Sumiati

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Surga Kita Part ke -1

Tantangan Hari ke-56# Tantangan Gurusiana

Surga Kita

Kembali, aku duduk di sini walau kekosongan belaka yang kurasa. Hanya bertemankan buku-buku yang tersusun rapi di rak-rak kayu dan angin semilir yang memaksa masuk melalui celah jendela. Tembok tinggi nan dingin masih kokoh mengelilingi gedung biru langit ini. Tak ada siapapun di sini, hanya ada kenangan yang tertinggal di sudut perpustakaan tempat aku menyandarkan diri kini. Andai buku-buku itu bisa bicara, kurasa mereka akan bertanya kemanakah aku yang dulu? Kemanakah keceriaan yang dulu selalu menyelimuti gedung kecil ini? Kemanakah dirimu? Kemanakah canda tawa kita yang dulu? Namun beruntung mereka tak bisa bicara, jika mereka benar-benar menanyakan hal-hal itu padaku, aku hanya akan diam mematung. Tak tahu harus menjawab apa. Karena hari ini tepat sebulan kau pergi. Tak tahu ke mana.

Setahun lalu, di suatu sore yang cerah, ketika itu aku sedang mengunjungi Tante Ria yang bekerja sebagai penjaga perpustakaan ini. Di tengah-tengah keasyikanku mencari-cari buku yang menarik, aku mendapati seorang gadis yang tengah duduk di sudut perpustakaan. Dia terlihat lebih menarik dari buku-buku novel penulis terkenal yang kini telah berpindah ke tanganku. Entah apa, namun sesuatu di dalam hatiku mendorongku untuk mendekatinya. Langkahku bertambah yakin ketika kulihat senyum terukir di bibirnya. Sinar mentari senja yang menerangi meja di sudut itu bagai lampu sorot yang menyinari sang tokoh utama di atas panggung. Setelah kutatap ia tepat di depan mataku, aku yakin hatiku mengarah pada orang yang tepat. Dan setelah kudapati ia duduk di sebuah kursi besi beroda, aku yakin hidupku tak akan sama lagi dari hari-hari sebelumnya.

Seperti kisah-kisah dalam cerita klasik, sejak hari itu kami berteman. Namanya Gita Zevanya. Nama yang indah seindah paras dan hatinya. Berhubung namaku juga Gitta, jadi aku memanggilnya Vanya. Semua kenangan kami rajut di sini, di sudut perpustakaan, di tempat yang kami beri nama ‘Surga Kami’. Mulai dari berkenalan, bercerita mengenai satu sama lain, sekadar membaca novel bersama, bahkan membuat keributan hingga Tante Ria harus menegur kami beberapa kali. Sedikit demi sedikit, perlahan namun pasti kami mulai saling mengenal. Vanya sangat mengenalku, dan kurasa aku juga begitu. Aku tahu mengapa kedua kakinya bisa lumpuh, mengapa ia sering pergi ke perpustakaan ini, mengapa ia memilih duduk di sini, dan lain sebagainya. Namun ternyata perkiraanku salah, setelah kejadian sebulan lalu yang begitu mengubah hidupku.

Ketika itu aku sedang berjalan cepat menuju gedung perpustakaan ini. Setelah menyapa Tante Ria di meja depan, segera kulangkahkan kaki menuju ‘Surga Kami’. Di luar rebah hujan membuat irama tersendiri. Jendela perpustakaan membingkai kelamnya dunia. Kepalaku terasa semakin berat saja. Sesore ini aku baru saja pulang dari sekolah. Tugas sekolah yang menumpuk dan kegiatan sekolah maupun les bagai tak ada henti-hentinya, membuat keadaan hatiku semakin hari semakin memburuk. Bahkan kini kurasa kantung mataku semakin menghitam.

Begitu melihat kehadiranku, senyum manis Vanya langsung menyambut. Tanpa membalas senyumannya aku segera merebahkan diri di ‘singgasana’ di sisi Vanya. Ia terus menatapku bingung.

“Kamu terlihat lelah, Gitta,” komentarnya.

Aku menatap langit-langit. “ Ya. Tugas sekolah semakin menumpuk,” jawabku singkat.

Ia mengangguk-angguk mengerti, namun sedetik kemudian kembali angkat bicara. “Kenapa tidak di bawa kemari? Kita bisa mengerjakannya sama-sama.”

Aku menghela nafas berat, lalu menggeleng pelan. Vanya tak lagi bicara, ia memandang berkeliling. Mengambil sebuah buku tulis dan menyodorkannya kepadaku. Buku yang diberi judul ‘Buku Keinginan’ itu mengingatkanku pada awal-awal perjumpaan kami. Ketika itu Vanya bilang alasannya datang ke perpustakaan adalah untuk mencari pengalaman yang belum pernah ia lakukan. Di sini ia mencari cerita yang cocok untuknya. Ia pesimis bahwa orang-orang seperti dirinya bisa mendapatkan pengalaman semenarik orang normal. Aku menyangkal pernyataannya, dan mulai saat itu aku berjanji akan menemani Vanya melakukan apapun yang ia inginkan. Aku menyuruhnya untuk menulis semua keinginannya di buku itu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren buk... lanjuttt

23 Mar
Balas

Lanjut

25 Mar

Baru mulai jak la menarik, pasti lanjutannye tambah menarik ag, lanjut bu...

23 Mar
Balas

Wooooow...keren Bu..lanjut

24 Mar
Balas

Penasaran. Lanjutkan...

24 Mar
Balas

Penasaran. Lanjutkan...

24 Mar
Balas

Mantul....baru pembuluh ini. Ditunggu lanjutanx.

24 Mar
Balas

Mantap cerpen e

24 Mar
Balas



search

New Post