suhari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
737.Perangai Penyempurna Keimanan

737.Perangai Penyempurna Keimanan

Manusia wajib beriman kepada Allah Swt sebagai Sang Penciptanya jika ingin hidup bahagia dunia akhirat. Iman menjadi syarat utama dan pintu masuk untuk diterimanya amal perbuatan seseorang. Sebaik dan sebanyak apa pun amal kebaikan seseorang jika tidak ada iman yang mendasarinya,maka dianggap tiada,bagaikan debu yang berterbangan ditiup angin kencang. Iman atau tauhid menjadi penentu segalanya. Nabi Muhammad saw bersabda,

الإِيمَانُ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ أَوْ بِضْعٌ وَسِتُّونَ شُعْبَةً فَأَفْضَلُهَا قَوْلُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ وَالْحَيَاءُ شُعْبَةٌ مِنَ الإِيمَانِ

“Iman itu lebih dari tujuh puluh atau enam puluh cabang. Cabang yang paling utama adalah perkataan ‘Laa ilaaha illallah’ (tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah). Sedangkan cabang yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan. Dan rasa malu adalah salah satu cabang dari iman.” (HR. Muslim). Imam An-Nawawi ra berkata menjelaskan hadits tersebut.

وَقَدْ نَبَّهَ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَنَّ أَفْضَلهَا التَّوْحِيد الْمُتَعَيِّن عَلَى كُلّ أَحَد ، وَاَلَّذِي لَا يَصِحّ شَيْء مِنْ الشُّعَب إِلَّا بَعْد صِحَّتِهِ

“Nabi saw telah mengingatkan bahwa cabang keimanan yang paling utama adalah tauhid, yang merupakan kewajiban bagi setiap orang. Sedangkan cabang keimanan yang lain tidak akan sah kecuali setelah sahnya cabang tauhid tersebut.” (Syarh Shahih Muslim: 1/112).

Dalam bahasa Arab, iman berarti “tashdîq” (membenarkan); thuma’nînah (ketentraman); dan iqrâr (pengakuan). Makna ketiga inilah yang paling tepat. Ibnu Taimiyah ra berkata: “Telah diketahui bahwa iman adalah iqrâr (pengakuan), tidak semata-mata tashdîq (membenarkan). Dan iqrâr (pengakuan) itu mencakup perkataan hati, yaitu tashdîq (membenarkan), dan perbuatan hati, yaitu inqiyâd (ketundukan hati).” (Majmû’ Fatâwa: 7/638). Iman berarti percaya akan adanya Allah Swt,adanya utusan,hari akhir,dan segala yang berkaitan dengannya. Iman menjadi kekayaan yang sangat berharga dan tidak bisa ditukar dengan segala sesuatu hingga dunia seisinya sekali pun. Dunia berikut isinya akan hancur tanpa meninggalkan sisa,namun iman akan mengantarkan pemiliknya menjadi manusia yang kekal dalam surga-Nya. Iman hanya Allah Swt berikan kepada hamba-Nya yang dicintai. Berbeda dengan dunia akan diberikan kepada siapa saja, baik yang Allah Swt cintai maupun benci. Ibnu Mas’ud ra berkata:

إِنَّ اللهَ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لاَ يُحِبُّ ، وَلاَ يُعْطِي الإيْمَانَ إِلاَّ مَنْ يُحِبُّ

Sesungguhnya Allah memberi dunia pada orang yang Allah cinta maupun tidak. Sedangkan iman hanya diberikan kepada orang yang Allah cintai.”(Diriwayatkan Bukhari dalam Adabul Mufrod 279). Hidup di dunia dengan iman yang sempurna adalah indikator kesuksesan manusia dalam hidupnya. Di dunia akan selamat dan bahagia dan di akhirat kelak akan mendapatkan kenikmatan luar biasa lagi kekal bersama bidadari surga yang hati manusia tidak akan pernah bisa membayangkan kecantikannya.

Sebagai barang berharga haruslah dijaga sehingga tetap menjadi barang mahal. Sebagaimana benda dunia lainnya yang bisa berkurang nilainya,demikian pula dengan iman yang bisa bertambah dan berkurang sesuai penjagaan yang dilakukan pemiliknya. Seorang tabi’in telah menyatakan berkurang dan bertambahnya iman seseorang. Abdurrahman bin ‘Amru al-‘Auzaa’i (wafat tahun 157 H) menyatakan,

الإِيْمِانُ قَوْل وَ عَمَلٌ يَزِيْدُ وَ يَنْقُصُ فَمَنْ زَعَمَ أَنَّ الإِيْمِانَ لاَ يَزِيْدُ وَ لاَ يَنْقُصُ فَاحْذَرُوْه فَإِنَّهُ مُبْتَدِعٌ

“Iman adalah perkataan dan perbuatan, bertambah dan berkurang. Siapa yang meyakini iman itu tidak bertambah dan tidak berkurang maka berhati-hatilah terhadapnya karena ia adalah seorang ahli bid’ah.” (Diriwayatkan al-Aajuuri dalam kitab asy-Syari’at hlm 117). Beliau juga ditanya tentang iman, “Apakah bisa bertambah?” Beliau menjawab, “Iya, hingga menjadi seperti gunung.” Beliau ditanya lagi, “Apakah bisa berkurang?” Beliau ra menjawab, “Iya, hingga tidak tersisa sedikit pun darinya.”(Diriwayatkan Al-Laalakai dalam Ushul I’tiqaad: 5/959).

Iman akan bertambah dengan ketaatan yang dilakukan dan akan berkurang bahkan hilang sebab perbuatan dosa atau kemaksiatan. Seorang mukmin wajib senantiasa beramal kebaikan agar keimanannya tetap berada dalam hatinya bahkan cenderung bertambah. Jangan sampai kosong dari amal kebaikan sehingga iman pelan namun pasti akan meninggalkan hatinya. Imam Asy-Syafi’i ra mengatakan:

الإِيمانُ قولٌ وعمل ، يزيدُ وينقص ، يزيدُ بالطاعة وينقص بالمعصية ، ثم تلا وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا

“Iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Bertambah karena ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Kemudian beliau membaca ayat:

وَيَزْدَادَ الَّذِينَ آمَنُوا إِيمَانًا

“Dan supaya orang yang beriman bertambah imannya.” (QS. Al-Muddatstsir: 31). (Fathul Bari karya Ibnu Hajar al-Asqalani). Demikian pula dengan Imam Ahmad bin Hambal ra yang mengatakan.

الإِيمانُ يَزيدُ وَيَنْقُص ؛ فَزِيادَتُهُ بالعَمَلِ ، ونُقْصَانُهُ بِتَرْكِ العَمَل

“Iman bisa bertambah dan berkurang. Bertambahnya iman adalah dengan amalan, dan berkurangnya karena meninggalkan amalan.” (Syarh Ushul I’tiqad Ahlissunnah karya al-Lalakai). Bahkan yang idial bagi seorang mukmin adalah tidak sekedar mempertahankan keberadaan iman yang telah ada,namum berusaha untuk menyempurnakannya sedemikian rupa sehingga puncak kesuksesan hidup bisa diraih. Adapun amalan yang dianggap bisa menyempurnakan keimanan seseorang adalah seperti yang dituturkan oleh Imam Sarri As-Saqathi ra dengan berkata:

ثلاث مَن كُنّ فيه استكمل الإيمان: مَن إِذَا غضب لم يخرجه غضبه عن الحقّ، وَ إِذَا رضي لم يخرجه رضاه إلى الباطل، وَ إِذَا قدر لم يتناول ما ليس له

"Ada tiga hal yang apabila seluruhnya terdapat pada seseorang, dia telah menyempurnakan keimanannya: Jika ia marah, amarahnya tidak mengeluarkan dirinya dari kebenaran. Jika ia rida, keridaannya tidak mengantarkannya menuju kebatilan. Jika ia kuasa, dia tidak mengambil apa yang bukan miliknya." (Shifatush Shafwah hlm. 365). Semoga iman kita termasuk iman yang sempurna sehingga kenikmatan yang kita peroleh kelak juga sempurna. Amin []

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi

08 Feb
Balas

Trims,Pak Dede. salam balik

09 Feb



search

New Post