Sriyanto

Pemuda kampung yang tak berhenti belajar. Belajar menulis, dari apa yang dibaca pada realitas sosial, pendidikan dan agama. Diruang ini bisa menuangkan id...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tauhid Menancap diri Novel Baswedan

Novel Baswedan. Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berintegritas. Tak ada kompromi bagi koruptor. Menangani kasus-kasus besar di KPK. Dengan kegigihan itu menjadi incaran para mafia koruptor. Akhirnya beberapa bulan yang lalu, disiram air keras di matanya oleh orang yang tak dikenal. Berbulan-bulan dirawat di Singapore. Sekarang pulang kampung. Alhamdulillah Allah masih menyelematkan hambanya yang gigih memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Hadirnya Novel Baswedan di gedung KPK kemarin (22/2/2018). Menambah amunisi baru tubuh KPK. Karena KPK saat ini dilemahkan oleh perampok uang negara dengan cara sistemis. Ada grand desain untuk melemahkan KPK. Mulai dari menteror para penyidik (kasus Novel). Melalui hak angket oleh anggota DPR. Dan banyak cara lagi, agar KPK lumpuh, sehingga tak mampu membidik para Koruptor.

Dirinya, menjadi penyemangat bagi para penyidik KPK yang lain. Jika Ia, tak kembali ke KPK, maka kemenangan bagi pengkianat negara. Maaf agak kasar bahasanya. Mengapa saya sebut pengkianat negara? Karena pejabat korupsi telah mengianati sumpahnya, ketika menjadi seorang pajabat negara mengangkat sumpah untuk mengabdi pada negara. Tetapi kenyataanya justru merampok uang negara.

Padahal uang negara itu jatahnya uang miskin. jatahnya anak yang tidak bisa sekolah. Jatahnya orang sakit. Jatahnya uang tak punya rumah. Jatahnya orang busung lapar dan kelaparan. Semuanya dirampas dengan jiwa keserakahan. Otak , hati dikuasai oleh hawa nafsu belaka. Seolah-olah dengan kekuasaan dan mencuri uang rakyat itu hidupnya bahagia. Banyak fakta pelaku koruptor, hidupnya sengara. Berbuat mungkar didunia pasti ada balasannya. Lebih-lebih diakhirat. Itu sudah pasti, tinggal menunggu waktu.

Semestinya para pejabat negara bisa mengambil pelajaran dari kasus Setya Novianto. Kasus E-KTP yang telah mengemplang Triliyunan rupiah. Dengan kekuasan sebagai ketua DPR memanfatkan proyek E-KTP. Seakan-akan bisa menikmati semua kekayaannya. Ternyata tidak!. Justru yang terjadi, kayak orang merana. Derajatnya jatuh. Semua kekuasaannya dicopot. Mulai ketua umum Golkar, dan Ketua DPR digoyang oleh orang disekililingnya.

Di awal-awal, Setnov dibela mati-matian oleh partai. Baik melalui DPR ada hak angket, jalur hukum melalui pra peradilan. Untungnya KPK masih tak menyerah, akhirnya mengajukan banding, dan dia diduga terbukti mengelapkan uang negara triliyunan. Dan KPK mengusut tuntas siapa-siapa menghalangi KPK dalam kasus E-KTP juga di penjarakan. Termasuk pengacaranya Setnov yang awal. Itulah politik, kalau kader tidak bisa diselamatkan, maka dibuang. Dilempar jauh dari partai. Tak melihat kontribusinya apa. Itulah kejamnya para elit politik.

Datangnya Novel ke barisan KPK, menjadi energi baru pemberantasan korupsi di Indonesia. Ia tak takut mati dari ancaman dari siapapun. Termasuk para Jendral sebagai Seniornya (lihat ulasan mata Najwa). Sangat sedih sekali, melihat kinerja kepolisian tak bisa menangkap pelaku dan dalangnya. Padahal kasus-kasus besar seperti teroris, narkoba bisa terungkap dengan mudah. Kenapa kasus Novel tak terungkap? ini sebuah pertanyaan besar dari publik. Jangan-jangan kasus novel ini termasuk kasus yang sangat besar dari teroris dan narkoba. Diduga Para Jendral dan penguasa terlibat, sehingga Kapolri bungkam, tak mampu mengungkapkan ke publik. Jika kasus ini tak terungkap, publik akan mengkutuk. POLRI TAK BERNYALI.

Novel sendiri menyayangkan kasus ini tangkap pelakunya. Padahal sketsa wajah sudah temukan, barang bukti sudah ada. Seharusnya masalah kecil bagi penyidik polri untuk menangkap pelaku. Tetapi ini menjadi masalah besar karena ada Beking dibelakangnya. Jika hal ini dibiarkan akan sangat berbahaya bagi penegak hukum yang lain. Merasakan hal yang sama seperti Novel. Baginya, intimidasi terhadap diri dan keluarga sebuah resiko bagi penegak hukum untuk menegakkan kebenaran dimuka bumi. Seandainya matipun insyaallah mati sahid.

Saya menilai ‘Tauhid’ sudah menancap pada diri Novel, sehingga tak takut mati. Teringat pesan Bung Karno dalam peringatan Nuzulul Quran, yang tertulis dalam buku, “Bung Karno dalam Menerjemahkan Al Qur’an,”. Begini pesan Bung Karno,”Tuhan kekal Abadi. Tuhan satu. Dan kepercayaan kepada Tuhan satu Inilah Tauhid. Inilah, yang menjadi api yang berkobar-kobar, menyala-nyala di dalam Al-Quran itu. Dan jikalau api ini telah berkobar-kobar dan menyala-nyala pula di dalam dada seseorang manusia, manusia yang demikian itu menjadi manusia yang, sebagai mana yang dikatakan Saudara Hamka: Tidak akan takut mati,”. Itulah sebuah ungkapan Bung Karno dalam memahami makna tauhid. Mungkin inilah yang dialami Novel Baswedan, nilai tauhid sudah mandarah daging. Menganggap Allah sebagai beking dalam hidupnya. Sehingga berani mengungkapkan kebenaran dan keadilan. Waallahualam bishowab …

Sriyanto

*Seorang Oemar Bakrei yang peduli negeri ini

Sidoarjo, 24/2/2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih pak Saikhu belajar dr panjenengan

01 Mar
Balas

Kepedulian Oemar Bakrie yang inspiratif

24 Feb
Balas

Luar biasa analisanya

24 Feb
Balas



search

New Post