suhari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
417.Menggapai Manisnya Keimanan dan Lezatnya Ketaatan

417.Menggapai Manisnya Keimanan dan Lezatnya Ketaatan

Semua orang Islam pasti mengaku telah mempunyai iman,yaitu percaya dan yakin bahwa Allah Swt itu ada. Begitu pula dengan bagian dari rukun iman lainnya,percaya kepada rasul,kitab,malaikat,hari akhir,hingga takdir baik maupun buruk. Jika ukurannya adalah pengakuan atau sekedar klaim semata,maka tidak bisa dipungkiri bahwa apa yang diakuinya adalah benar adanya. Namun,jika ditanyakan apakah benar iman tersebut telah berfungsi dengan benar sesuai dengan apa yang Allah Swt harapkan,tentu banyak yang akan terdiam seribu bahasa. Tidak berani berteriak lantang bahwa imannya telah menghunjam dalam dadanya. Untuk membuktikan iman tersebut ada,ujian menjadi medianya.Allah Swt berfirman memastikan akan menguji siapa saja yang berani berkata telah beriman kepada-Nya.

. أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ ۖ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ

Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabuut,2-3).

Banyak macam manusia dalam menghadapi keniscayaan ujian dalam hidupnya. Semuanya tergantung kadar keimanannya masing-masing. Tatkala iman manteb,ujian seberat apa pun akan dihadapinya dengan kesabaran dan senyum. Namun,tatkala imannya sekedar di lisan yang mengucapkan tanpa penghayatan yang berarti,tersenggol sedikit masalah saja,rasa putus asa telah memenuhi seluruh isi hatinya. Agar iman menjadikan hidup manusia indah dalam segala kondisi,haruslah menjadi iman yang manis dirasa. Iman yang manis adalah seperti yang Rasulullah Muhammad saw sabdakan.

ثلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ بِهِنَّ حَلاَوَةَ الإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا ، وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَ يُحِبُّهُ إِلاَّ لِلَّهِ ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّار.

"Ada tiga perkara yang apabila terdapat dalam diri seorang hamba maka ia akan meraih manisnya keimanan: Hendaklah ia jadikan Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai dari selain kedua-Nya. Hendaklah ia mencintai seseorang, tidaklah ia mencintainya kecuali karena Allah. Dan hendaklah ia benci untuk kembali kepada kekafiran sebagaimana ia benci kalau dirinya dilempar ke dalam api." (HR. Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik ra).

وفي رواية للبخاري: وَحَتَّى أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِنْ أَنْ يَرْجِعَ إِلَى الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللَّهُ.

Dalam riwayat Bukhari: “Dan sampai dilempar ke dalam api lebih ia sukai daripada kembali kepada kekafiran, setelah Allah menyelamatkannya dari kekafiran tersebut.”

Iman yang manis berarti sanggup menjadikan keyakinan pada Allah Swt diatas segalanya. Keyakinan bahwa Allah Swt dan semua yang diminta untuk diyakini ada serta adanya takdir menjadikan seseorang merasa tenang dan senang terhadap apa pun yang terjadi dan menimpa dirinya. Bersyukur ketika mendapat kenikmatan dan bersabar ketika harus mendapatkan musibah. Nikmat dan musibah baginya sama saja,datangnya dari Allah Swt dalam rangka untuk mengujinya. Iman yang manis mengharuskan hatinya selalu rida terhadap berbagai situasi yang ada. Menjauhkan diri dari rasa tidak sabar dan putus asa. Lebih jelas Imam An-Nawawi ra menjelaskan hakikat manisnya iman dengan berkata:

وَمَعْنَى حَلَاوَةِ الْإِيمَانِ اسْتِلْذَاذُ الطَّاعَاتِ وَتَحَمُّلُ الْمَشَاقِّ فِي الدِّينِ وَإِيثَارُ ذَلِكَ عَلَى أَعْرَاضِ الدُّنْيَا

“Makna manisnya iman adalah merasa lezat dalam melakukan ketaatan, menahan beban dalam mengamalkan agama dan lebih mendahulukan hal tersebut dari seluruh kenikmatan dunia.” (Fathul Baari, 1/61). Manis dan lezatnya dunia dikesampingkan dan dikalahkan dengan manis dan nikmatnya ibadah atau taat kepada-Nya. Nikmatnya ibadah bersifat maknawi dan hati yang bisa merasakan,sedangkan nikmatnya dunia hanyalah jasad atau fisik yang menjadi tempatnya. Seseorang yang telah memiliki iman yang manteb akan merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika rida Allah Swt yang didapat. Dan itu hanya bisa diraih orang yang keyakinannya mantab bahwa apa pun yang ada di dunia,materi atau perbuatan akan diperhitungkan Allah Swt lalu dikonversi menjadi dosa atau pahala.

Untuk mendapatkan manisnya iman membutuhkan perjuangan maksimal dan lama. Keistiqomahan menjadi syarat mutlak. Iman yang sempurna tidaklah didapat dengan begitu saja. Barang berharga dan mahal harus serius dalam mengusahakannya. Ada kesaksian yang mencengankan dari alim ahli ibadah,bagaimana cara dan berapa lama untuk bisa merasakan manisnya iman. Imam Ahmad bin Harb ra berkata:

عَبَدْتُ اللهَ خَمْسِيْنَ سَنَةً فَمَا وَجَدْتُ حَلاَوَةَ العِبَادَةِ حَتَّى تَرَكْتُ ثَلاَثَةَ أَشيَاءٍ تَرَكْتُ رِضَى النَّاسِ حَتَّى قَدِرْتُ أَنْ أَتَكَلَّمَ بِالحَقِّ، وَتَرَكْتُ صُحْبَةَ الفَاسِقِيْنَ حَتَّى وَجَدْتُ صُحْبَةَ الصَّالِحِيْنَ، وَتَرَكْتُ حَلاَوَةَ الدُّنْيَا حَتَّى وَجَدْتُ حَلاَوَةَ الآخِرَةِ.

“Aku beribadah kepada Allah selama 50 tahun, tapi aku tidak mendapatkan manisnya ibadah sampai aku meninggalkan tiga perkara:Aku tinggalkan mencari rida manusia hingga aku mampu mengatakan yang benar. Aku tinggalkan pertemanan dengan para pendosa hingga aku berteman dengan orang-orang saleh. Dan Aku tinggalkan manisnya dunia hingga aku mendapatkan manisnya akhirat.” (Siyar A’lamin Nubala, 9/99). Beliau yang ahli ilmu dan rajin ibadah saja butuh usaha ektra dan sangat lama sekali untuk mendapatkan manisnya iman. Lantas bagaimana dengan yang ilmunya pas-pasan dan ibadahnya sesuka hati atau musiman? Perlu kiranya menilisik kembali status keimanan yang ada dalam dada masing-masing. Kepedulian akan kwalitas iman mutlak diperlukan demi kwalitas hidup dunia dan akhirat yang lebih bermakna.

Seorang muslim pemburu manisnya iman harus berkomitmen bahwa mencintai Allah Swt dan Rasul-Nya menjadi agenda utama hariannya. Menyakini mencintai keduanya adalah ibadah yang sangat agung dengan dibuktikan dengan ketaatan kepada Allah Swt dengan cara meneladani atau ittiba’ Rasul-Nya saw. Cinta dan benci karena Allah Swt adalah ikatan iman yang paling kuat, dan maknanya adalah mencintai seseorang hendaklah karena ketakwaannya kepada Allah Swt semata.Jika harus membenci seseorang,kebencian tersebut karena kemaksiatan yang dilakukannya semata. Bukan berdasar sentimen pribadi atau faktor dunia lainnya. Semakin takwa seseorang semakin dicinta,semakin sering berbuat maksiat seseorang semakin besar saja kebencian kepadanya. Benci karena harus mendapatkan dosa dan siksa yang sangat pedih kelak. Pemburu manisnya iman juga mempunyai kewajiban untuk membenci kekafiran dan orang-orang kafir,serta semua kemaksiatan dan pelakunya sebagaimana wajibnya mencintai keimanan dan orang-orang yang beriman. Cinta kebaikan dan benci kekafiran mengharuskan adanya kesabaran dalam menghadapi berbagai rintangan demi iman dan takwa. Bahkan mengalami penderitaan di dunia sampai kehilangan nyawa dengan cara yang paling berat sekali pun seperti dibakar,dipenjara,dibunuh itu lebih baik baginya daripada harus melakukan dosa kekafiran, lalu mendapat azab akhirat yang jauh lebih dahsyat tentunya.

Seseorang yang mencintai dan membenci karena Allah Swt,disamping akan mendapatkan manisnya iman juga akan mendapatkan pertolongan dari Allah Swt. Pertolongan Allah Swt sangatlah dibutuhkan semua manusia dalam kehidupan dunia maupun akhirat. Ibnu ‘Abbas ra berkata:

من أحب في الله، وأبغض في الله، ووالى في الله، وعادى في الله، فإنما تنال ولاية الله بذلك، ولن يجد عبد طعم الإيمان وإن كثرت صلاته وصومه حتى يكون كذلك. وقد صارت عامة مؤاخاة الناس على أمر الدنيا، وذلك لا يجدي على أهله شيئا.

“Siapa yang mencintai dan benci karena Allah, berteman dan memusuhi karena Allah, sesungguhnya pertolongan Allah itu diperoleh dengan demikian itu. Seorang hamba tidak akan bisa merasakan kenikmatan iman walaupun banyak melakukan shalat dan puasa sampai dirinya berbuat demikian itu. Sungguh, kebanyakan persahabatan seseorang itu hanya dilandaskan karena kepentingan dunia. Persahabatan seperti itu tidaklah bermanfaat bagi mereka.” (Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir disebutkan dalam Kitab Tauhid Syaikh Muhammad At Tamimi). Semoga kita termasuk orang yang mendapatkan manisnya iman dengan banyak memberi nasihat orang lain. Sebagaimana Imam Hasan Al Bashri ra katakan.

إنَّ أحبَّ عبادِ الله إلى الله الذين يُحببون الله إلى عباده ويُحببون عباد الله إلى الله ، ويسعون في الأرض بالنصيحة

“Sesungguhnya hamba yang dicintai di sisi Allah adalah yang mencintai Allah lewat hamba-Nya dan mencintai hamba Allah karena Allah. Di muka bumi, ia pun memberi nasihat kepada orang lain.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1/224). Amin []

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post