Suci haryanti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Akankah Kematian Mampu Mengakhir? (gurusiana 64)

Bela Hanya Anak Tiriku Part 4

AKulihat deretan botol wiski dan beberapa minuman memabuk lainnya, ada beberapa yang kosong dan hanya dua botol yang masih utuh. Hanya dengan menikmati minuman beralkohol itu, aku bisa sedikit mengepakan sayap mengangkasa tanpa beban, memudarkan ingatan pengkhianatan dari orang yang paling aku cintai melebihi diriku sendiri.

Aku memang bukan wanita sempurna, karena semenjak kematian .... Aku lagi lagi tidak kunjung hamil. Namun, pantaskah ketidaksempurnaan dibalas perselingkuhan?

Apakah aku terlalu lemah sebagai wanita? Apakah aku yang terlalu egois, tidak mampu menerima kenyataan?

Kenyataan bahwa laki-laki yang kerap memanggilku sayang, pangilan itupun digunakan untuk wanita lain.

Salahkah aku, jika membenci Bela?

Bela, anak dari perselingkuhan suamiku sendiri... Hancur hati ini. Tangis yang mulai mengering, lagi dan lagi kupecahkan botol wiski yang kupegang.

Vafiliyun ini sudah tidak lagi indah, terlalu banyak pecahan botol wiski berserakan dilantai. Sudah hampir tiga hari aku seperti ini. Mengunci diri didalam ruangan, yang biasa dijadikan tempat istirahat tamu yang berkunjung. Aku lupa kapan terakhir aku makan, Mas Rio hampir setiap saat mengunjungiku, namun tak pernah kubukakan pintu. Setiap kali Ia datang mengetuk pintu, setiap kali itu pula kulempar benda yang ada didekatku ke arah pintu. Aku sama sekali tidak perduli dengan kondisiku. Karena tidak ada gunanya lagi aku hidup.

Untuk siapa aku hidup?

melihat Bela anak sundal itu bertumbuh besar menjadi gadis yang cantik?

Tidak mungkin, aku sanggup menerima ini. Wajah Bela sangat mirip dengan wanita pelakor itu.

Biarkan ...!

Biarkan aku larut seperti ini, hingga kematian menjemputku.

Siapa lagi yang perduli?

Tooh...! Aku ada dan tiada semua akan sama saja, tidak ada bedanya.

Mas Rio?

Ia akan membesarkan Bela, atau mungkin mencari sosok wanita lagi, yang masih muda dan siap dititipkan benih dirahimnya.

Laki-laki itu pecundang...!

Tak ada lagi yang tersisa dimemory otakku selain kebencian yang teramat dalam pada Bela, dan Mas Rio.

Bela hadir membawa kehancuran rumah tanggaku, aku tidak mau lagi bertahan. Jika aku bercerai, apakah hati ini akan tenang?

Tidak...! Aku masih bisa melihat Bela.

Aku masih melihat Mas Rio dan bisa jadi Ia sedang menggandeng Ibu baru buat Bela.

Laki-laki Egois...!

Jadi tidak ada artinya aku terus melanjutkan hidupku. Karena tidak ada lagi cinta yang tersisa. Semua sudah habis. Kamar ini, ruangan yang nyaman ini, akan menjadi saksi bisu, saat aku merenggang nyawa.

Mataku merah menanar, tidak ada istirahat bagiku, tubuhku yang lemah, banyak goresan luka pecahan botol minuman. Rambutku yang panjang kecoklatan tergerai, sedikit kusut pada bagian bawahnya. Lebam Hitam terlihat jelas dikelopak mataku. Bibir yang biasa merah merona kita pucat tanpa warna. Aku hanya ingin mengakhiri semuanya...lepaskan semua perih ini, sakit terhebat ini. Hanya bisa diatasi dengan kematian.

Aku siap menjemput kematianku. Hidup sudah tidak lagi kuinginkan.

Kuambil pecahan botol wiski yang sangat tajam..kugenggam erat hingga darah mengalir dari jari-jari tanganku. Tidak ada rasa sakit, seakan sudah mati rasa. Ku teguk botol terakhir wiski...

Senyumku mengembang sinis, kurasakan raga ini ringan bagai kapas, ku jalan sempoyongan kesegala arah, ku biarkan kaki berdarah menginjak pecahan botol minuman berkahol, pikiran melayang tanpa batas, mulai menikmati ketidakwarasanku, menari tanpa iringan musik, tertawa tanpa ada satu makhluk pun yang bisa kuajak bicara. Aku benar-benar terlena dengan ketidaksadaranku, ku terus menari layaknya super star, tanpa beban, tanpa kesedihan, tanpa rasa sakit, tanpa pemikiran yang menguras, "ohhh...! Indahnya," melayang dan terus melayang ditengah pengaruh alkohol aku berjalan menuju dapur yang tidak jauh dari kamar.

Ku raih pisau tajam dari dapur... Ini cukup tajam untuk memutuskan nadi dipergelangan tanganku.

Akhirnya...inilah cara yang tepat terlepas dari semuanya..

Kurasakan tekanan pisau tajam pada pergelangan tangan kiriku. Perih... Sakit.. Sangat sakit... Tapi tidak lebih sakit dari hati yang teriris. Gemetar seluruh tubuhku, dingin seakan mulai kurasakankan dari ujung kaki hingga wajahku, semakin dingin, seperti guyuran air es membasahi seluruh tubuhku, sakit semakin terasa, pergelangan tangan kiri yang kini mulai mengalir darah segar bahkan alirannya bertambah kencang... Dadaku sesak, sangat sesak..aku sulit sekali bernapas.bau alkohol yang sangat kusukai kini membuatku semakin pusing.

Nafasku berat...mataku sulit ku buka, semakin dingin menyelimuti kulitku yang semakin pucat..lemas..tubuhku sulit kugerakan. Bergeming, tak dapat kuraih handphone di tepi meja, aku tak mampu mengeluarkan kata-kata. Tersengal-sengal nafas.. Tanpa suara lirih kupanggil Mas Rio.

Kulihat deretan botol wiski dan beberapa minuman memabuk lainnya, ada beberapa yang kosong dan hanya dua botol yang masih utuh. Hanya dengan menikmati minuman beralkohol itu, aku bisa sedikit mengepakan sayap mengangkasa tanpa beban, memudarkan ingatan pengkhianatan dari orang yang paling aku cintai melebihi diriku sendiri.

Aku memang bukan wanita sempurna, karena semenjak kematian .... Aku tidak kunjung hamil. Namun, pantaskah ketidak sempurnaan dibalas perselingkuhan?Apakah aku terlalu lemah sebagai wanita? Apakah aku yang terlalu egois, tidak mampu menerima kenyataan? Kenyataan bahwa laki-laki yang kerap memanggilku sayang, pangilan itupun digunakan untuk wanita lain.

Salahkah aku, jika membenci Bela?Bela, anak dari perselingkuhan suamiku sendiri... Hancur hati ini. Tangis yang mulai mengering, lagi dan lagi kupecahkan botol wiski yang pegang.

Vafiliyun ini sudah tidak lagi indah, terlalu banyak pecahan botol wiski berserakan dilantai. Sudah hampir tiga hari aku seperti ini. Mengunci diri didalam ruangan, yang biasa dijadikan tempat istirahat tamu yang berkunjung. Aku lupa kapan terakhir aku makan, Mas Rio hampir setiap saat mengunjungiku, namun tak pernah kubukakan pintu. Setiap kali Ia datang mengetuk pintu, setiap kali itu pula ku lempar benda yang ada didekatku ke arah pintu. Aku sama sekali tidak perduli dengan kondisiku. Karena tidak ada gunanya lagi aku hidup. Untuk siapa aku hidup? melihat Bela anak sundal itu bertumbuh besar menjadi gadis yang cantik? Tidak mungkin, aku sanggup menerima ini. Wajah Bela sangat mirip dengan wanita pelakor itu.

Biarkan ...! Biarkan aku larut seperti ini, hingga kematian menjemputku. Siapa lagi yang perduli? Aku ada dan tiada semua akan sama saja, tidak ada bedanya. Mas Rio, Ia akan membesarkan Bela, atau mungkin mencari sosok wanita lagi, yang masih muda dan siap dititipkan benih dirahimnya.

Laki-laki itu pecundang...! Tak ada lagi yang tersisa dimemory otakku selain kebencian yang teramat dalam pada Bela, dan Mas Rio.

Bela hadir membawa kehancuran rumah tanggaku, aku tidak mau lagi bertahan. Jika aku bercerai, apakah hati ini akan tenang?Tidak...! Aku masih bisa melihat Bela. Aku masih melihat Mas Rio dan bisa jadi Ia menggandeng Ibu baru buat Bela.

Laki-laki Egois...!Jadi tidak ada artinya aku terus melanjutkan hidupku. Karena tidak ada lagi cinta yang tersisa. Semua sudah habis. Kamar ini, ruangan yang nyaman ini, akan menjadi saksi bisu, saat aku merenggang nyawa.

Mataku merah menanar, tidak ada istirahat bagiku, tubuhku yang lemah, banyak goresan luka pecahan botol minuman. Rambutku yang panjang kecoklatan tergerai, sedikit kusut pada bagian bawahnya. Lebam Hitam terlihat jelas dikelopak mataku. Bibir yang biasa merah merona kita pucat tanpa warna. Aku hanya ingin mengakhiri semuanya...lepaskan semua perih ini, sakit terhebat ini. Hanya bisa diatasi dengan kematian. Aku siap menjemput kematianku. Hidup sudah tidak lagi kuinginkan.

Kuambil pecahan botol wiski yang sangat tajam..kugenggam erat hingga darah mengalir dari jari-jari tanganku. Tidak ada rasa sakit, seakan sudah mati rasa. Ku teguk botol terakhir wiski... Senyumku mengembang, kurasakan raga ini ringan bagai kapas, pikiran melayang tanpa batas, mulai menikmati ketidakwarasanku, menari tanpa iringan musik, tertawa tanpa ada satu makhluk pun yang bisa kuajak bicara. Ku raih pisau tajam dari dapur... Ini cukup tajam untuk memutuskan nadi dipergelangan tanganku.Akhirnya...inilah cara yang tepat terlepas dari semuanya..

Kurasakan tekanan pisau tajam pada pergelangan tangan kiriku. Perih... Sakit.. Sangat sakit... Tapi tidak lebih sakit dari hati yang teriris. Gemetar seluruh tubuhku, dingin seakan mulai kurasakankan dari ujung kaki hingga wajahku, semakin dingin, seperti guyuran air es membasahi seluruh tubuhku, sakit semakin terasa, pergelangan tangan kiri yang kini mulai mengalir darah segar bahkan alirannya bertambah kencang... Dadaku sesak, sangat sesak..aku sulit sekali bernapas.bau alkohol yang sangat kusukai kini membuatku semakin pusing.

Nafasku berat...mataku sulit ku buka, semakin dingin menyelimuti kulitku yang semakin pucat..lemas..tubuhku sulit kugerakan. Bergeming, tak dapat kuraih handphone di tepi meja, aku tak mampu mengeluarkan kata-kata. Tersengal-sengal nafas.. Tanpa suara lirih kupanggil mas Rio.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post