325.Semangat Mencari Nafkah
Semua makhluk telah ditentukan rezekinya sehingga tidak ada yang akan mati kelaparan atau kekurangan rezeki. Tidak peduli mereka yang berakal maupun tidak,semuanya menjadi kewajiban Allah Swt untuk menanggungnya. Allah Swt Maha Pemberi Rezeki,maka tidak ada ceritanya Allah Swt mendzalimi makhluknya dengan tidak memberikan jatah apa yang menjadi kebutuhan hidupnya. Jika makhluk yang tidak berakal saja rezekinya akan dijamin Allah Swt ,maka manusia lebih layak lagi untuk mendapatkan jatah tersebut karena disamping ada karunia akal juga manusia menjadi wakil Allah Swt untuk memakmurkan bumi. Allah Swt berfirman dalam beberapa ayat menegaskan posisi manusia.
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْأَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آَتَاكُمْ
“Dan Dia lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.” (QS. Al An’am: 165).
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” (QS. Al Baqarah: 30). Namun,faktanya banyak ketimpangan yang terjadi. Ada manusia yang kurang beruntung dalam urusan rezekinya. Mereka bingung besok pagi harus makan apa. Sementara sebagian manusia kaya bingung harus makan siapa lagi di esok hari. Mengapa bisa demikian dan siapa yang harus bertanggungjawab?
Allah Swt Maha Adil dan Menepati janji, tidak ada satu pun apa yang pernah dijanjikan dikhianati-Nya,termasuk dalam urusan rezeki harta. Jika ada manusia yang sangat memperihatinkan rezekinya,tentu ada sesuatu yang menjadi masalah. Apakah etos kerjanya yang dibawah standar atau ada pihak lain yang sedang berbuat dzalim kepadanya,atau karena abainya pemimpin atau pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Rezeki harta menjadi masalah penting lagi krusial bagi semua manusia. Bagi seorang muslim,rezeki harta akan digunakan untuk menafkahi diri dan keluarganya yang telah Allah Swt wajibkan. Allah Swt berfirman,
لِيُنْفِقْ ذُو سَعَةٍ مِنْ سَعَتِهِ وَمَنْ قُدِرَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ فَلْيُنْفِقْ مِمَّا آَتَاهُ اللَّهُ لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا مَا آَتَاهَا
“Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya” (QS. Ath Tholaq: 7). Juga ayat berikut.
وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ
“Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada istrinya dengan cara ma’ruf.” (QS. Al Baqarah: 233). Adapun besaran atau kisaran rincian nafkah tersebut seperti yang Nabi saw sabdakan. Dari Mu’awiyah Al Qusyairi ra, ia bertanya pada Rasulullah saw mengenai kewajiban suami pada istri, lantas beliau bersabda.
أَنْ تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ – وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
“Engkau memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak memboikotnya (dalam rangka nasihat) selain di rumah.” (HR. Abu Daud).
Banyak keutamaan yang didapat dari penunaian kewajiban tersebut. Imam Bukhari dan Imam Muslim ra telah meriwayatkan hadist dari Abu Mas’ud ra bahwa Rasulullah pernah bersabda.
إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
“Apabila seseorang menafkahkan untuk keluarganya dengan ikhlas maka itu baginya adalah sedekah”. Dan Rasulullah saw juga bersabda kepada Sa’ad bin Abi Waqash ra.
وَلَسْتُ تُنْفِقُ نَفَقَةً تَبْتَغِي بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ بِهَا حَتَّى اللُّقْمَةُ تَجْعَلُهَا فِي فِيِّ امْرَأَتِكَ
“Dan tidaklah engkau menafkahkan satu nafkah karena mengharapkan wajah Allah melainkan engkau mendapatkan pahala dengannya hingga sesuap yang engkau suapkan di mulu istrimu” ( (HR. Bukhari dan Muslim). Hadis diatas menjadi dalil bahwa nafkah yang memang menjadi kewajiban seorang suami,ayah,atau siapa saja yang ada beban di pundaknya akan bernilai laksana sedekah yang begitu besar keutamaan dan pahalanya. Bahkan harta yang dinafkahkan tersebut melebihi harta yang disedekahkan kepada pihak lain,selain keluarga yang menjadi tanggungannya. Dari Abu Hurairah ra, Nabi saw bersabda,
دينار أنفقته فى سبيل الله ودينار أنفقته فى رقبة ودينار تصدقت به على مسكين ودينار أنفقته على أهلك أعظمها أجرا الذى أنفقته على أهلك
“Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu, maka pahalanya lebih besar dari lainya.” (HR. Muslim no. 995).
Tidak ada alasan lagi bagi seorang muslim agar lebih giat dan semangat untuk mendapatkan rezeki harta sehingga bisa menafkahi keluarganya dengan maksimal. Dalam bekerja dan berusaha haruslah semangat dan benar jalannya dengan tidak menghalalkan segala cara. Sebab apa untungnya memberi nafkah keluarga dengan harta haram. Bukan kebaikan dan keberkahan yang didapat justeru keburukan dan dosa yang akan membebani dirinya. Seorang muslim harus yakin bahwa rezeki telah diatur sedemikian rupa oleh Allah Swt. Dirinya tinggal berusaha semaksimal mungkin dan di jalan yang benar. Setiap usahanya akan membuahkan pahala yang besar baik mendapat rezeki maupun tidak mendapatkannya. Bekerja adalah ibadah yang selalu dijaga keikhlasan dan kebenarannya.
مَا كَسَبَ الرَّجُلُ كَسْبًا أَطْيَبَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ وَمَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى نَفْسِهِ وَأَهْلِهِ وَوَلَدِهِ وَخَادِمِهِ فَهُوَ صَدَقَةٌ
“Tidak ada yang lebih baik dari usaha seorang laki-laki kecuali dari hasil tangannya (bekerja) sendiri. Dan apa saja yang dinafkahkan oleh seorang kepada diri, istri, anak dan pembantunya adalah sedekah.” (HR. Ibnu Majah). Bekerja juga bisa menebus dosa yang ada dalam diri.
مَنْ اَمْسَى كَالًّا مِنْ عَمَلِ يَدَيْهِ اَمْسَى مَغْفُوْرًا لَهُ
‘Barangsiapa yang di waktu sore merasa capek (lelah) lantaran pekerjaan kedua tangannya (mencari nafkah) maka di saat itu diampuni dosa baginya.” (HR. Thabrani). Semoga kita tetap semangat bekerja seperti yang Nabi saw anjurkan.
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ وَلاَ تَعْجِزْ
“Bersemangatlah melakukan hal yang bermanfaat untukmu dan meminta tolonglah pada Allah, serta janganlah engkau malas” (HR. Muslim). Amin []
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar