan sebuah paku di pagar belakang rumah setiap kali dia marah.
Hari pertama, anak itu telah memaku 48 paku ke pagar. Lalu secara bertahap jumlah itu mulai berkurang. Dia mendapati bahwa ternyata lebih mudah menahan amarahnya dari pada mamakukan pagu kepagar rumah.
Akhirnya tibalah waktu dimana anak itu merasa sama sekali sudah bisa mengontrol amarahnya dan memberitahukan kepada ayahnya akan hal itu yang kemudian mengusulkan agar dia mencabut satu paku setiap hari dimana dia tidak marah.
Hari-hari berlalu, dan anak laki-laki itu akhirnya memberi tahu ayahnya bahwa semua paku telah tercabut olehnya. Lalu sang ayah menuntun anaknya kepagar. “hmm, kamu telah berhasil dengan sangat baik anakku, tapi lihatlah lubang-lubang dipagar ini. Pagar ini tak akan pernah bisa sama seperti sebelumnya.” Sang ayah terdiam sejenak, lalu ia kembali melanjutkan kata-katanya, “ketika kamu mengatakan sesuatu dalam kemarahanmu, kata-katamu telah meninggalkan bekas seperti lubang ini di hati orang lain.” Sang anak diam seribu bahasa, bahkan ia tak bisa membalas satu katapun dari ucapan ayahnya, yang ia rasakan adalah penyesalan.
Cerita di atas, hanya sekedar kisah fiksi. Tapi kita sebagai manusia, sudah berapa kali kita meluapkan emosi pada orang-orang disekitar kita atau orang-orang yang kita sayangi. Tidak kah kita mampu mengambil pelajaran dari paku tersebut. Setiap perkataan yang menyakiti perasaan orang disekitar kita ibarat paku yang ditancapkan kepagar rumah. Kita bisa cabut paku tersebut, tapi kita tidak bisa menghilangkan bekas tancapan paku itu. Begitulah perasaan orang-orang yang pernah kita sakiti. Walaupun ia sudah memberi maaf, tapi tetap saja perasaan itu masih membekas.
Semoga kita bukan orang yang memberi lubang paku dihati orang lain
#tantangangurusiana
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Amin...