Sebab Apa Berbohong?
“Kamu kan yang mecahin pot bunga di tempat parkir? Kenapa kamu pecahin? Otak kamu ada di mana? Perlu biaya untuk mengganti pot itu. Ngerti?” amuk Pak Bagja tanpa pemanasan dulu. Harun justru heran: kok Pak Bagja tidak tahu letak otak. Baru kemarin Pak Bagja menjelaskan tentang otak. Harun ingin geleng-geleng. Namun, dia tidak bisa melakukannya. Amuk Pak Bagja bisa kian membara.
Tadi Harun datang terlambat. Ketika dia akan masuk kelas, Pak Bagja sudah ada di dalam. Kalau Harun mengatakan apa adanya bahwa dia bangun kesiangan, tentu akan mengundang kemarahan Pak Bagja. Seketika Harun dapat alasan. Dengan mantap, dia ketuk pintu kelas. Setelah itu, tentu saja Pak Bagja bertanya. Harun mengatakan, dia terlambat karena motor ojek yang mengantarnya mogok. Di luar dugaan, Pak Bagja membolehkan Harun masuk kelas tanpa hukuman atau omelan. Harun belajar sebuah hal.
“Begini, Pak. Tadi saya memindahkan pot itu biar aman karena ada yang sedang main bola. Pas saya mengangkat pot itu, bola meluncur bebas menuju motor Pak Bagja. Langsung saya tahan bola itu, tapi pot yang saya pegang jatuh. Pecah.” Harun memberi alasan. Bukan kejadian sebenarnya. Pak Bagja manggut-manggut. Emosinya reda. Berkat Harun, bola tidak mengenai motornya. Paling tidak motornya tidak kotor kena bola. Harun tersenyum, bertanya, “Maaf, Bapak memang tidak tahu di mana letaknya otak?”
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Hehe... Memainkan emosi. Luar biasa!