Bukan Roboh Tapi Kokoh
Penulis: Sukadi
#TantanganMenulis365Eps2
#Gurusiana Hari ke-896
Sebagai seorang guru apalagi pecinta sastra tentu tidak akan pernah asing lagi dengan cerpen karya A.A Navis berjudul Robohnya Surau Kami. Dulu saat saya masih dibangku kuliah, cerpen ini terkupas tuntas dalam forum diskusi mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Saat itu materi cerpen ini di kupas pada diskusi kelompok pada mata kuliah Pendekatan Kajian Sastra. Saya lupa-lupa ingat saat itu dosen pengampu mata kuliah ini. Kalau tidak salah pak dosennya adalah pak Fauzan yang saat ini beliau menjabat sebagai Wamen Dikti.
Kebetulan saat itu saya juga aktif di media penerbitan koran milik kampus bernama Koran Bestari. Cerpen berjudul Robohnya Surau Kami sempat saya tulis sinopsisnya sebagai tugas mata kuliah kemudian saya parafrasekan dalam bentuk tulisan ilmiah populer dan terbit di koran kampus waktu itu.
Apa sih sebenarnya isi cerita dari cerpen tersebut. Orang awam tentu akan melihat judulnya lalu mengintepretasikan judul cerpen tersebut menjadi pemahaman dan pemaknaan dari sudut padang pengetahauan mereka. Mungkin sekilas dari judul Robohnya Suara Kami menganggap bahwa sebuah Surau ( mushola) tempat ibadah dan mengaji dirobohkan. Eit jangan salah ya..bukan itu sebenarnya isi ceritanya. Maklum jaman sekarang orang cenderung melihat judul daripada isi. Melenceng jauh deh. Memang judul adalah elemen pertama yang dilihat pembaca, dan sering kali menjadi faktor penentu apakah mereka akan melanjutkan membaca sebuah karya atau berhenti pada sekedar membaca judulnya saja dan membuat kesimpulan dangkal dari pemahaman masing-masing. Kenapa seorang penulis itu membuat judul yang menarik pembaca tentu penulis tersebut berusaha untuk menggiring pembaca agar tulisannya dibaca.
Oke sah-sah saja sih siapa pun dalam mengartikan judul berdasar pemahaman masing-masing. Karena memang judul dibuat agar memiliki kekuatan untuk menarik perhatian pembaca. Tapi jangan salah sebagai seorang literat alangkah baiknya kita tidak tertipu oleh cassing atau judul belaka.
Mengambil inti tulisan saya dulu yang saya ingat, cerpen Robohnya Surau Kami menggambarkan pesan moral janganlah kita mudah tertipu oleh cerita orang lain. Pesan itu saya intepretasikan pada tokoh Garin seorang kakek penjaga surau. Kalau jaman sekarang disebut Takmir. Kakek Garin mendengar cerita dari seorang pembual dan pembohong yakni Ajo Sidi. Ia menceritakan seorang bernama Haji Shaleh dulunya merupakan orang yang selalu beribadah, selalu bersujud, memuji dan berdoa kepada Tuhan taat menjalankan perintahNya dan selalu bertaqwa kepada Tuhan Namun, Haji Shaleh di akhirat malah dimasukkan ke dalam neraka. Mendengar cerita dari Ajo Sidi, kakek Garin termenung dan keesokan harinya mengakhiri hidupnya dengan menggorok lehernya sendiri dengan pisau cukur.
Nah bisa disimpulkan dari cerpen Karya A.A Navis ini, bukan roboh suraunya tetapi mati penghuninya. Artinya kalau diera modern saat ini banyak Masjid-Masjid elok indah dan megah namun tidak banyak jamaahnya. Begitu pembaca. Mungkin lo yaa...
Magetan, 25 Februari 2025
Salam literasi
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar