By Suherniwita, S.Pd

Pagi itu, tangisan bayi memecah keheningan subuh yang tenang. Deburan ombak begitu jelas terdengar. Kicuan burung bersahutan menyambut sabda alam, bersiul pertanda mulainya hari yang baru.

Dengan mengucek2 mata Bunga pun terbangun dari tidurnya. Nyeri di perutnya terasa begitu perih dari bekas luka cesar yang baru ia dapatkan beberapa hari yang lalu. "Mas, bangun. Udah Subuh. Sholat dulu ya, Mas. Si kembar juga udah bangun. Biar aku yang jaga dulu" Bunga membangunkan suaminya sambil meringis2 kesakitan berusaha untuk duduk. Hasbi terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Sepertinya ia kelelahan karena begadang jaga dua bayi kembar hingga semalaman. Lalu berjalan ke kamar mandi untuk mengambil air wudhu. "Okay, Mas ke kamar mandi dulu ya. Jaga si kembar ya". Menurut Bunga, Hasbi adalah sosok suami yang bisa dibanggakan. Ia pekerja keras, bertanggungjawab, dan peduli dengan keluarganya. Dan yang paling penting, Hasbi adalah sosok yang disiplin dan memegang teguh prinsip hidup dan agamanya. Bunga yang kadang plin plan banyak belajar arti keteguhan hati pada suaminya. Mungkin hal inilah yang membuat Bunga luluh dan mau menikahi Hasbi beberapa tahun yang lalu. Selesai sholat Subuh, Hasbi menciumi pipi kedua bayi mungilnya. "Hai duo pangeran kecilku , Fathan dan Fathih. Selamat pagi. Waktunya mandi pagi dengan ayah. Bunda sepertinya belum bisa mandikan kamu, nak" Hasbi menggoda istrinya dengan gurauan-gurauan kecil seperti itu di pagi hari. Yah, Hasbi benar. Bunga memang belum bisa apa-apa. Selain luka cesar yang masih terasa nyeri, Bunga juga belum memiliki pengalaman dalam mengasuh bayi. Memang dulu Bunga memiliki banyak saudara, namun semua beres oleh tangan telaten Almarhumah ibunya. Tentu dengan bantuan sang ayah juga. Salut. Memiliki 8 anak bukanlah hal yang bisa dianggap sepele. Semua berhasil dibesarkan dan dididik oleh tangan orang tua super seperti mereka. Dengan telaten, Hasbi memandikan kedua bayi kembarnya secara bergantian. Struktur tubuh mereka yang masih sangat rentan dibersihkan dengan ekstra hati-hati olehnya. Selesai mandi, kedua bayi mungil tersebut dipasangkan baju dan dibedong oleh Hasbi. Bunga memperhatikan dengan takjub. Bagaimana bisa Hasbi yang anak tunggal dan tidak memiliki adik bisa setelaten itu dalam merawat bayi. Mengalahi Bunga yang tidak bisa apa-apa. Ternyata Hasbi adalah tipe yg pemerhati ulung dan seorang fast-learner juga. Ia belajar dari perawat di rumah sakit tempat Bunga melahirkan. Dari situlah ia belajar dan mempraktekannya sesampai di rumah. Inilah rutinitas pagi yang selalu dilakukan Hasbi sebelum berangkat bekerja. Bangun Subuh, memandikan bayi kembar mereka, sarapan bareng istri lalu berangkat ke kantor. Tak lupa ritual sebelum berangkat bekerja yg selalu dilakukan Hasbi yaitu menciumi pipi kedua bayi nya. Bunga pun salim serta mencium tangan suaminya. Waktu berlalu. Tak terasa 3 bulan pertama dalam hidup baru Bunga telah dilewati. Pertanda masa cuti melahirkan yang ia ajukan ke sekolah tempat Bunga mengajar telah berakhir. Ia harus kembali ke dunia kerja untuk menjalankan tugas dalam mencerdaskan anak Bangsa. Bagaimana mungkin Bunga bisa meninggalkan bayi kembarnya yang masih butuh ASI? Kepada siapa ia harus mengadu? Haruskah ia mencari pengasuh untuk kedua bayi mereka? Dilema!. Bunga mengalami peperangan bathin yang teramat dahsyat.