Sumiati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Surga Kita (tamat)

Surga Kita (tamat)

Tantangan Hari ke-58#Tantangan Gurusiana

Surga Kita

Aku melangkahkan kakiku sedikit tergesa. Begitu kulangkahkan kaki memasuki gerbang perpustakaan, dari kejauhan kulihat Tante Ria terlihat sedang menungguku. Beliau menyambut kedatanganku dengan gembira.

“Kamu ke mana saja? Kenapa baru datang sekarang?” tanya Tante Ria.

“Maaf, Tante. Kemarin Gitta sibuk. Apakah Vanya sudah datang?”

“Seharian kemarin ia menunggumu di tempat biasa. Tapi kamu tidak datang-datang juga. Entah apa yang ia lakukan, tapi dia sangat berisik kemarin. Lalu ia menitipkan surat ini untukmu,” jelas Tante Ria sambil menyodorkan sepucuk surat beramplop biru padaku.

Kuterima surat itu. Kutahu Tante Ria heran melihat sorot mataku yang tiba-tiba berubah. Aku berjalan gontai menuju ‘Surga Kami’. Sepi, tak ada lagi senyuman hangat yang menyambut setiap langkahku. Kududukkan diriku di kursi kayu. Dingin ketika punggungku menyentuh sandaran kursi. Kubuka perlahan amplop surat itu. Aku sangat terkejut ketika kudapati surat itu tak sendiri di dalam amplop, tetapi bersama liontinku. Jadi dia mencarinya seharian kemarin. Dengan tidak sabar kubuka surat darinya dan mulai membaca kata-kata dari tulisan indah Vanya.

16 Februari 2020

Teruntuk Malaikatku

Gitta Helena

Gitta sahabatku, bagaimana kabarmu? Semoga baik-baik saja. Kuharap di sela-sela kesibukanmu kamu masih menjaga kesehatanmu.

Gitta, bersama surat ini aku ingin berterimakasih dan meminta maaf kepadamu. Maaf untuk segala hal yang telah kuperbuat, terutama mengenai liontin ibumu. Maaf berjuta maaf kuutarakan kepadamu, aku memang seorang sahabat yang payah. Terimakasih banyak kuucapkan karena sudah mau bersahabat denganku, seorang gadis cacat yang selalu merepotkanmu. Terimaksih telah menerima semua kekuranganku, telah memaklumi sikapku, dan telah menjadi orang yang begitu berarti bagiku. Tanpamu aku mungkin sekarang sudah jatuh menyerah dengan dunia ini. Terimakasih Gitta.

Sebenarnya ada hal lain yang ingin kukatakan padamu. Aku ingin mengatakannya pada hari di mana aku memintamu untuk datang, tapi kamu tidak datang, aku bisa memaklumi itu. Sesungguhnya tepat lima bulan setelah aku mengenalmu, aku divonis mengidap kanker otak. Saat itu kanker di otakku belum terlalu parah dan masih bisa diselamatkan jika aku mau dioperasi. Tapi aku memilih untuk menunda operasiku agar aku bisa lebih lama bersamamu.

Tak ada hal yang lebih indah dari sebuah persahabatan. Aku tak memerlukan apapun, harta, buku, impian ataupun hidup jika aku mempunyai sahabat sepertimu. Bagiku operasi tidaklah akan membuatku sembuh dan bahagia. Bagiku hanya kamulah orang yang paling bisa membuatku bahagia.

Setiap saat rasa sakit bisa menyerang. Kapanpun itu, bahkan saat kita bersama di perpustakaan. Kamu mungkin tidak sadar, tapi begitu melihatmu betah menemaniku aku merasa sembuh. Aku tidak membutuhkan obat apapun selain dirimu. Kamu adalah obat terampuh di dunia. Kupikir aku akan sembuh jika terus bersahabat denganmu.

Tapi Tuhan berkehendak lain, penyakitku bertambah parah. Papa terus mendesakku untuk berobat ke Singapura. Aku tak mau kalah, aku terus menolak, namun kali ini papa tidak menyerah membujukku. Walaupun begitu, aku tahu dengan keadaan yang sudah separah ini aku tidak mungkin bisa sembuh.

Gitta malaikatku, aku kini harus pergi ke Singapura, meninggalkan tanah air dan dirimu dengan harapan bisa melawan penyakit ini dan kembali bermain bersamamu di ‘Surga Kita’. Hanya ada dua pilihan, aku sembuh lalu kembali padamu, atau aku menyerah dan kembali pada Tuhan. Do’akan yang terbaik bagiku, Gitta.

Terimakasih telah membuatku seperti seorang puteri paling beruntung di dunia karena memiliki sahabat sepertimu. Terimakasih karena telah menemukan cerita yang cocok untukku, cerita tentang aku dan kamu. Gitta tunggu aku hingga aku kembali, tunggu aku hingga aku kembali duduk di sisimu, kembali membaca buku kesukaan kita bersama, Gitta tunggulah aku di ‘Surga Kita’. Maaf atas segala kesalahanku padamu. Aku menyayangimu, sahabatku.

Sahabatmu yang Lemah

Gita Zevanya

Aku terduduk lemas di kursiku. Aku salah. Aku tidaklah sangat mengenal Vanya. Bahkan aku tidak pernah tahu bahwa ada penyakit ganas pada otaknya. Butir bening air mata telah beranak sungai di pipiku. Air mata yang tidak bisa kutahan. Untaian kata Vanya begitu menusuk dan menggoyahkanku. Membuatku tak berhenti merutuki diri sendiri. Aku terlambat

***

Kulipat kembali surat di tanganku dan memasukkannya ke dalam amplop dengan hati-hati. Mataku bergulir menatap liontin yang telah bertukar tempat dengan surat itu. Kubuka perlahan, di sisi kanan ada wajah cantik ibu tersenyum indah menatapku, seakan bangga pada anaknya ini. Berbeda dari sebelumnya, di sisi kiri tak lagi kosong, kini terisi paras indah Vanya di sana. Sungguh aku begitu merindukan mereka.

Satu bulan telah berlalu, tak terdengar kabar apapun mengenai dirinya. Sungguh aku siap akan apapun yang terjadi, setidaknya aku bisa mendengar untuk terakhir kali seseorang menyebut nama indahnya. Sembuhkah? Tidakkah? Rindukah? Membaikkah? Memburukkah? Apapun itu, aku tahu itu adalah yang terbaik untuk kita berdua, sahabat. Tak lagi ada keceriaan yang dulu selalu menyelimuti gedung kecil ini, canda tawa kita, dan tak lagi ada kehadiranmu. Kembali, aku duduk di sini walau kekosongan belaka yang kurasa. Hanya bertemankan buku-buku yang tersusun rapi di rak-rak kayu dan angin semilir yang memaksa masuk melalui celah jendela. Yang ada hanya aku yang menunggumu di keheningan senja, di sini, di ‘Surga Kita’.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren bu cerite e

25 Mar
Balas

Keren. Ade rupenye calon novelis gurusiana di sekolah ku.

25 Mar
Balas

Makasih, bu marni

26 Mar

salam litersi bu ,bagus mengispirasi

25 Mar
Balas

Makasih, juga.

25 Mar



search

New Post