249. Semakin lelah Semakin Bahagia
Manusia harus menyadari bahwa dunia adalah tempat menanam sedang tempat panennya adalah di akhirat kelak. Dunia adalah tempat ujian berlangsung,akhirat adalah tempat beristirahat total sambil menikmati hasil ujian. Dunia adalah tempat rendah lagi hina, tidak pantas manusia merasa tenang,aman,dan nyaman di dalamnya. Tempat yang pantas bagi manusia adalah akhirat,yakni surga. Disanalah tempat kenikmatan yang hakiki dan abadi.
وَمَا هَٰذِهِ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا لَهْوٌ وَلَعِبٌ ۚ وَإِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِيَ الْحَيَوَانُ ۚ لَوْ كَانُوا يَعْلَمُونَ
Dan kehidupan dunia ini hanya senda gurau dan permainan. Dan sesungguhnya negeri akhirat itulah kehidupan yang sebenarnya, sekiranya mereka mengetahui. (QS. Al ‘Ankabût, 64). Rendah,hina dinanya dunia Nabi saw gambarkan dengan sabdanya.
إِنَّ مَطْعَمَ ابْنِ آدَمَ جُعِلَ مَثَلًا لِلدُّنْيَا وَإِنْ قَزَّحَهُ وَمَلَّحَهُ فَانْظُرُوْا إِلَى مَا يَصِيْرُ
Sesungguhnya makanan anak Adam dijadikan perumpamaan terhadap dunia. Walaupun ia sudah memberinya bumbu dan garam, lihatlah menjadi apa makanan tersebut akhirnya. (HR. Ahmad, V/136; Ibnu Hibbân, no. 2489. Mawâriduzh Zham`ân, dan lainnya dari Ubay bin Ka’ab ra).
Semua paham bahwa untuk bisa bertahan hidup di dunia manusia membutuhkan usaha berkeringat sehingga bisa memenuhi kebutuhannya,padahal rezeki manusia telah dijamin Allah Swt. Tidak ada satu makhluk pun yang tidak dijamin rezeki dan kelangsungan hidupnya oleh Allah Swt. Seharusnya manusia bisa sedikit santai dalam urusan rezeki, tidak perlu mempertaruhkan hidupnya hanya untuk mengejar harta,sesuatu yang sudah pasti akan menjadi haknya. Semua perhatian,konsentrasi,dan waktunya seharusnya dipakai untuk mengejar dan meraih akhirat, tempat yang layak untuk diraih. Namun, mengapa manusia lebih berani mengalami kelelahan yang begitu sangat daripada lelah ketika mengejar akhirat? Dunia telah dijamin sementara akhirat belum ada jaminannya. Akhirat harus dicari sedemikian rupa jika ingin tidak mengalami kelelahan abadi yang mendera.
وَابْتَغِ فِيمَا آتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآخِرَةَ ۖ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا ۖ وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ ۖ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ ۖ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allâh kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah sebagaimana Allâh telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allâh tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan. (QS. Al Qashash,77).
Mengejar dunia pasti mengalami kelelahan,begitu pula ketika mengejar akhirat. Sunnatullah mengajarkan bahwa semakin banyak keringat yang terkucur,semakin besar hasil yang akan dicapai jika memang ada jatah rezeki untuknya. Urusan akhirat tidak jauh beda. Ihtiar manusia dalam mengejar akhirat masih terikat dengan sunnatullah juga karena masih di dunia. Barang siapa yang berani menanggung rasa lelah yang lebih,maka semakin besar pula kenikmatan yang akan didapatkannya. Tidak ada kenikmatan dalam beristirahat bagi yang tak merasakan letih sebelumnya. Sebesar rasa letih itulah kenikmatan istirahat dapat dirasakan. Dan tidak ada istirahat serta kegembiraan hakiki secara total, kecuali di akhirat kelak. Sebenarnya manusia selama hidup di dunia tidak memiliki waktu istirahat yang sebenarnya sampai ia masuk surga yang kekal selamanya. Karena kejahiliannya,waktunya banyak digunakan bersantai ria,beristirahat seolah sudah layak dan berhak untuk menikmati segalanya, padahal semua hanyalah tipuan yang sangat melenakan dan membahayakan.
Banyak orang bijak bestari yang memberikan nasihatnya kepada manusia tentang waktu istirahat yang sebenarnya. Wahb bin Munabbih ra berkata dalam kitab Mausuu'ah Ibnu Abid Dunya I/250. ‘Seorang mukmin tidaklah memiliki waktu istirahat melainkan ketika ia telah memasuki Surga’. Berarti 24 jam dalam sehari hakikatnya tidak ada sedikit pun dari waktu tersebut yang bisa dikatakan sebagai waktu beristirahat. Karena setiap detik yang berlalu akan Allah Swt pertanyakan. Bagaimana dikatakan beristirahat jika masih harus berjaga-jaga apakah mendatangkan pahala atau dosa dari setiap waktu yang dilewatinya. Yang namanya istirahat itu bisa lepas bebas dari segala tuntutan. Hasan Bashri ra juga berkata bahwa.
كل نعيم زائل إلا نعيم أهل الجنة، وكل غم زائل إلا غم أهل النار
Setiap kenikmatan (kebahagiaan) itu, pasti akan berlalu, kecuali kenikmatan (yang telah dirasakan oleh) penduduk surga. Dan setiap kesedihan (duka cita) itu akan berlalu, kecuali kesedihan (yang dirasakan oleh) penduduk neraka. (Al Mujaalasah wa Jawaahirul 'Ilmi, hal 1591). Hakikat kenikmatan adalah kenikmatan yang tidak pernah sirna,itulah surga. Dan derita yang asli tanpa ada akhiran adalah neraka. Kedua tempat tersebutlah yang layak menjadi penentu nikmat atau siksa. Istirahat atau kerja keras.
Manusia paling bahagia adalah manusia yang berani paling lelah selama hidup di dunia untuk menjauhi larangan dan atau menjalankan perintah tuhan pemilik kenikmatan abadi. Demikan pula sebaliknya, manusia yang paling lelah di dunia akan menjadi manusia yang paling berbahagia. Karena sesungguhnya kebahagiaan di akhirat, tidak akan pernah bisa dicapai kecuali dengan melewati jembatan kelelahan yang telah Allah Swt bentangkan dengan jelas. Tak aneh jika Ibnul Qayyim ra pernah berkata:
إذا تعب العبد قليلا استراح طويلا، وإذا تحمل مشقة الصبر ساعة قاده لحياة الأبد، وكل ما فيه أهل النعيم المقيم فهو ثمرة صبر ساعة
Jika seorang hamba mau berletih sebentar, maka dia pun akan bisa beristirahat panjang, dan apabila dia mau untuk memikul beratnya kesabaran sebentar, maka hal tersebut akan mengantarkannya menuju kehidupan abadi. Dan semua yang dinikmati oleh orang-orang yang mendapatkan kenikmatan abadi adalah buah dari kesabaran sesaat. (Miftaah Daaris Sa’aadah II/895). Berletih dan bersabar sebentar maksudnya adalah selama hidup di dunia. Istirahat panjang dan hidup abadi adalah akhirat kelak. Dunia sangatlah sedikit dan sebentar dibandingkan akhirat yang tiada batas, baik waktu maupun kwalitas kenikmatannya.
فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا قَلِيلٌ
Padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit. (QS. At-Taubah:38). Keabadian akhiratlah yang seharusnya dipilih manusia untuk bisa beristirahat panjang dan hidup selamanya sebagaimana Malik bin Dinar ra katakan dengan perbandingan yang sangat bagus.
لو كانت الدنيا من ذهب يفنى ، والآخرة من خزف يبقى لكان الواجب أن يؤثر خزف يبقى على ذهب يفنى ، فكيف والآخرة من ذهب يبقى ، والدنيا من خزف يفنى؟
Seandainya dunia adalah emas yang akan fana, dan akhirat adalah tembikar yang kekal abadi, maka tentu saja seseorang wajib memilih sesuatu yang kekal abadi (tembikar) daripada emas yang nanti akan fana. Padahal sebenarnya akhirat adalah emas yang kekal abadi dan dunia adalah tembikar nantinya fana. (Fathul Qodir, Asy Syaukani, 7/473, Mawqi’ At Tafasir). Semoga kita berani menanggung kelelahan yang sangat di dunia ini,sehingga kelak bisa beristirahat dengan tenang sepanjang masa. Amin []
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Trims,Pak Dede.Amin.Sukses juga buat bpk
Trims,Bu Wiji.Apakah ini Bu Wiji teman saya puluhan tahun yg lalu?
Terima kasih pencerahannya, Pak. Sukses selalu. Salam literasi
Tulisan pengingat. Trims...