KAKEK PENJUAL DAUN SIMPOR
#tulisanku-47
Kakek Penjual Daun Simpor
Hampir setiap pagi ketika saya menuju ke sekolah mengendarai motor, saya menyaksikan perjuangan berat seorang kakek berumur lebih tujuhpuluh tahun sebagai “Pahlawan Keluarga.” Beliau terpaksa mendorong sepeda tuanya dengan sangat perlahan karena jalan raya yang menanjak. Tubuhnya yang sangat ramping berusaha mendorong sepeda, yang dibelakangnya terdapat sepasang keranjang rotan (ambong dalam bahasa Belitong) berisi daun simpor. Tangannya yang keriput berusaha memegang setang sepeda sekuat tenaga, agar sepeda dengan bebannya dapat terus melaju. Posisi kepala beliau selalu nampak menunduk, mungkinkah karena keterbatasan jarak pandang mata tuanya. Beliau membawa daun simpur untuk dijual ke warung-warung makanan sepanjang jalan yang dilalui, dan jika masih tersisa terus dibawa sampai ke pasar. Daun simpor yang dibawa berasal dari pohon liar yang banyak tumbuh di sekitar tempat tinggal beliau di desa Kelekak Usang. Dalam bahasa Belitong Kelekak Usang artinya kebun yang terbentuk sudah sangat lama (tua).
Simpur, sempur, sempu dan simpor dalam bahasa Belitung (Dillenia suffruticosa) merupakan tumbuhan perdu atau semak dengan daun yang lebar dan keras. Bunganya mengalami perubahan warna, ketika kuncup berwarna merah menyala dan setelah mekar berubah warna menjadi kuning cerah. Di Indonesia tumbuhan simpur kurang populer, karena tumbuhan ini hanya dapat dijumpai di Pontianak pulau Kalimantan dan pulau Belitung. Daunnya yang lebar dimanfaatkan oleh masyarakat Belitung untuk membukus makanan seperti pecal/gado-gado, tempe, kue pulut panggang, tapai, nasi uduk dan lontong. Lontong Belitung bentuknya kerucut, berbeda dengan bentuk lontong daun pisang. Daun simpor yang teksturnya kuat menggantikan fungsi daun pisang untuk membungkus makanan. Belitung merupakan pulau kecil ditengah lautan sehingga angin laut yang berhembus ke darat cukup kencang, dan akan merobek daun pisang. Selain membungkus makanan, pohon simpor juga menjadi penanda keberadaan air tanah, sangat tepat untuk dipilih menjadi lokasi jika akan membuat sumur (perigi), menurut menurut cerita orang-orang tua Belitung, dan itu terbukti.
Hari itu tidak seperti biasanya, saya bertemu kakek penjual daun simpor di waktu siang sekitar jam sebelas saat sinar matahari memancar kuat. Dari jauh ada pemandangan yang sangat menyentuh hati, ambong kakek masih terlihat berisi daun simpor. Mungkinkah ini dampak dari wabah virus corona? Semoga masa #dirumahaja dan #jagajarakfisik segera berakhir, agar daun simpor jualan kakek habis terjual. Bersama angin yang berhembus, yang menggoyangkan tangkai-tangkai daun simpor kutitipkan doa untuk sang kakek, “Semoga beliau tetap sehat, dan sabar menjalani takdirnya.” (tjq02/04/2020)
Sumber bacaan ; https//bibitbunga.com.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Aamin YRA, mudah2an rezeki bpk penjual daun simpor trs mengalir,
Dampak #dirumahaja, ingin menulis apa saja yang ada dalam pikiran.
Tulisannya, mantap, lanjutkan
bagus
Tetap keren ...
Bagus bu, teraentuh dengan kakek penjual simpor, bisa jadi imspirasi cerpen dan puisi
Amin. . mudah2n kakek selalu sehat