Suandi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Gerobak kesuksesan

Subuh itu dingin sekali udaranya sangat menyusuk sanubari terasa hingga ke dalam semua tulang dan sumsum ku.Suara muazin yang merdu membangunkanku dari buaian tidur yang enak. Nadanya mendayu-dayu sangat jelas itu adalah suara Pak Ngah. Pak Ngah biasa ia di panggil dan ia adalah pengganti orangtua kami di Kota ini. Walaupun nasibku tak sebaik orang lain disana dengan fasilitas seperti hotel mewah dengan beralaskan permadani dan selimut yg tebal, tapi bagik gu cukup dengan tikar pandan yang kami bawa dari kampung dulu, ketika itu ummakghsdyitui memberiku hadiah untuk di bawa ke Kota Khatulistiwa. Karena ia tahu tikar itu cukup membantuku dalam mengatasi kedinginan pada malam dan subuh hari. Tak cuman itu suatu hal yang menyedihkan dan kenangan yang indah adalah bantal yang aku gunakan adalah bantal sederhana yg terlukis seluruh pulau Indonesia dari yg kecil sampai pulau yg besar.he he..

Sementara itu, disamping sebelahku masih terlelap panjang dan masih dengan ngoroknya yang bernada khas....krook...krook...krook .., itulah sepupuku Yandi Irawan.ia di panggil Iyan. Kadang ngoroknya panjang..tetapi kadang juga pendek, kadang juga tak berbunyi sama sekali, mungkin karena ia sedang bermimpi bersama bidadari.

Kucoba duduk dan menggerakkan anggota badanku sebentar, seraya melihat jam yang berada pas depan mataku. Jam sudah menunjukkan pukul 04.15 berarti aku harus bangun untuk sholat subuh dan setelah itu melaksanakan kerja rutin sesuai jadwal yang ditentukan.

Sebenarnya berat untuk bangkit, tapi bagiku itu adalah sebuah jihad, karena dengan melawan nafsu itu merupakan jihad terbesar dan juga aku harus memenuhi panggilan azan, karena sebaik baik lelaki adalah yg berjamaah di masjid.dqn masih banyak lagi keutamaannya.

" Yan, bangun Yan udah tiba waktu subuh, " seru ku pelan.

" ya..ya..! Jawab iyan dengan nada antara jelas dan tidak.

Kulangkahkan kakiku dan tak lupa ku ucapkan

"Bismillahitawakkaltu lahaulawala quwwatailabillah."

AKu segera menuju tempat wudhu dan kubasuh semua yang menjadi rukun ketika seorang berwudhu.

Segera ku melaksanakan sholat subuh berjamaah dengan khusuk.

Setelah selesai sholat subuh.Seperti biasa Pak Ngah pasti menanyakan perihal petugas kebersihan hari itu.

" Dan, siapa yang bertugas hari ini," tanya Pak Ngah datar. Dan adalah panggilanku. Karena namaku Bondan Setiawan.

"Aku dan Yan, Pak Ngah," jawabku.

" Kemana Yan, kok belum bangun,". Tanya Pak Ngah.

" Masih tidur Pak Ngah,tapi sekarang mungkin sudah bangun, " imbuhku meyakinkan.

Aku tak mau berlama-lama lagi berkata dengan Pak Ngah, langsung ku putar badanku untuk pulang ke rumah sembari membangunkan Yan yang masih tertidur pulas.

" Yan, bangun Yan kan kita dinas hari ini," ungkapku.

" Ya, saya tahu kalau begitu kamu duluan saja,saya menyusul," jawab Yan masih kelihatan ngantuk.

"OK, baiklah, tapi jangan tidak datang ya, ucapku lagi.

"Em...m..ya," imbuh Yan.

Suasana subuh sangat indah, lalu lalang kendaraan mulai ramai, dari roda dua, roda empat dan roda enam, suara riuh mesin kendaraan saling bersahutan, aktivitas manusia juga berbagai macam, ada yang jogging, membuka warung dan ada juga yg masih tertidur pulas. Nampak di ujung sebuah gang Reformasi seorang anak muda dengan mendorong sebuah gerobak roda tiga berwarna kuning.dengan cekatan ia mengambil satu persatu bungkusan sampah yang sudah bercampur dengan bau yang beraneka jenis. Terkadang ada juga sampah basah yang disimpan dalam tong sampah khusus. Lelaki itu tak lain adalah Aku, Bondan Setiawan.

Aku segera memutar gerobak ke arah 90 derajat karena di Gang Reformasi semua sudah Aku bereskan. Kemudian mendorong ke Komplek Mandau Permai. Di Kompek Mandau Permai. Penduduknya cukup padat. Bayangkan saja ada sekitar 10 blok yang terdiri Dari blok A-K. Di sini sangat ramai yang mempercayakan kepada kami untuk mengumpulkan sampah rumah tangganya, lalu membuangnya ke tempat pembuangan sampah. Tak jarang ketika di komplek mandau badan sangat terasa capeknya. Apalagi kali ini aku sendiri batang hidung Yan tak kelihafan sama sekali, dalam hafiku terus berujar" Tega nian ia kepadaku, padahal beban ini sangat berat dan baunya bukan main, apalagi nanti kalau saya sudah kesiangan tentu orang sudah ramai berlalu lalang."Sudah hampir selesai pekerjaan rutinku di Komplek Madau, tapi Yan juga tidak muncul-muncul. Ingin sekali lidahku berucap kata sumpah serapah tetapi batinku selalu menolak, batin ini selalu bilang mungkin ini sudah takdirmu Dan, kau haru bersabar, di balik kesusahan pasti ada kemudahan, bersakit sakit dahulu bersenang-senang kemudian.dan banhak lagi kata motivasi yang seakan akan membisiki telingaku. Dan suatu hal ketika aku berada dalam posisi menanggung beban yang begitu berat, saya seakan terbayang dan ingat dengan sosok ayah yang berada di kampung sedang bersusah payah juga mencarikan uang untuk keperluanku..dan bukan cuma itu dalam hatiku ayah dari kecilku memberikan nafkah dan membesarkanku dan sampai aku berada di kota ini. Itu terus yang selalu memotivasiku.

Sesak terasa nafasku, pinggang juga sudah mulai terasa nyot...nyoot. Tangan dan kaki ini mulai gemetar. Tak terasa aku sudah hampir selesai keujung sebuah gang. ku dorong lagi gerobak beroda tiga ini masuk ke dalam sebuah gang.Gang Maria itulah namanya. Setiap memasuki nama gang kadang aku suka bertanya dalam hati.mengapa gang itu berama gang Maria.mungkinkah itu ada kaitan dengan orang yang bernama Maria ataupun sosok Bunda Maria, atau pun Goa Maria. "Aah udahlah...perrsetan dengan semua itu, peduli amat Pak Amat jak tak perduli," pikirku dalam hati.

Ku ambil satu persatu dan ku masukkan bungkusan kantong hitam ke dalam gerobak itu, tak ada pikirn lain lagi di benakku. Segera ku dorong gerobak kuning itu ke tempat pembuangan. Disana sudah menunggu tim kuning yang sudah siap dengan mobilnya. Mereka pun menyambutku dengan senyum. Salah satu petugas bertanya kepadaku.

" Loe kok sendiri, mana teman-temannya," tanya tim kuning.

" Mungkin ketiduran bang, " jawabku.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.00 beres sudah semua tugasku hari ini. Tapi rasa kesalku terhadap Yan masih sangat dalam, Yan tak merasa bersalah sedikitpun kepadaku, tetapi aku pun tak mau hal ini berbuntut panjang, nanti lebih barabe urusannya.

" Udahlah nanti saya bahas pas ketika rapat nanti, " pikirku.

Hari berganti hari, bulan berganti tahun dan tak terasa. Lima tahun aku berada di Sei Jawi Dalam. Begitulah terus aktifitasku di waktu pagi. Kadang cemburu juga dengan kawan kawan yg lain dengan mudahnya mempunyai motor yang bagus, badannnya,yang putih bersih tidak terkontaminasi debu dan bau sampah. Tentunya dengan kiriman dari orang tua yag sangat besar. Tapi. Aku selalu berpikir dalam hatiku aku suatu saat harus sukses. Anak-anakku. Harus lebih baik dariku tidak seperti aku saat ini mengais sampah. Orang untuk memenuhi Kebutuhan sehari-hari. Dan azzamku anak anakku harus berpendidikan lebih tinggi dariku. Itulah kalimat penyemangat yang selalu ku selipkan dalam hatiku.

Tujuh tahun kemudian, aku tertawa terkekeh-kekeh disalah satu Cafe di Kota Amoy bersama Yan ketika mengenang peristiwa itu. Seringku ulang-ulang cerita ketika ia sengaja tidak membantu dalam menjalankan tugas dinas ba'da subuh saat itu, tapi ia malah mengatakan tidak ingat atau pura-pura lupa.

" Dasar, kau Yan, mentang mentang kau sudah senior menginjakkan kaki saat itu di Sei Jawi Dalam, lalu membiarkan ku sendiri tugas dinas ". Celetukku.

" Bukan begitu Wak Dan, tapi saat itu Aku sangat ngantuk setelah nonton film Kungfu sampai jam 12.00." Jawab Yan sambil ketawa geli.

Yan sekarang sudah enak dengan posisi dan pekerjaannya. Ia menjabat Kasi di salah satu Dinas di Kota Kelahirannya. Sedangkan Aku harus merantau di ujung negeri demi mendidikasikan ilmu kependidikanku dan mengabdi kepada ibu pertiwi dan harus puas dengan posisi yang tidak terlalu basah. AKu dan Yan sampai, sekarang masih berkomunikasi walaupun sudah dengan dunia masing masing tapi kami tetap bisa bersama, walau hanya sekadar duduk-duduk di warung kopi untuk menikmati secangkir kopi dan bermain futsl bersama. Aku dan Yan memang berteman sejak kecil tak heran jika sudah berkeluarga,kami pun tetap kelihatan akrab.

Ketika disibukkan dengan kesibukan sekarang ingin rasanya aku mengunjungi tempat ku tinggal ketika menimba ilmu. Aku ingin melihat dan memegang kendaraan dinasku tentunya gerobak kuning beroda tiga yang menemani pagi-pagiku. Ku ingin bertemu sahabat-sahabat di Gang Reformasi, teman teman remaja masjid Masjid Darul Muttaqien dan tentunya sekedar mendengar azan merdu Pak Ngah serta nasehat briliannya. Pak Ngah bagi kami bagai oase di padang pasir, ia selalu memompa dan memberikan sejuta motivasi kepada kami. Ia bagai bintang yang menyinari seluruh alam. Pesan Pak Ngah yang berkesan dan akan kami ingat adalah "siapa yag bersungguh pasti berhasil."

Terimakasih Pak Ngah pesan dan kebaikanmu tetap kami kenang.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

sukses terus pak

06 Jul
Balas

Wah ternyata pak Suandi piawai juga buat cerpen ya.

06 Jul
Balas

Bagus ....Pak suandi

07 Jul
Balas

Mantab. Pak Suandi. Bertutur dengan peristiwa. Bisa lho jadi novel. atau cerbung..

06 Jul
Balas

baru belajar pak dan terus belajar dgn senior yg udah banyak berkarya

06 Jul
Balas

ini cerita sendiri pak jadi gampang bikin alurnya. mudahan nanti bisa jadi novel

06 Jul
Balas

terimakasih pak taufiq

06 Jul
Balas

Hem..Alhamdulillah bu kalau bagus, cerpen perdana bu masih banyak kekurangan

07 Jul
Balas



search

New Post